Pondokku

24.8K 1.5K 16
                                    

"Sampai kapan Bi di sana? Jangan lama-lama, aku kesepian banget tidur sendirian." Mas Kafa berkeluh kesah di ujung telepon.

"Mas Kafa enggak nginep di tempat ibu saja? Insyaallah senin kita pulang Mas."

"Cuma dua hari kemarin, tadi malam tidur sendiri di rumah."

"Kalau kesepian nanti pulang kerumah ibu lagi saja Mas, kan bisa main sama Nayla."

"Maunya main sama kamu."

"Haha, apaan sih! Ya sudah Mas aku mau siap-siap dulu, ini mau ada acara agustusan. Mas jangan lupa makan sama istirahat ya."

"Insyaallah. Hati-hati Sayang!"

Aku masih senyum-senyum sendiri setelah menutup telepon dari suamiku. Ternyata memang indah pacaran setelah menikah, kangen juga sama dia, ya walaupun biasanya 1/2 hariku aku habiskan untuk jengkel dengan sikap konyolnya.

"Woy! Senyum-senyum sendiri." Devi mengagetkaku.

Dan hanya aku balas dengan cengirang lalu aku mengajak dua sahabatku ini untuk sarapan dan selanjutnya mengikuti acara agustusan di pondok.

Pagi hari diawali dengan upacara bendera diikuti semua santri dan guru madrasah juga abah dan umi.

"Bi, kamu sama Fahma pakai sarung begitu? Enggak takut melorot?" Tanya Monik khawatir.

"Tenang Mbak Monik, kita sudah biasa, nanti semua santri juga pakai baju kebanggaan pesantren, sarung, koko, peci!" Jawab Fahma.

"Bagus juga, aku pakai juga boleh enggak?" Pinta Monik.

"Jangan deh Mon, nanti kalau tiba-tiba melorot kan horor, upacaranya bubar!" Sahut Devi

"Iya Mon enggak usah, pakai begitu saja sudah oke." Jawabku meyakinkan.

Setelah upacara bendera, seluruh santri mengikuti lomba-lomba yang telah di susun oleh panitia. Hadiah dan piala juga sudah tersusun rapi di atas panggung kecil yang di siapkan.

Ada beberapa lomba yang sudah dipersiapkan, seluruh santri baik putra dan putri semuanya larut dalam suka cita memperingati hari kemerdekaan. Meskipun dalam satu halaman namun lomba di adakan sendiri-sendiri antara santri putra dan putri.

Aku bertambah bahagia melihat dua sahabatku ikut tertawa dan membaur bersama santri bahkan ikut lomba.

Acara berlangsung hingga siang hari, suasana bertambah meriah saat tiba panitia mengumumkan pemenang-pemenangnya. Mereka bersorak, tertawa dengan riangnya.

Setelah panitia menutup acaranya, semua kembali ke tempat masing-masing masih dengan cerita hebohnya lomba tadi. Sebelumnya panitia mengumumkan bahwa nanti malam akan ada doa bersama untuk tanah air tercinta di aula utama pondok.

***

Setelah jamaah sholat isya, santri putra dan putri berbondong-bondong menuju aula pondok. Acara di awali dengan sambutan dari pengurus pondok, wakil santri, wakil guru dan terakhir abah.

Setelah Abah menutup dengan doa , panitia mengambil alih acara untuk dilanjutkan dengan menyanyikan lagu kebangsaan untuk semakin menguatkan rasa cinta tanah air dan sedikit hiburan untuk para santri menyanyikan salah satu lagu hits tapi di cover versi pesantren.

*****

"Seru banget ya Bi di pondok, enggak terasa sudah seminggu saja besok pulang." Ucap Devi dengan senang.

"Iya Bi, masih pengen di sini!" Sahut Monik.

"Aduh maaf deh, besok lagi ya, suamiku sudah tanya kapan pulang."

"Iya deh, yang punya suami. Kita mah apa enggak ada yang nungguin, paling cuma tukang cilok langganan." Monik bersungut

"Haha lumayan lah ada yang nyariin."

Hari itu Devi sama Monik masih ingin melihat kegiatan para santri. Mungkin galeri hp mereka sudah penuh dengan foto-foto santri.

Melihat mereka yang semangat dan antusias, akhirnya aku tetap mengantar mereka melihat-lihat. Aku ajak mereka lihat ke madrasah dan santri putri yang sedang belajar di kelas masing-masing.

Ada juga pemandangan unik yang membuat Monik dan Devi tek berhenti tertawa saat aku ceritkan. Di sana mereka melihat deretan ember kecil berisi perlengkapan mandi dan di letakan berderet memanjang dari depan kamar mandi.

"Haha. Yakin antri mandi selama itu Bi? " Devi masih belum berhenti tertawa.

"Ya begitu serunya, di sini cuma ada sekitar 10 kamar mandi untuk 120an santri."

"Memang sabar bisa belajar darimana saja ya termasuk antri mandi." Sahut Devi

"Nah cocok, pelajaran hidup bisa di dapat darimana saja." Kataku sepakat.

Setelah puas berkeliling, kami kembali ke kamar untuk mulai mengemasi barang-barang karena besok sudah harus pulang ke Bandung.

*****

"Biya, Mas kangen banget!" Ucap suamiku saat memelukku erat.

"Maaf ya Mas dari kemarin di rumah sendirian?"

"Iya, ke rumah ibu sama saja. Mereka lagi pada pergi anterin Azka nyusul suaminya ke Lampung."

"Mas Kafa hari ini enggak ngajar?"

"Enggak, minta gantiin soalnya mau kangen-kangenan sama istri yang baru pulang." Katanya dengan nada manja, aku jadi merasa bersalah.

"Mas Kafa sudah makan? Aku masakin ya?"

"Kamu enggak capek? Tadi pagi beli bubur di depan, kangen sama masakan kamu sih sebenarnya."

"Ya sudah sekarang Mas Kafa duduk dulu aku masakin."

Sebenarnya memang capek karena baru pulang tapi aku ngerasa bersalah seminggu ini sudah meninggalkan suami sendirian. Dia terlihat sedikit berantakan, rambutnya yang sedikit gondrong juga tidak tertata rapi. Aku bergegas ke dapur, memasak makanan kesukaannya.

"Mas Kafa makan ya, aku sudah masakin kesukaan Mas Kafa tumis jagung muda sama ati ampela!"

"Wah! Jadi laper. Yuk kita makan bareng!"

Aku mengikuti Mas Kafa ke meja makan. Aku bahagia karena dia terlihat lahap menikmati masakanku. Namun rasanya ada yang aneh dengan ekspresinya, dia terlihat seperti banyak beban.

"Mas Kafa lagi banyak kerjaan? Kelihatannya kaya lagi suntuk banget."

Mas Kafa menghela nafasnya seperti ingin mengungkapkan sesuatu tapi sedetik kemudian dia tersenyum.

"Enggak apa-apa Sayang, cuma ada sedikit masalah di kantor."

"Semoga cepet selesai ya Mas."

"Amin. Besok kamu ikut ke kantor saja tapi aku ada satu kelas dulu."

"Kan masih dua hari lagi aku magangnya Mas, besok saja bareng Devi."

"Jangan bantah perintah suami!" Katanya sambil tersenyum jahil.

"Hmm, iyaaaa!"

1. Kafa Biya (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang