9. LOOKS LIKE SOMEONE'S SHADOW
“Kau mau berjalan atau langsung kubawa sampai rumah?” Suara yang terdengar di sampingnya membuat Kaila menoleh.
Kini ia sedang duduk di ruang tunggu rumah sakit. Menunggu namanya dipanggil untuk mengambil obat. Tentu saja masih bersama bayangan hitam itu di sampingnya.
“Berjalan saja. Tapi mungkin nanti aku bisa memintamu untuk membawaku langsung menuju rumah jika aku sudah lelah.” Detik berikutnya Kaila berdiri dan melangkah menuju tempat penebusan obat karena namanya baru saja dipanggil.
Tak lama gadis itu telah kembali ke tempatnya tadi dengan satu plastik kecil di tangannya. Ia kembali duduk, memasukkan beberapa obat itu ke dalam tasnya.
“Ayo pulang,” ucapnya kemudian berdiri.
“Kau benar-benar ingin berjalan kaki?” Kaila kembali mendengar suara itu. Namun ia tetap berjalan menuju pintu keluar dengan bantuan tongkatnya.
Sampai di depan rumah sakit, Kaila berpikir. Apakah ia akan pulang dengan menaiki bus atau berjalan kaki. Namun akhirnya opsi kedua yang ia pilih. Walaupun ia nanti akan merasa lelah, tapi itu lebih baik daripada ia kehabisan uang untuk ongkos naik bus.
“Kenapa tidak naik bus saja?” Pertanyaan itu Kaila dengar sesaat setelah ia merasakan sesuatu seperti menuntunnya berjalan.
“Jam-jam seperti ini pasti bus akan penuh, lagi pula uangku mungkin tidak cukup untuk membayar ongkos naik bus.”
Sekitar sepuluh menit berjalan, Kaila memutuskan untuk berhenti sebentar di depan sebuah warung makan kecil yang sepertinya akan ditutup.
“Bu, saya boleh numpang duduk di sini sebentar?” ucap Kaila pada seorang wanita yang sedang membereskan beberapa piring kosong di atas meja.
Wanita tadi menoleh, lantas berjalan menghampiri Kaila dengan kain serbet yang bertengger di bahu kirinya.
“Iya, Dek. Boleh kok silakan. Tapi saya tinggal dulu ya ke dalem, mau beresin piring.”
“Iya, Bu. Terima kasih.” Kaila kemudian duduk di salah satu kursi yang berada di dekatnya.
Jarak yang harus ia tempuh untuk sampai ke rumah masih jauh dan pasti akan memakan waktu yang lama. Apalagi ia berjalan dengan menggunakan tongkat. Bisa saja ia akan sampai di rumah lebih dari waktu yang ia perkirakan.
“Yakin tidak mau langsung kubawa ke rumah?” Pertanyaan tersebut kembali Kaila dengar untuk yang ketiga kalinya.
“Tidak, nanti saja jika aku sudah benar-benar lelah.” Setelahnya, Kaila merasakan sesuatu seperti memijat kakinya. Sedikit membantu menghilangkan rasa pegal di kakinya.
Kaila menoleh saat ia merasakan kehadiran seseorang. Benar saja, ia melihat ibu-ibu pemilik warung tadi berjalan sambil membawa segelas teh di tangannya.
“Ini, Dek diminum dulu. Ibu lihat kamu capek banget.” ibu tadi meletakkan gelasnya diatas meja yang berada di samping Kaila.
“Ya ampun, Bu gak usah repot-repot. Saya kan cuma numpang duduk di sini.”
“Nggak papa. Ibu cuma kasihan lihat kamu yang kecapekan. Diminum, mumpung masih anget.”
“Iya, Bu terima kasih.” Kaila lantas mengambil gelas tersebut dan mulai menyesap sedikit dari teh hangat tersebut.
“Kamu dari mana, kok masih pakai seragam sekolah?” Ibu-ibu pemilik warung tadi memulai pembicaraan sesaat setelah Kaila kembali meletakkan gelasnya.
“Tadi pulang sekolah langsung ke rumah sakit, Bu. Jadi gak sempet ganti baju.” Kaila membalas dengan menampilkan seulas senyumnya.
“Ya Allah, kamu sakit?” Si ibu bertanya dengan nada khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
SADEWA ✔️
Teen FictionKecelakaan yang menimpa Kaila dan neneknya menyebabkan kaki sang nenek dinyatakan lumpuh secara permanen oleh dokter. Sejak kecelakaan itu pula gadis itu tiba-tiba merasakan kehadiran bayangan misterius yang tak bisa dirasakan oleh orang lain. Bayan...