34. DATAR DAN DINGIN

635 54 0
                                    

34. DATAR DAN DINGIN

Di sebuah halte bus yang sepi itu tempat Kaila berada saat ini. Dirinya baru saja mengunjungi rumah Vera setelah Adam mengabari dirinya jika Vera terkena gejala tifus. Tapi ia juga tak bisa berlama-lama berada di rumah Vera, masih ada pekerjaan yang menunggunya di kafe. Jadi ia memutuskan untuk pamit setelah Vera selesai sarapan dengan penuh paksaan dari Adam.

Kaila melirik jam tangannya sekali lagi. Ia sudah melakukan hal tersebut berulang kali dalam kurun waktu sepuluh menit ini. Dan selama itu pula bus yang ia tunggu tak kunjung menampakkan diri. Tak berapa lama, suara motor terdengar mendekat ke arah halte di mana Kaila berdiri saat ini. Kaila sangat mengenali motor itu, pun dengan si pengendaranya. Ia tak menghiraukan sosok yang telah turun dari motor dan kini berjalan ke arahnya itu. Fokusnya hanya satu. Menunggu bus dan segera pergi dari tempat tersebut.

“Hai.” Kaila tak menghiraukan sapaan yang jelas ditujukan untuknya itu. Karena di halte itu memang hanya ada mereka berdua. Matanya kini beralih menatap pemandangan yang menyuguhkan kesibukan jalanan di depannya.

“Kai, lo kenapa—” Orang itu memegang lengan Kaila saat akan kembali berkata. Namun, belum sempat kalimat itu terucap sempurna, bus yang sedari tadi telah dinantikan kehadirannya oleh Kaila akhirnya datang dan berhenti tepat di depannya.

Kaila melepaskan tangan yang melingkari lengannya itu tanpa menatap si pemilik tangan. “Maaf, busnya udah datang. Aku duluan.” Tanpa berkata lagi, dan bahkan tanpa menoleh, Kaila langsung memasuki bus tersebut dengan langkah cepat. Meninggalkan sosok yang masih berdiri kaku di halte itu sibuk dengan pikirannya.

Setelah bus melaju, Kaila tak bisa lagi untuk menahan air mata yang telah menggenang sejak tadi di pelupuk matanya. Kenapa ia harus bertemu orang itu lagi? Dan kenapa dia tadi bisa tiba-tiba datang menghampirinya?

Suasana di dalam bus yang cukup sepi karena hanya ada beberapa penumpang cukup membuat Kaila tak merasa segan untuk mengeluarkan air matanya di tempatnya duduk saat ini. Apa yang harus ia lakukan setelah ini? Haruskah ia terus menghindar?

Kepala Kaila terasa berat saat memikirkan itu semua. Entah sudah berapa lama bus melaju, yang pasti saat bus berhenti di halte yang berada tak jauh dari kafe, ia bisa melihat jika penumpang di dalam bus tersebut telah bertambah dari jumlah orang saat ia naik tadi.

Untuk saat ini Kaila harus fokus pada nilainya dan juga pada keadaan neneknya. Karena tidak ada yang lebih penting dari kedua hal tersebut sampai sejauh ini. Ia cukupkan pikirannya yang masih terus memikirkan sosok tadi.

şşş

Beberapa panggilan tak terjawab dan sekian puluh pesan yang belum terbaca langsung memenuhi bilah notifikasi aplikasi WhatsApp milik Kaila. Dirinya baru saja sampai di rumah setelah seharian berada di kafe dan tak sempat menyentuh ponsel. Tanpa menghiraukan notifikasi tersebut, Kaila melesat menuju kamar neneknya. Baru setelah itu ia akan membersihkan tubuh dan memasak untuk makan.

Pukul setengah sembilan, Kaila baru bisa benar-benar istirahat di atas tempat tidurnya. Setelah selesai memasak dan membantu neneknya minum obat, ia masih harus mencuci baju yang memang biasa ia lakukan saat malam hari setiap dua hari sekali. Itu pun jika Kaila memiliki waktu lebih untuk mencuci. Jika tidak, ia bisa menumpuk pakaian kotornya hingga lima hari jika ia memang benar-benar sedang sibuk.

Baru saja memejamkan matanya, ponsel yang seharian ini belum ia sentuh sama sekali bergetar. Dengan pelan ia bangkit dari posisinya dan mengambil ponsel yang masih berada di dalam tas yang ia gunakan tadi.

Pesan dari Vera rupanya. Kaila lantas membuka aplikasi hijau itu dan langsung membuka ruang chatnya dengan Vera yang memang berada di paling atas.

SADEWA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang