33. ESCHEW

580 47 0
                                    

33. ESCHEW

Vera dan Adam telah pamit terlebih dahulu setelah Vera mendapatkan telepon dari Ibunya untuk segera pulang. Kini tinggal Kaila sendiri di meja yang ia tempati bersama pasangan kekasih tadi. Ia masih merasa lelah untuk sekedar berjalan sampai rumah. Jika pun ia ingin membantu bekerja, pasti nanti Yuda akan memarahinya karena ia baru boleh kembali bekerja esok hari.

Gadis itu terdiam saat kembali teringat dengan video yang tadi Adam tunjukkan padanya. Pikirannya yang semula telah merasa bebas setelah ujian, kini kembali penuh hingga membuatnya pusing saat mengingat gambar yang terputar dalam video tadi.

Awalnya ia masih ragu dengan keaslian video tersebut, namun setelah Adam menjelaskan jika ia mendapatkan video tersebut dari beberapa sumber langsung, mau tidak mau Kaila harus percaya dan juga harus mau menanggung risikonya. Terkejut, tidak percaya, dan sedikit sakit hati. Itulah beberapa hal yang kini dirasakan Kaila.

“Kaila!” Kaila mengangkat kepalanya saat suara yang tak asing terdengar di telinganya. Ia bisa melihat beberapa temannya yang juga bekerja di sini datang menghampiri meja yang ia tempati. Mereka semua juga masih mengenakan seragam sekolah mereka.

Kaila hampir lupa jika tadi Damar mengatakan mereka akan mengadakan pertemuan di kafe setelah ujian selesai melalui grup WhatsApp. Dan kini Damar telah datang bersama Laras dan Intan.

“Loh, udah dari tadi lo, Kai?” Damar yang pertama kali bertanya setelah mendudukkan dirinya di samping Kaila.

“Iya. Tadi sama Vera juga di sini, tapi dia pulang duluan.” Damar hanya mengangguk saat ia melihat jika di atas meja tersebut juga ada dua gelas kosong selain milik Kaila.

“Gimana ujian kalian? Lancar 'kan?” Laras bertanya sambil menatap satu per satu teman seperjuangannya.

“Alhamdulillah lancar sampe hari terakhir tadi. Cuma dua hari yang lalu listrik sekolah sempet mati dan servernya jadi error gitu, tapi it's okay sih. Gak terlalu berpengaruh sama data dan jawaban yang udah kita isi juga.” Intan menjawab pertama kali.

“Ngaret dong waktunya?” Damar menanggapi ucapan Intan setelah gadis itu menyelesaikan ucapannya.

“Iya sih, tapi cuma ngaret lima belas menit aja kok. Dan untungnya lagi itu pas udah sesi terakhir, jadi gak khawatir kalo selesainya makin sore.” Ketiga orang di sana hanya mengangguk kecil.

“Kalo gue malah salah jadwal.” Ucapan Damar kali ini berhasil menarik perhatian ketiga temannya.

“Hari Senin itu kan gue dapet yang sesi ketiga, lah gue berangkatnya pas jam buat yang sesi kedua. Pas sampe ke sekolah gue bingung soalnya temen-temen gue pada gak ada. Eh tiba-tiba dikasih tau sama anak yang beda kelas kalo gue harusnya sesi ketiga. Sumpah itu gue rasanya malu banget. Apalagi pengawasnya dari luar sekolah kan, makin malu dah gue.” Intan dan Laras langsung menyemburkan tawanya begitu Damar selesai bercerita. Sementara Kaila hanya tersenyum lebar. Tertawa bukan keahliannya.

“Nah elo sendiri gimana, Ras?” Laras masih berusaha menghentikan tawanya saat Intan bertanya padanya.

“Gue gak ada hal yang menarik sih. Gitu-gitu aja deh kayaknya. Oh, iya gue hampir lupa.” Intan dan Damar sontak memasang kuping mereka lebar-lebar guna mendengar cerita Laras.

“Sekolah gue kan kertas buat presensi kehadiran itu diputer pas lagi ujian. Jadi itu kertas bisa aja sampe di gue pas gue lagi ngerjain soal gitu. Nah, pas hari apa gitu gue lupa, kan itu kertas baru aja sampe di gue dan gue lupa gak bawa pulpen. Gue minjem lah sama temen sebelah gue buat ngisi presensi itu. Tiba-tiba pengawas ruangan gue yang tampangnya sangar banget datengin gue. Gue udah dituduh macem-macem sama dia. Nyontek lah, tanya jawaban lah, gak jujur lah, pokoknya dia nuduh yang macem-macem gitu deh. Nah pas temen gue udah ngasih itu pulpen ke gue, itu guru langsung kicep terus tiba-tiba pergi gitu aja. Kesel juga dong gue.” Laras jelas berkata dengan nada yang kesal.

SADEWA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang