39. PARENTS?

691 50 0
                                    

39. PARENTS?

“Hai.” Suara lembut itu menyapa rungu Kaila. Tatapannya masih terpaku pada sosok di sampingnya. Jadi, dia adalah pemilik sosok bayangan yang sempat menjaganya itu?

“Lo bisa tidur lagi kalau masih lemes. Gue tau lo butuh banyak tenaga buat besok.” Tangan Kaila bisa merasakan usapan lembut dan senyum manis pemiliknya.

“Gue udah ngasih tau Pak RT tadi soal nenek lo. Maaf.” Kaila memberanikan dirinya untuk menatap mata yang kini memandangnya dengan sayu itu.

“Makasih, De. Maaf udah bikin kamu repot.” Dewa menggeleng. Bukan Kaila yang seharusnya minta maaf, tapi dirinya.

“Gue yang harusnya minta maaf sama lo, Kai. Ini semua terjadi karena gue. Gue orang yang paling bersalah di sini. Gue minta maaf.” Kedua tangan Dewa kini menggenggam erat tangan Kaila, seolah ia akan kehilangan Kaila dalam waktu dekat.

“Kamu nggak perlu menyalahkan diri kamu terus. Ini semua takdir yang udah digariskan. Nggak bakal ada yang tau tentang segala hal yang akan terjadi dalam hidup kita, De.” Tangan Kaila membalas genggaman erat itu.

“Sekarang nenek di mana?”

“Nenek lo udah dibawa ke rumah pas lo masih pingsan. Maaf gue gak izin lo dulu. Soalnya pihak rumah sakit juga bilang kalau jenazah harus segera dibawa ke rumah duka. Lo gak perlu mikirin biaya selama lo sama nenek lo di sini.”

“Tapi kamu nggak perlu lakuin itu semua, De.”

“Cuma itu yang bisa gue lakuin buat kalian. Apalagi sekarang lo cuma sendirian. Mungkin maaf aja gak akan cukup buat gantiin semua yang lo miliki. Tapi gue rasa gak ada lagi cara lain untuk menebus semua kesalahan gue.”

“Makasih, De makasih.” Dewa ikut tersenyum melihat gadis yang ia cintai itu tersenyum hangat padanya.

șșș

Tepat pukul satu siang, jenazah nenek Kaila dikebumikan. Tidak ada saudara ataupun kerabat yang hadir. Hanya para tetangga dan teman-teman Kaila. Setelah proses pemakaman selesai, para pelayat mulai meninggalkan area pemakaman. Kini hanya tinggal beberapa orang yang masih berada di tempat tersebut.

Kaila yang masih terus menangis hanya bisa menatap gundukan tanah yang terdapat papan kayu bertuliskan nama neneknya itu dengan lemah. Kini, ia benar-benar sendirian. Tidak ada lagi teman berbagi cerita, tak ada lagi sosok yang menjadi tempatnya bersandar.

“Kai, kita pulang ya.” Kaila masih tak mengalihkan tatapannya dari gundukan tanah basah itu. Hatinya masih sesak.

“Kai, pulang ya. Temen-temen lo udah nunggu di rumah.” Beruntungnya Dewa karena kini ia berhasil membujuk Kaila untuk pulang. Gadis itu telah bangkit dari posisi awalnya. Dewa yang melihat itu lantas menuntun tubuh lemah Kaila menuju rumah gadis itu.

Sampai di rumah, orang-orang yang tadinya tengah sibuk membereskan rumah lantas menghampiri Kaila. Teman-temannya memang lebih dulu meninggalkan pemakaman begitu prosesi pemakaman telah selesai. Melihat Kaila yang langsung dihampiri oleh teman-temannya, Dewa memilih menyingkir untuk membantu para tetangga yang juga tengah membereskan rumah Kaila.

Setelah selesai, para tetangga mulai pamit pulang. Dan kini hanya menyisakan teman-teman Kaila beserta Dewa yang tengah duduk di luar rumah.

“De, kita mau pamit dulu ya.” Suara teman sekelas Kaila membuat Dewa bangkit dari duduknya.

“Oh, iya. Makasih udah nyempetin dateng ke sini.”

“Sama-sama. Bilangin juga sama Kaila, maaf kita gak bisa lama-lama di sini. Soalnya mau latihan di sekolah.” Dewa hanya mengangguk. Teman-teman satu kelas Kaila memang datang ke rumah dengan memakai seragam sekolah. Mereka telah datang sejak pagi, dan memang berencana untuk berlatih di sekolah sepulang dari rumah Kaila.

SADEWA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang