22. TIGA TAHUN SEKOLAH
“Nggak usah, Vera.” Kalimat tersebut telah berulang kali dilontarkan Kaila pada Vera.
“Gak mau tau. Intinya gue bakal tetep nyari tau tentang kasus itu, mau dengan izin lo ataupun enggak gue bakal tetep nyari tau.” Berulang kali pula Vera memaksakan pendapatnya.
“Lagian lo kenapa diem aja sih, Kai? Lo gak penasaran sama pelakunya? Lo juga gak penasaran kenapa mereka gak ada tanggung jawab apa-apa ke elo?” Kaila menghela nafas. Beginilah jadinya jika ia menolak pendapat Vera. Sahabatnya itu selalu saja mempunyai berbagai alasan agar ia mau menerima pendapatnya.
“Terus juga, lo gak curiga kenapa waktu itu gak ada polisi yang menangani kasus ini sama sekali?”
“Gini ya, Vera. Aku emang penasaran sama pelaku itu. Aku juga bingung kenapa gak ada polisi yang turun tangan. Tapi aku gak terlalu mempermasalahkan itu semua. Kenapa? Karena aku tau, suatu saat kalau pelaku itu merasa bersalah pasti bakal nemuin aku atau malah nenek.” Vera mendengkus.
“Serah lo deh. Yang penting gue bakal tetep nyari si pelaku itu. Dan kalo misal gue ketemu sama pelaku itu, langsung deh gue seret ke depan lo.” Kaila tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Lihat kan, ia sudah mengeluarkan kalimat dengan tolakan halus pun tidak akan berpengaruh pada kehendak Vera.
“Iya-iya. Makasih niat baik kamu, Ver.”
“Sama-sama Kailaku yang cantik. Oh iya, Kai. Lo beneran jadi ngajarin si Dewa?” Tiba-tiba saja Vera bertanya mengenai hal tersebut.
“Iya, kenapa?”
“Gak sih, cuma penasaran aja. Lagian ya si Nanta kan pinter, kenapa dia gak minta ajarin Nanta aja? Ribet emang tuh orang. Ngerepotin orang mulu.” Kaila sudah menebak dalam hati jika Vera pada akhirnya hanya akan mengatai Dewa.
“Dia waktu itu bilang kalau Nanta gak mau ngajarin dia. Males katanya. Lagian aku juga gak keberatan kok kalau ngajarin dia. Selagi hal yang aku lakuin itu bermanfaat buat orang lain, kenapa enggak?”
“Iya deh iya. Tapi ati-ati aja ya lo. Siapa tau karena lo ngajarin Dewa kaya gini kalian jadi makin deket terus abis itu jadian deh.” Kalimat tersebut diakhiri dengan tawa keras Vera yang langsung berlari keluar kelas sebelum Kaila melayangkan serangan padanya.
Sementara Kaila hanya menatap langkah Vera yang telah keluar kelas dengan wajah kesal.
“Satu lagi, Kai. Kalo lo udah jadian jangan lupa kasih tau gue ya.” Vera menyembulkan kepalanya di pintu kelas saat mengucapkan kalimat tersebut. Tapi gadis itu langsung kembali berlari kencang saat melihat Kaila yang bersiap berdiri dari posisi duduknya.
Kembali menghela napas, Kaila mengambil ponsel yang berada di laci mejanya. Beberapa hari lalu saat ia mengajarkan materi fisika pada Dewa di kafe, laki-laki itu sempat memintanya untuk menghubungi jika Kaila ada waktu kosong untuk mengajarinya. Jadilah kini Kaila mengambil ponselnya untuk menghubungi laki-laki itu.
Kaila
DewaHanya satu kata tersebut yang berhasil Kaila kirimkan ke nomor Dewa. Dua menit berselang muncul balasan dari laki-laki tersebut.
Sadewa
Kaila bukan ya?Kaila
IyaSadewa
Oh iya. Kenapa, Kai?Kaila
Kalau nanti istirahat kedua di perpus kamu bisa nggak?Beberapa detik tak kunjung mendapat jawaban, Kaila meletakkan ponselnya di atas meja dan mengambil kotak makan yang ada di dalam laci mejanya. Kotak makan berwarna biru muda yang didalamnya berisi roti dengan selai stroberi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SADEWA ✔️
Teen FictionKecelakaan yang menimpa Kaila dan neneknya menyebabkan kaki sang nenek dinyatakan lumpuh secara permanen oleh dokter. Sejak kecelakaan itu pula gadis itu tiba-tiba merasakan kehadiran bayangan misterius yang tak bisa dirasakan oleh orang lain. Bayan...