13. DIA YANG TELAH PERGI

938 71 0
                                    

13. DIA YANG TELAH PERGI

Raut bahagia masih tercetak jelas di wajah wanita berusia empat puluh tahun itu. Air mata tanda kebahagiaan juga tak hentinya mengalir membasahi kedua pipinya.

"Akhirnya kamu sadar, Sayang. Mama kangen sama kamu. Mama takut karena kamu tidurnya lama banget. Tapi. sekarang Mama seneng karena kamu udah kembali." Wanita yang baru beberapa menit memasuki ruangan bernuansa bercat hijau itu bergerak memeluk tubuh seorang laki-laki yang masih terbaring di atas ranjang.

"Aku juga kangen sama Mama." Tangan laki-laki itu membalas pelukan sang ibu, mengelus punggung ibunya yang masih bergetar kecil karena tangis yang belum reda.

Sementara laki-laki lainnya yang berdiri di sisi ranjang hanya bisa menampilkan senyum haru sekaligus bahagianya melihat adegan tersebut.

"Kula pamit dulu, Assalamualaikum." Meski ia yakin jika tidak akan mendapatkan jawaban dari kedua orang itu.

Dua menit berikutnya pelukan tersebut baru terlepas. Air mata sudah berhenti mengalir di wajah wanita itu, tapi wajah bahagia masih terlihat jelas di sana.

"Loh, Kula kapan perginya?" Wanita itu bertanya, seakan baru menyadari jika laki-laki yang tadi berdiri di sisi ranjang sudah tidak ada.

"Tadi, pas Mama masih peluk aku. Dia juga bilang salam tadi." laki-laki yang masih berbaring itu menjawab, membuat sang ibu menoleh padanya.

"Bener? Kok Mama gak denger ya?"

"Mama sibuk nangis sih."

"Sebentar ya, Sayang. Mama mau bilang ke papa kamu dulu kalau kamu udah sadar." Laki-laki itu hanya mengangguk. Membiarkan sang ibu bermain dengan benda tipis persegi panjangnya.

"Ma, kapan aku balik sekolah?" Setelah beberapa saat terjadi hening, pertanyaan itu akhirnya keluar. Membuat keheningan yang tadi tercipta sirna.

"Kamu baru sadar tadi pagi, Sayang. Dokter bilang kamu masih harus melewati masa pemulihan dulu. Kamu juga harus belajar jalan, karena otot dan saraf kaki kamu udah mulai kaku setelah kamu koma selama sepuluh hari." penjelasan itu membuat laki-laki itu menghela nafas.

"Jadi masih lama ya? Gak bisa dua atau tiga hari lagi gitu?" Wanita itu tersenyum. Sifat keras kepala anaknya yang satu itu kembali setelah sepuluh hari tak ia rasakan.

"Gak bisa, Sayang. Paling cepet mungkin satu minggu buat masa pemulihan."

"Huh. Iya deh, bener ya cuma seminggu." Wanita itu hanya mengangguk sambil tersenyum.

ýýý

Ramai. Itulah kata yang sekiranya bisa mewakili keadaan kantin saat ini. Bel istirahat pertama yang baru berbunyi beberapa menit yang lalu langsung membuat pasukan yang kelaparan itu bergerak cepat menuju kantin. Saling adu cepat agar bisa mendapatkan makanan yang membuat perut mereka berhenti bersorak.

Dan diantara ramainya suasana kantin itu, Kaila telah duduk di salah satu meja. Ia duduk sendirian karena Vera sedang memesan makanan untuk mereka berdua. Kesendirian Kaila berhenti kala seorang laki-laki duduk di kursi yang berhadapan dengannya.

"Kamu, Kaila?" Laki-laki itu bersuara. Membuat Kaila mengangkat kepalanya.

"Iya." Kaila mengernyit bingung saat melihat laki-laki yang duduk bersamanya saat ini. Dia adalah laki-laki yang kini masih menjabat sebagai ketua OSIS. Ia juga bingung dengan tujuan laki-laki itu menghampirinya.

"Saya cuma mau bilang maaf karena kemarin saya terlambat datang." Kaila awalnya bingung dengan maksud ucapan laki-laki itu, tapi setelah mendengar nama seseorang yang disebutkan, ia jadi paham ke mana arah pembicaraan kali ini.

"Bella sudah mendapat SP dari kepala sekolah tentang kejadian kemarin. Saya yang melaporkan kejadian kemarin pada kepala sekolah karena menurut saya kelakuan Bella sudah melampaui batas pada kamu. Maaf jika saya tidak meminta pendapat kamu dulu tentang hal ini." Kaila mengangguk sambil tersenyum. Ia malah berterima kasih pada laki-laki di depannya itu.

SADEWA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang