16. SADEWA PRANATA

1K 79 0
                                    

16. SADEWA PRANATA

“Berat banget, Ya Allah. Gak mau lagi deh gue kalo harus ngangkat cewek kaya tadi,” gerutu seorang laki-laki yang kini berdiri di depan ruang bertuliskan UKS sambil memijat ringan bagian lengan atasnya.

Tangannya terasa kebas setelah mengangkat seorang perempuan dari kamar mandi hingga ke UKS yang jaraknya tidak bisa dikatakan dekat. Dan ya, perempuan itu adalah Kaila.

“Kak, saya tinggal dulu ya. Kakaknya mungkin bakal sadar sebentar lagi, saya udah siapin obat di atas meja sama minumnya sekalian.” Suara seseorang dari belakang membuat laki-laki itu menoleh.

“Loh, kenapa gak ditungguin sampai sadar aja. Katanya sebentar lagi sadar?” Perempuan yang tengah membenahi ikatan rambutnya itu menghela napas.

“Kelas saya ada ulangan di jam ini, Kak. Kakak tau kan gimana jadinya Pak Anton kalau ada yang sampai telat masuk kelas?” Laki-laki itu mengangguk. Membenarkan ucapan adik kelas di depannya itu tentang Pak Anton, guru matematika yang galaknya melebihi galaknya seorang Kak Ros dalam serial kartun bocah kembar berbaju kuning dan biru.

“Hm. Buruan sana, katanya ulangan.” Tangan laki-laki itu dikibaskan ke arah perempuan tadi. Seakan menyuruh adik kelasnya itu agar segera pergi.

“Gila, baru juga berapa hari bebas dari bau kaya gini. Sekarang harus masuk UKS lagi.” laki-laki itu berdecak saat memasuki UKS. Indra penciumannya seketika mencium bau obat-obatan yang sangat menusuk di hidung.

“Lah, ini kan cewek yang tadi gue tabrak. Gila, apes bener nasib ini cewek. Udah tadi gue tabrak, sekarang sampe pingsan gegara diterkam sama macan PMS.” Untuk sesaat, laki-laki itu terdiam. Mengamati wajah Kaila yang kini tengah berbaring tak sadarkan diri di atas ranjang UKS.

Sesuatu di dalam hatinya seperti mengatakan suatu hal yang entah apa itu. Tapi yang jelas, ia merasa seperti ada yang ingin keluar dari dalam dirinya saat ia menatap wajah Kaila. Sesuatu seperti, ah sudahlah lupakan.

Saat pikirannya masih sibuk dengan hal yang terjadi dengan dirinya, laki-laki itu dikejutkan dengan suara rintihan yang keluar dari mulut Kaila.

“Eh, udah bangun toh.” Laki-laki itu dengan sigap mengambil teh hangat yang berada di atas meja di samping ranjang.

Kaila menerima gelas berisi teh itu kemudian meminumnya. Setelah menghabiskan setengah bagian, ia kembali menyerahkan gelas itu pada laki-laki yang berdiri di sampingnya.

“Makasih,” ucap Kaila pelan. Kepalanya ia tundukkan, rasa sakit di kepalanya belum juga berkurang. Tarikan tangan Bella pada rambutnya memang sangat kuat tadi, hingga membuat rasa sakit itu belum hilang hingga sekarang.

“Kepala lo sakit ya?” Kaila langsung mengangkat kepalanya saat suara laki-laki itu kembali terdengar. Perlahan kepalanya mengangguk sebagai jawaban.

“Ck. Emang minta gue bunuh itu macan PMS. Hobi kok bully orang, gak ada hobi lain apa ya.” Kaila sedikit mengangkat sudut bibirnya saat laki-laki di sampingnya itu berbicara. Ia berbicara seolah-olah tidak ada orang lain di sana.

“Eh iya sampe lupa kan. Minum dulu nih obatnya, gue tau itu kepala lo masih cenut-cenut gara-gara tangan macan tadi.” Kaila kembali tersenyum mendengar kalimat tersebut.

Kaila segera menelan obat yang diberikan laki-laki di sampingnya itu kemudian menenggak air putih.

“Makasih sekali lagi. Kamu boleh ke kelas lagi kok, aku gak papa sendirian di sini.” Kaila berusaha tersenyum saat mengucapkan terima kasih pada laki-laki itu.

“Oke deh, Kail. Gue balik ya. Kalau butuh apa-apa panggil aja nama gue tiga kali. Siapa tahu gue tiba-tiba beneran dateng ke sini.” Perkataan itu lantas membuat laki-laki tersebut tertawa. Kaila juga hanya bisa tersenyum, karena kepalanya akan kembali terasa sakit jika ia tertawa.

SADEWA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang