12. SADAR

937 71 1
                                    

12. SADAR

Malam hari, Kaila sudah berada di atas kasurnya bersama Misha. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh saat Kaila berusaha menutup matanya. Namun hal itu tertahan karena Misha yang tiba-tiba menyebut namanya. Seolah-oleh tidak ingin Kaila terlelap dalam mimpinya terlebih dahulu.

“Kaila ….”

Mata Kaila yang sempat tertutup langsung terbuka kembali ketika suara yang memanggilnya itu terdengar. Namun ia hanya diam, seakan menunggu hal lain yang mungkin akan terucap dari bayangan hitam di sampingnya itu. Sapuan lembut bisa Kaila rasakan di kepalanya.

“Waktuku sudah habis, Kaila.” Kaila yang semula masih menutup matanya akibat sapuan lembut itu sontak membuka lebar kedua matanya.

“Apa maksudmu?” Hening terjadi beberapa saat setelah Kaila melontarkan pertanyaannya.

“Waktuku untuk menjaga dan membantumu telah habis. Mulai besok aku tidak akan berada di sisimu lagi, aku harus kembali ke tubuhku.” Entah apa yang sebenarnya terjadi, tetapi Kaila merasakan sesuatu yang sedikit menyayat hatinya kala mendengar kalimat tersebut. Ia merasa seakan-akan kalimat tersebut adalah kalimat perpisahan paling menyakitkan yang pernah ia dengar.

“Jika aku boleh bertanya, siapa manusia tempat asalmu itu?” Kaila bertanya sebenarnya hanya untuk mengalihkan sedikit rasa sakit yang ia rasakan di hatinya.

“Sudah pernah kukatakan, kau tidak perlu tahu siapa manusia tempatku berasal. Kau pasti akan bertemu dengannya suatu saat nanti, aku yakin itu.”

“Apa kau tidak bisa menundanya? Mungkin untuk lusa.” Kaila mencoba bernegosiasi, walaupun ia tak yakin jika bayangan hitam itu akan mengiyakan ucapannya.

“Tidak bisa, Kaila. Waktuku hanya sampai hari ini. Dan besok pagi aku sudah harus kembali ke tubuhku.”

“Baiklah, aku juga tidak mungkin bisa menahanmu lebih lama lagi 'kan?” Kini Kaila bisa merasakan dekapan erat di tubuhnya.

“Maafkan aku, tapi memang waktuku hanya sampai hari ini. Aku berjanji jika suatu saat kita akan bertemu kembali.” Perlahan namun pasti, air yang entah sejak kapan menggenang di pelupuk mata Kaila mulai meluncur deras membasahi pipinya. Isakan kecil mulai keluar dari bibir Kaila.

Hey, don't cry. Kau harus bisa menjalani hidupmu, Kaila. Nenekmu membutuhkan bantuanmu. Dan aku yakin jika nantinya akan ada seseorang yang datang di kehidupanmu, entah kapan itu.” Dekapan hangat itu terasa kian erat di tubuh Kaila.

“I trust you.” Kedua tangan Kaila perlahan mulai melingkari bayangan hitam itu. Menumpahkan segala beban di hatinya dalam dekapan hangat dan nyaman itu.

“Sekarang kau tidur. Aku tidak ingin jika kau terlambat bangun besok pagi karena aku sudah tidak ada.”

“Terima kasih, kau telah menemaniku, membantu dan menjadi temanku selama ini. Aku tidak pernah membayangkan akan pernah bisa bertemu dengan bayangan hitam sepertimu dalam hidupku. Sekali lagi, terima kasih.” Kaila mengakhiri kalimatnya dengan lengkungan senyum.

“It's okay, it's been my duty.” Kaila terkejut, sangat terkejut kala merasakan sesuatu yang menyentuh keningnya. Terasa seperti bibir, mungkin.

Matanya yang semula telah tertutup untuk menjemput mimpinya sontak terbuka saat merakasan hal tersebut.

Good night, Kaila. Maaf jika aku lancang.” Detik berikutnya Kaila kembali menutup matanya bersamaan dengan dekapan dari bayangan hitam itu kian membuat tubuhnya hangat di cuaca malam yang dingin.

îîî

Jarum panjang yang terkurung dalam lingkaran yang dipenuhi angka itu terus bergerak. Jarum paling pendek mengarah tepat pada angka dua, sedangkan salah satu jarum yang panjang mengarah tepat pada angka dua belas. Sementara satu jarum panjang lainnya terus bergerak tanpa mengenal lelah, tak menghiraukan kedua temannya yang berhenti di satu tempat.

SADEWA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang