19. kebenaran yang tak terbilang

2.1K 251 43
                                    

"Nggak Yer!"



"Ra bentar dulu..."



Lototan gue seakan nggak ada artinya di depan Yera.




Padahal keputusan gue udah bulat banget kalau gue nggak akan menggugurkan janin ini. Gue udah memantapkan hati gue untuk menjaga janin gue. Dan Yera dengan seenak hati dan mulutnya main nyuruh gue menggugurkan bayi ini?




Gue pikir Yera udah gila!!!




"Gue nggak mau aborsi Yera! Lo gila ya?! Itu dosa tau!" Gue terpekik tertahan. Merasa Yera udah kehilangan akal karena nyuruh gue ngelakuin hal yang berdosa besar itu.




Yera melunak dari yang wajahnya tegang dan kaku menjadi tenang dan lembut. Dia meraih kedua tangan gue dan menggenggamnya erat.



Menatap kedua mata gue sembari meyakinkan lewat pantulan bayangan masing-masing bahwa gue harus ngelakuin hal dosa itu.



"Hira. Lo dengar ya, gue anjurin lo harus aborsi janin itu. Kenapa? Lo jangan mikir gue bawa pengaruh buruk. Jangan dulu. Alasan gue nyuruh lo aborsi karena gue sayang sama janin yang ada di dalam rahim lo"




Kepala gue memiring. Merasa bingung sekaligus tidak mengerti dengan ucapan Yera barusan.



"Asal lo tau..." Yera tertunduk lemah. Dapat gue lihat ia menangis sesenggukan. Yera menangis dalam diam.



"Yera lo kenapa? Lo kok nangis?"



Gue berusaha meraih pundak bergetar itu, mengusapnya dengan lembut dan menenangkannya.


Kepala Yera terangkat. Menghapus jejak air matanya, dan menghirup oksigen sebanyak mungkin lalu ia hembuskan dengan perlahan. Seakan Yera menguatkan dirinya sendiri.


Dia tidak meminta gue untuk menguatkan dirinya. Seakan Yera sudah sering bersedih dan memulihkan dirinya seorang diri tanpa bantuan orang lain.


"Yer lo kenapa? Jangan nangis gini gue khawatir" Kata gue lirih.

"Ra gue pernah ada di posisi yang sama kaya lo"

Ucapan Yera barusan tidak mampu menahan gue untuk tidak mengerutkan kening. Otak gue masih belum nyambung.

"Lo pernah kabur dari rumah kaya gue?" Tebak gue asal-asalan.

Yera menggeleng. Air matanya kembali keluar.

"Ih... Udah dong..." Malah gue yang merengek meminta Yera untuk tidak menangis lagi. Karena jujur melihat sahabat gue yang selalu ceria tiba-tiba menangis itu sangat sakit. Seakan sesuatu dalam diri gue juga ikut menangis.



"Gu-gue pernah hamil Ra! Gue pernah hamil di luar nikah!"


Seakan petir menghantam langit di tengah cuaca cerah. Kalimat yang frontal keluar dari mulut Yera tadi tak pelak membuat gue menutup mulut tak percaya.


Kebenaran yang selama ini Yera tutupi kini terbongkar. Gue nggak percaya sama sekali dengan ucapan Yera. Rasanya gue ingin menentang, menyuruh Yera menghentikan leluconnya karena sama sekali nggak lucu.


Tapi niat itu seakan tenggelam begitu saja saat gue melihat Yera kacau bagaikan kaca yang hancur berderai.


Kalau Yera pernah hamil. Lalu dimana bayinya? Dimana anak Yera?


"Yer... Lo-"

"Dan lo tau? Gue nyesal Ra! Gue nyesal pernah jadi cewek tolol yang mau aja ngasih kehormatannya ke cowok paling brengsek di dunia"

Pregnancy | Hwang Yunseong [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang