chapter 1

12.2K 718 67
                                    

☡ini hanya cerita fantasi, ditulis untuk kesenangan semata, tidak perlu dianggap serius☡

Sinar matahari masuk mengintip diantara sela-sela korden yang bergerak karena terkena hembusan angin dari jendela yang sengaja dibuka. Jam dengan bingkai berwarna putih di dinding menunjukkan pukul 1 siang. Waktu dimana sang mentari tengah berada di titik atas kepala sehingga membuat suhu sekitar menjadi lebih panas.

Dari dalam ruangan bernuansa serba putih yang elegan itu, riuh aktivitas di luar tidak terdengar. Sayup-sayup kicauan burung terdengar hingga ke dalam karena mereka yang bertengger di dahan pohon dekat jendela.

Seokjin membuka matanya perlahan begitu merasakan sinar matahari siang yang menyilaukan mata. Ia mengerjap sesaat untuk mengembalikan seluruh kesadarannya. Kepalanya terasa sangat ngilu dan pening. Sekujur tubuhnya terasa lemas dan mati rasa. Ditambah perutnya yang berbunyi khas orang kelaparan.

Sesuatu terasa membalut kepalanya sehingga Seokjin berusaha menyentuhnya. Namun, tangannya terasa kebas sehingga Seokjin membatalkan niatnya.

Seokjin melirik ke arah ruangan tempatnya berbaring saat ini. Ia berbaring dalam sebuah ruangan dengan warna putih yang menjadi dominasi warna dinding. Pada tangan kirinya terpasang selang infus dan pakaiannya kini telah berganti dengan warna putih dengan bintik-bintik hijau khas pakaian rumah sakit.

“Kau sudah sadar?” tanya sebuah suara dari pintu masuk.

Seokjin sedikit menoleh dan mendapati seseorang dengan wajah yang nampak sebaya dengannya. Ia mengenakan kaos berwarna merah dengan garis-garis hitam dan celana kain berwarna coklat. Rambutnya tertata rapi dengan poni yang menutupi dahinya. Sosok itu menatap lekat Seokjin saat melangkah mendekat.

“A-aku” jawab Seokjin terbata.

“Ada sesuatu? Ada yang terasa sakit?” tanyanya sedikit panik.

Seokjin langsung menggeleng melihat orang dihadapannya itu tiba-tiba sangat panik sehingga kepalanya terasa sangat pening.

“Jangan menggerakkan kepalamu dulu” peringatnya mengembalikan kepala Seokjin ke posisi yang nyaman. “Lukanya baru saja ditangani malam tadi”

Seokjin tersenyum tipis. “A-aku, dimana?”

Sosok dihadapan Seokjin itu tertawa geli menampakkan sepasang gigi depannya yang nampak lebih besar dari gigi lainnya. Mengingatkan Seokjin pada hewan berbulu dengan telinga panjang itu. Seokjin lupa namanya.

Oh kelinci!

“Kau ada di ruang rawat rumah sakit” jawabnya.

Seokjin mengernyit. Ia tidak ingat kenapa bisa terluka di bagian kepala hingga diperban seperti ini dan dirawat inap di rumah sakit.

“Kenapa aku disini?”

Sosok itu menoleh pada Seokjin, menghentikan aktiitasnya untuk mengganti bunga di meja kecil dekat brankar tempat Seokjin berbaring. “Yah, aku dan temanku menemukanmu terluka jadi kami membawamu ke rumah sakit”

“Terimakasih”

Sosok itu mengangguk manis dan mengecek laju infus vitamin yang dipasangkan pada tubuh Seokjin.

“Ngomong-ngomong, aku belum tahu namamu”

Seokjin terdiam mengulum bibirnya. Ia ingat pesan ayahnya bahwa ia tidak boleh sembarangan menyebutkan namanya karena itu berbahaya. Ayahnya punya musuh dimana-mana yang bisa membahayakan keselamatan Seokjin.

“Tidak ingat?” tanyanya halus.

Seokjin terdiam kebingungan akan menjawab apa. Ia tidak enak dengan orang yang telah menolongnya itu tetapi ia ingat pesan ayahnya untuk tidak menyebutkan namanya sembarangan.

Winter Breeze [NamJin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang