chapter 26

2.6K 383 121
                                        

ini hanya cerita fantasi, ditulis untuk kesenangan semata, tidak perlu dianggap serius

"Huh?"

Seokjin menghentikan gerakan tangannya menggosok satu sama lain untuk mencoba menghangatkan tubuh ketika Taehyung menyodorkan sebuah kotak kecil berwarna coklat muda padanya. Seokjin mengernyit tak mengerti menatap kotak dengan satu pita berwarna lebih tua menghiasinya.

"Hadiah Saturnalia dariku" ucap Taehyung tetap dengan wajah datar tanpa ekspresi seperti hari-hari biasanya.

Seokjin menerima uluran kotak itu lantas membukanya itu perlahan. Kedua mata miliknya mengerjap perlahan melihat isi kotak pemberian dari Taehyung barusan. Dahinya mengernyit. "Lilin?"

Taehyung berdiri membelakangi Seokjin sembari merapikan jubah hitam yang ia selalu gunakan setiap hari saat melatih Seokjin. Latihan telah usai dan kini waktu telah menunjukkan pagi buta. Ia harus mengakhiri latihan sebelum siapapun tahu jika ia melatih putra dewi perang itu tanpa seizin dari pelatih resminya yaitu Praetor Namjoon. Itu adalah pelanggaran.

Seokjin berdiri dengan sebatang lilin dari Taehyung di tangannya. Lilin berukuran sedang berwarna emas dengan corak yang lebih tua. Memutar batang lilin itu sambil mengamatinya dengan teliti, Seokjin lalu menatap Taehyung menunggu jawaban.

"Kau mau aku memberimu boneka saja?" tanya Taehyung dengan wajah datarnya walau sedikit mengerutkan dahi mencoba untuk menelaah apa kiranya yang putra dewi perang itu inginkan sebenarnya. "Kau suka boneka beruang dari bulu lembut? Mau kuberi hadiah itu saja?"

Seokjin menggeleng pelan sambil menahan bergidik ngeri pertanyaan putra dari Pluto itu. "Tidak! Kupikir kau akan memberikan aku umm... ya... senjata mungkin? Bisa itu pedang? Busur panas juga tak menolak"

Taehyung menggeleng. "Saturnalia itu hari baik. Senjata berarti pertumpahan darah. Aku sudah lelah dengan pertengkaran. Itu hanya akan menimbulkan kesedihan"

Seokjin tertunduk mendengar ucapan dari Taehyung barusan. Menggigit bibirnya sebagai kebiasaan saat ia sedang berpikir suatu topik yang berat. Hati kecilnya tidak menampik jika setuju dengan pernyataan yang Taehyung lontarkan. Pertengkaran, pertumpahan darah, dan juga peperangan hanya akan menyisakan kesedihan.

Euforia dari kemenangan sering kali tidak sebanding dengan kerugian yang perlu ditanggung pasca peperangan usai.

Seokjin kadang merasa miris dengan hidup yang dijalaninya. Tumbuh besar tanpa ibu yang bahkan ternyata adalah seorang dewi perang. Minim kasih sayang dari ayah yang siaga sedia di perbatasan negara mencegah kemungkinan perang besar akan pecah.

Seokjin lahir dari ayah dan ibu penggemar peperangan. Namun, ia benci itu. Apakah ayah dan juga terutama ibunya akan bisa menerima itu? Seokjin yang berbeda dari mereka berdua. Terdengar menyedihkan.

"Menjaga lilin tetap menyala itu sulit" lirih Taehyung. "Sama sulitnya dengan menjaga manusia-manusia yang hidup di sekitarku"

Seokjin merinding. Ia bisa merasakan hawa maksud dari kalimat Taehyung. Sebagai anak dari dewa kematian, Seokjin yakin jika Taehyung sudah terlalu banyak berinteraksi dengan mahluk-mahluk astral tanpa nyawa yang hanya bisa dilihat oleh Taehyung saja.

"Ini mungkin terdengar menggelikan tetapi aku belakangan ini berpikir untuk hidup kembali" ucapnya dengan selingan tawa yang renyah. Seolah menertawakan dirinya sendiri yang cukup ironi sekarang ini.

"Itu tidak menggelikan!" bantah Seokjin cepat. "Aku mengapresiasi usahamu!"

"Menjaga nyala api dari lilin sebenarnya merepresentasikan sulitnya menjaga seseorang dalam hidup. Lilin menjadi lambang manusia. Sementara angin yang berhembus kencang melambangkan kendala dalam menjaga mereka"

Winter Breeze [NamJin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang