chapter 4

3.2K 524 84
                                    

ini hanya cerita fantasi, ditulis untuk kesenangan semata, tidak perlu dianggap serius

Malam ini lapangan latihan tampak lebih terang dari biasanya dan semua peserta di akademi memenuhinya bersama dengan para pelatih dan pembimbing. Lapangan luas itu terang benderang dan ramai.

Seokjin bisa mendengar sorakan dan teriakan heboh dari peserta demigod di akademi. Mengangkat tinggi kalung yang kini telah bersimbol sambil berlarian menyerukan nama pemilik dari simbol tersebut.

Romawi adalah bangsa yang tertib dan memiliki keteraturan tinggi. Namun, malam ini para pembimbing dan pelatih hanya diam di tepi lapangan membiarkan para peserta pelatihan di akademi bergembira.

Malam ini diberkati. Para orang tua baru menandai anak mereka sendiri. Orang yang sebelumnya tak saling mengenal kini merasa terikat dalam persaudaraan satu ayah ataupun ibu.

Sementara itu, Seokjin hanya bisa duduk diam di atas tanah lapangan. Matanya terus bergantian menatap suasana lapangan dan kalung perak miliknya yang kini telah terukir.

Sebuah helm besi perang, tombak dan obor

Seokjin tak perlu berlarian seperti yang lain untuk mencari saudaranya karena Seokjin sekarang adalah satu-satunya anak dari Bellona, sang dewi perang.

Begitu memasuki kawasan asrama Bellona, Seokjin disuguhkan dengan sebuah pekarangan yang tertata menjadi sebuah taman dengan satu bangku kayu panjang dan sebuah air mancur berukuran kecil.

Pada bagian tengah taman, Seokjin bisa melihat patung Bellona yang menaiki kereta kuda dengan tombak menghiasi depan kereta dan di pinggang wanita itu terpasang sebuah pedang. Sebuah sabuk melingkar di pinggangnya dengan dua wadah belati. Tangan kanan patung itu mengacungkan sebuah tombak. Intinya ada banyak sekali senjata dalam kereta itu.

Sama seperti bangunan lain di camp Romawi, asrama Bellona juga berdiri menggunakan dua tiang khas romawi di bagian depan, menggunakan batu pualam dan berlantaikan marmer di mana semuanya bernuansa putih.

Asrama milik Bellona tak terlalu besar. Mungkin karena memang jarang ada anak Bellona sehingga hanya dibangun sebuah asrama dengan dua lantai dimana di lantai satu hanya terdapat dua kamar dan pada lantai dua terdapat tiga kamar.

Meski tak berpenghuni, asrama itu tetap tampak bersih dan tertata. Seokjin yakin tetap ada yang datang membersihkan tempat ini walaupun tak ada satupun demigod yang tinggal di dalamnya.

Di bagian tengah asrama, terdapat lagi patung Bellona yang berdiri dengan tangan kanannya yang memegang pedang dan tangan kiri memegang perisai. Kedua senjata itu diletakkan sejajar dengan kedua kaki milik dewi peperangan tersebut.

"Kau bisa pakai kamar yang ini atau kamar lain di lantai atas, karena tak ada saingan, kau dibebaskan untuk memilih" ucap pembimbing pelatihan menunjukkan sebuah kamar yang paling dekat dengan pintu masuk.

Seokjin menganggukkan kepalanya pelan tanda ia telah mengerti.

Pembimbing itu meluruskan lengannya, menunjuk ke arah kamar paling ujung pada lantai satu. "Jangan pakai kamar yang itu"

Seokjin mengerutkan dahinya. "Bukankah aku bebas untuk memilih?"

"Itu perintah dari Praetor Namjoon Kim"

Upacara penandaan dan pengakuan tidak berarti segala latihan yang harus Seokjin jalani di akademi harus berhenti. Upacara malam itu hanyalah awal dari segalanya.

Winter Breeze [NamJin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang