chapter 17

2.5K 432 168
                                    

ini hanya cerita fantasi, ditulis untuk kesenangan semata, tidak perlu dianggap serius

Masih bersama putih pualam dan marmer. Meja bahan serupa dengan coraknya gelap. Bukuan tebal nan tua dengan aroma debu yang masuk ke dalam hidung. Ruang dinas. Gayanya klasik, tidak banyak isi dan biasa rapi tertata. Elegan dan mewah.

Seokjin duduk manis dengan kedua kaki terkatup rapat tanda ia beretika dan sosok yang sopan. Bahu lebar tertarik ke samping lalu punggung yang ditegakkan di hadapan pimpinan tertinggi Fulminata.

"Anak Apollo di sana bilang aku masih harus istirahat" ucap Praetor Namjoon sambil mendudukkan diri pada kursi lain yang berhadapan dengan putra dewi perang "Aku akan mengisi dengan materi"

"Juga materi?". Seokjin memberanikan diri bertanya sebab tak mengerti mengapa ia berkewajiban berhadapan dengan tumpuk buku sampul tebal dan isi jauh lebih tebal.

Praetor Namjoon menatap sekilas pada raga setengah dewa yang ia pilih sebagai murid latihannya. "Ujian pertama dalam perhelatan kelulusan adalah dalam ruang"

"Jika gagal maka harus berhenti?" tanya Seokjin terkejut "Sistem gugur, tidak bisa melanjutkan ke tahapan berikutnya"

"Ya". Putra Jupiter itu memberi jawaban "Untuk pengetahuan umum semua akan lolos, diadakan hanya untuk membentuk kelompok tahap survival"

Yang dijelaskan terkesiap sejenak. "Jadi kelompok survival dibentuk dari hasil tes?"

Praetor Namjoon menganggukkan kepala pelan. "Semakin baik nilaimu, semakin baik pula anggota tim untuk survivalmu"

"Walau tak menutup kemungkinan dalam daftar rendah akan ada yang lolos?"

Seokjin berusaha optimis. Kemampuan tak diukur dalam satu kertas dengan kurun waktu batas. Cerdas tak diukur dalam satu subbab. Tidak pula dalam satu kluster uji.

"Kenapa harus mempertaruhkan diri dalam ketidakpastian jika menggenapi diri saat waktu masih panjang bisa dilakukan?"

Bukan bermain-main, Seokjin selalu bisa menilai orang dalam banyak aspek. Tidak melulu main hakim. Peluang tersebar dan luas. Tidak menutup kemungkinan dari mana keberhasilan bisa di dapat.

Begitu juga ketika berhadap dengan beda argumen. Sang praetor biasa hidup dalam sistem sempurna. Wajar jika menghendaki nasib baik dan cara baik untuk berhasil.

"Minimal kau ada dalam tim dua" ucap Praetor Namjoon "Setelah melihat hasil Telekinesis bersama Senturion Yoongi pada hari lalu, aku semakin berharap padamu"

Boleh Seokjin menyungging senyuman saja sejenak? Kedengaram seperti pujian. Meski berarti beban berat baru perlu ia panggul.

"Aku bersemangat dan kuharap kau juga merasakan semangat yang sama"

Seokjin mengangguk pelan. "Aku pasti akan berusaha"

Tangan besar yang berotot dan bagai dililit bendrat. Sejatinya adalah pembuluh darah yang mengalami varises akibat kerasnya latihan yang dijalani untuk sekarang bisa mengenakan jubah putih dengan sebuah pin dari emas bahu kanan.

"Romawi itu teratur, menghargai kerja keras sehingga belajar kerasmu dari buku dapat dijamin tidak akan menghasilkan kekosongan pada lembar uji"

"Aku tidak pernah senang belajar". Seokjin nampaknya tengah menggali lubang.

Praetor Namjoon membuka perlahan buku tebal dengan kertas coklat kusam termakan oleh usia. Menampilkan daftar isi yang bisa langsung membuat Seokjin ingin lari dari ruang kerja milik Praetor Namjoon.

"Materi uji hanya pemerintahan" ucap Praetor Namjoon "Kau tak perlu membuka seluruh literatur lengkap dalam rak yang kutata rapi dalam rumahku"

"Jika di rumah lebih lengkap, kenapa harus belajar diluar sumber lengkap?"

Winter Breeze [NamJin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang