Adel meletakkan tas di dalam kamar, sementara Alif membawa koper cukup besar.
mengingat, suhu Dieng itu agak dingin. bahkan nyaris minus. Adel sengaja memasukkan selimut hangat yang ia bawa dari German. makanya agak ribet bawanya.
"Mas! ada pemanas ruangannya juga." Adel kegirangan mendapatkan remote pengatur suhu.
Mata Alif berubah jadi agak lelah, "mas bilang kan juga apa. nggak usah bawa-bawa selimut. berat dek."
tapi namanya juga Adel. bocah yang pengen punya bocah kecil juga. bodo amat dibilangin suamiknya begitu.
"nggak papa. nanti buat liat lampion kan cocok." kemudian ia menghilang lagi di sudut kamar.
mata Adel terus berjelajah disekitar ruangan. sementara Alif duduk kelelahan di sofa panjang dekat meja televisi.
hingga terdengar suara orang mengetuk pintu. "Assalamualaikum?"
"waalaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh." jawab Alif. lalu ia bukakan tamu yang mengucapkan salam tadi.
"wah mas Alif udah sampe?" ujar laki-laki dengan rona pipi warna pink diwajah.
"saya Herno mas."Alif menyalaminya, "oalah mas Herno. iya ya. maaf, saya kemarin nggak sempat telepon. soalnya lagi perjalanan kesini."
"nggak papa mas. gimana kamarnya?" tanya Herno penasaran dengan testimoni pelanggannya.
"alhamdulilah nyaman mas. makasih ya." Alif tersenyum senang. "dek sini deh."
Adel yang masih sibuk melihat seisi ruangan, berjalan mendekat begitu namanya dipanggil.
"kenalin ini mas Herno. yang udah ngasih ijin kita nginep disini." ujar Alif.
adel mengatupkan tangannya, "assalamualaikum mas herno. saya Adelia."
"oh ini adiknya mas Alif?" tebak herno.
Adel berubah mimik jadi sedikit kikuk, "hehehe... bukan."
"oh.. maaf" Herno menggaruk kepala, "saya pikir adiknya. ternyata ibunya ya?"
wajah Adel jadi sedikit tertekuk," bukan juga. sayaaa."
"istri saya mas Herno." kata Alif menengahi. sebelum aksi pembuktian buku nikah dikeluarkan. malah berabe urusan.
"oalah..." wajah mas Herno berubah jadi agak kurang enak, salah menyebut sampai dua kali. "ya sudah. saya mohon diri dulu. maaf nggih mbak sebelumnya."
"iya nggak papa." ujar Adel sedikit dipaksakan. lalu ia menutup pintu.
barulah Alif ketawa ngakak sampai perutnya sakit.
"puas mas! gitu aja terus!!" Ledek Adel jengkel. "mukaku itu kaya bocah apa ibu-ibu ya?" ia memegang wajah dan menggerakkan pipi dan matanya.
ingin rasanya Alif berujar agar Adel sedikit mengenakan makeup dan nampak seperti istri-istri teman kerjanya yang lain.
Tapi ia takut menyinggung istrinya. terlebih ia juga sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menerima Adel apa adanya. kekurangannya adalah kelebihannya.
begitu juga Adel, yang nggak pernah menuntut ia untuk merubah penampilan. apapun yang ia kenakan, atau yang ia lakukan. Adel pasti mendukung.
jadi apalagi yang harus ia cari. kalau dengan begini saya mereka sudah merasa nyaman dan cocok.
bukankah itu nikmatnya menikah? saling melengkapi ditengah kekurangan dan kelebihan yang mereka miliki.