Siang itu, Adel dalam kegabutan yang cukup intens. Dia bingung mau beli telor mentah dimana.
Antara warungnya Mang Jali, yang sekilo 14.000 tapi jarak deket, atau dia beli di minimarket deket jalan raya yang lagi nampangin promo diskon 30% tapi jarak mayan jauh.
Apalagi pengeluaran sedang deres-deresnya.
Bulan ini aja ada 5 undangan nikah, dan kolega deketnya Alif semua.Tau sendiri, anak konglongmerat kalau disumbang nggak cukup uang gambar bapak Otto Iskandar Dinata.
Dan disini, kondangan sebagai ajang perkenalan 'bininya Alif', dimana tatapan tidak percaya nyaris mendominasi.
"Hmmm...." Adel menimbang sebentar. "Yuk kesana aja."
Akhirnya ia memutuskan buat pergi ke Minimarket.Dengan sigap Adel memilih telur yang masih bagus, mengambil beberapa kebutuhan lain, dan antri di kasir.
Saat Adel menunggu, sekelebat ia melihat sosok laki-laki dengan jaket warna dark grey yang ia kenal.
Namun si pemilik jaket menghilang diantara rak-rak minimarket yang menjulang.
Ketika Adel bersiap membayar, sosok itu berdiri sejajar dengannya.
Ekor mata Adel terbelalak saat mengetahui apa yang ia ambil.
Anjaayyyyy bulan puasa dia ambil kondom siang-siang 😱😱😱
"Mbak, sama apa lagi? Kartu membernya ada?" Tanya petugas kasir membuyarkan kekagetan Adel.
"Ah enggak ada mba. Udah ini aja."
Dan sosok itu menengok ke arahnya, menatap sebentar.
"Adelia?"
Glek! Suara siapa nih. Kok kenal.
"Ya?" Dan betapa terkejutnya. Ini Bima GAES!!!! INI BIMAAAAAA!!!!
Adel menenangkan perasaannya dan mengontrol ucapannya agar terlihat baik-baik saja. "Eh Bima."
"Apa kabar Del?"
Astagfirullah, kalimat itu banyak-banyak Adel ucapkan, supaya ia sadar, kalau Bima ini setan berwujud manusia.
Dan Adel berulangkali menggengam cincin pernikahannya yang ia pakai menjadi kalung, agar ia tetap ingat. Bahwa ada suami yang baik hati sedang bekerja untukny.
Tapi Bima tetaplah Bima. Cinta pertama Adel yang pernah ia perjuangkan meski akhirnya pupus, dan kenangan soal betapa manisnya mengenang rasa itu masih ada.
Halah kampret.
"Beli apa Del?" Suara Bima yang masih dalam dan dengan vibe yang begitu berkharisma.
"Minyak, sama gula Bim." Ujar Adel cepat.
Keduanya tertahan di depan pintu minimarket, dengan mobil Bima yang terparkir sembarangan, dan Adel yakin.
Di balik kaca mobil hitam itu, pasti ada sosok perempuan yang sedang panas."Bim, duluan ya. Maaf nggak bisa lama-lama, lain kali mampir kalau kesini." Tawar Adel basa basi. Seraya berjalan pulang
Ya jelas basi lah. Kalau si Bima bener menerima tawarannya. Mampus dia.
"Rumah kamu deket sini po Del? Iya deh kapan-kapan aku mampir." Bima masih menatap punggung Adel yang mulai menjauh.
Dia jadi lebih cantik. Batin Bima.
Dengan langkah cepat-cepat Adel bergegas menuju rumah. Pikiran soal si Bima beli kondom siang-siang sangat menghantuinya. Apalagi ini kan bulan puasa.
Ah, paling buat ntar malem. Mungkin, kan si Bima males keluar rumah. Lagi wabah covid.
Tapi? Emang dia udah nikah?
Udah mungkin, nggak kabar-kabar. Biasanya kalau nikah dua kali kan gitu, nggak mau umbar-umbar.
Haah gitu
Haah Del.