Apa salah kalau mantan mau ngajakin buat silaturahmi?
Apa salah kalau masa lalu mau sekedar kenal dan yahh.... barangkali jadi temen curhat?
Trus apa gunanya punya pasangan!
Kalau gitu caranya,mending di seriusin aja ma tannya. Nggak usah ada adegan putus dan nyari yang lain.
Toh selama ini, Adel ngrasa kalau dia sama Bima juga nggak kelewatan banget. Semisal ketemu cuma say hi. Selebihnya bye bye good bye.
Tapi ini udah kelewatan, sampe berani telepon di luar jam kerja!!
Kampret banget nggak sih!
Tok..tok...tok..
Suara pintu kamar, diketuk oleh Alif.
"Del, masuk boleh?" Nada bicara suaminya sangat hati-hati.
Tapi Adel diam saja.
"Aku udah matiin telepon, maaf ya." Ujar Alif lagi.
Sebenernya Adel juga takut kualat, karena Alif udah ngucap maaf, hanya belum dia balas. Lagian durhaka sama suami lebih horor.
Krekkk....
Adelia membukakan pintu kamar, dengan wajah tertunduk.
"Daniella tadi telepon karena kerja, dan Mas udah bilang kalau lain kali nggak boleh begini." Manik mata Alif menjelaskan bahwa laki-laki ini jujur.
Diusapnya kepala Adel, "maafin karena dia telepon di saat yang nggak tepat. Padahal istri Mas udah sekuat tenaga buat menjaga pandangan."
Glek!
Nyindir bukan sih.
Adel jadi teringat pertemuannya dengan Bima beberapa waktu lalu, dengam posisi diem-diem bae.
Dan Alif juga nggak tau. Karena dia emang belum cerita, atau emang enggak mau cerita.
Saat tidur di pelukan Alif, adel masih tidak bisa memejamkan mata.
Otaknya masih dipenuhi dengan Bima, Daniella, juga cerita yang belum sempat ia katakan pada suaminya.
Dan esokan harinya, setelah mengantar Alif pergi berangkat kerja, Adel bersiap untuk pergi ke tempat ia janjian sama Danias untuk meetup.
Tiba-tiba sebuah mobil dengan stiker bertuliskan 'Akademi Militer' berhenti di depan gerbang rumah.
Kaca jendelanya diturunkan. Memperlihatkan sosok yang lain.
Bima melepaskan kacamata hitam dan melangkah perlahan menuju pintu, kemudian mengetuk pintu rumah Adelia.
"Del."