Adel dan Alif mulai memberi jarak dalam hubungan mereka.
Alif tenggelam dalam proyek mega besarnya.
Adelia sibuk dengan pekerjaan dan kelas memasak yang makin sering ia hadiri.
Sehari
2 hari
Seminggu
2 minggu
Waktu berjalan semakin berlalu.
Namun perasaan keduanya masih sama.
Adel bertanya-tanya, apakah menikah harus di dasari cinta? Sementara ia sendiri masih buta.
Hubungan antara perasaan ia mulai dari Bima, tapi berakhir dengan manusia yang berbeda.
Dan manusia itu juga memiliki masa lalu yang sama dengan wanita lain.
Alif sangat tertutup dengan masa lalunya. Entah apa yang dulu mereka lalui, Adel sama sekali tak berniat mengusiknya.
Pikirnya itu tak akan menjadi ganjalan.
Namun kini menjadi jurang pemisah jalan.
Bima yang kembali menyambut, tak serta merta ia terima.
Daniella yang perlahan datang, masih menjadi luka lama.
"Makan Del?" Ajak Bundanya.
"Udah Bun." Balas Adel sekenanya.
"Besok ikut Bunda ke Dokter? Cek gimana rahimmu." Tawar bundanya.
Adel membalas dengan sedikit senyuman. "Iya." Lalu kembali ke menatap ke arah jendela.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Menyaksikan para tetangga yang sibuk tertawa sembari menggendong anak-anak mereka kala sore.
Adel tersenyum, tapi juga menangis.
Sepertinya sudah lama ia tak sebegini melow nya menghadapi hidup.
Gairah hidup seakan di ambil banyak oleh dementor yang berkeliaran di layar leptopnya.
"Jajan cilor mau? Apa milor?" Tawar bang Willy.
"Jajan om-om seger ada?" Balas Adel. "Butuh asupan, udah kering soalnya."
"Hayuk! Abang anterin. Mau mangkal dimana neng?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tanpa lama Adel segera menyusul Bang Willy keluar, dan mengikutinya masuk mobil.
Bunda melirik dua manusia itu di balik pintu.
Willy menunjuk sembari memberi kode 'biar nggak nangis', kemudian di jawab anggukan dan jari jempol yang teracung oleh Bunda.
'Yang lama nggak papa. Kasian'
