hidup 27 - pengakuan

1.3K 50 0
                                    

Yang aku rasakan saat ini, adalah di bunuh tapi nggak mati
- Alif di bangsal rumah sakit.

Telinganya mendengar percakapan itu, hatinya terasa nyeri.

Tapi ia memberanikan diri untuk membuka pintu, meski lara sudah ia tutupi dengan rasa bersalah yang ia lakukan.

"Hai Bim." Sapa Alif tenang, walau ia ingin sekali menyeret laki-laki ini keluar ruangan.

Setelah meletakkan tas jinjing yang sedari tadi ia genggam.

"Kita mau ngobrol diluar Del. Kamu bersih-bersih dulu, bajunya udah aku packing." Alif mendorong tubuh Bima keluar ruangan.

Berjalan menjauh dari kamar yang Adel tempatin, lalu menepi di dekat tangga darurat.

"Aku sabar, tolong hargai apa yang aku dan adel lakukan sekarang, sama seperti kamu bilang. Bahwa usahamu mendekatinya udah keterlaluan."

Bima tersentak dengan kalimat Alif.

"Kalau kita, aku dan Adel memang harus bersatu, harusnya kamu tahu kalau aku berjuang, dia juga berjuang. Ada porsi dan kemampuan masing-masing."

Kata-kata itu makin terasa dalam.

Namun Bima menyeringai, "semudah itu Adel akan memaafkan kamu? Dan memadamkan api emosi, saat ia tahu kebenaran bahwa kamu itu pernah ragu, kalau dia susah hamil."

Bima makin mendekatkan bibirnya ke telinga alif, "bahwa kamu pernah ragu, kalau dia cewek subur dan bisa ngasih keturunan buat dia."

Panas hati Alif makin bergejolak, tapi ia memilih untuk mengalah "kita manusia, punya rasa salah, lelah dan nggak semua itu diubah jadi dendam."

"Halah! Tai lo Lif. Sok suci." Bima makin emosi. "Lo tau, gue mau lo ngasih gue pilihan antara lo bersatu sama Adel, atau lo pisah."

Alif menantikan keputusan Bima.

"Gue pilih lo pisah sama Adel."

"brengsek lo Bim."

Bukkkkk! Sebuah tonjokkan melayang ke pipi kanan Bima, dan laki-laki itu tersungkur.

Menikah -Selesai-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang