♥️ dua puluh tujuh

2.7K 235 8
                                    

Hi, stay tune!

🌆 At 22.10 WIB
Happy reading 여로분 ..

.
.

♠️♠️♠️♠️♠️

"Aku mencintaimu, Lisa."

Lega.

Ya, Jungkook merasa lega sudah menyatakan perasaan yang selalu mengusik ketenangannya. Ia selalu merasa kacau hanya karena rasa cinta itu. Merasa bahwa dunianya hanyalah tentang Lisa.

Tapi, disisi lain Jungkook pun takut.

Takut kalau Lisa tiba-tiba menjauh. Apalagi kemungkinan akan patah hati sangat besar. Meskipun gadis itu sudah melukai bahkan berniat melenyapkan Yoongi, cintanya. Namun bukan berarti gadis itu sudah tak ada lagi rasa bukan?

Buktinya,

"Antar aku ke rumah sakit."

Jungkook melepas pelukan itu, menatap dalam manik mata Lisa. Tersirat kekhawatiran disana. Yeah, harusnya dia tahu bahwa tak mudah mengalihkan perasaan.

Lisa menatap Jungkook tak kalah intens. Jarak keduanya terkikis seiring dengan wajah Lisa yang mendekat. Membuat hidung keduanya bersinggungan sebelum beberapa saat kemudian, kedua mata itu terpejam bersamaan dengan belah bibir masing-masing bertemu.

Lisa menyesapnya lembut. Mengalungkan tangannya pada leher lelaki itu hingga keduanya larut.

Entahlah, apa yang terjadi sebenarnya.

Ada sesuatu yang mendorong Lisa untuk melakukan itu. Perasaan yang membuat Lisa berani melakukan penembakan itu. Rasa tidak terima atas apa yang keluarga Jeon lakukan pada lingkungannya, juga... pada Jungkook sendiri. Pembalasan terhadap setiap perlakuan tak adil yang diterima lelaki itu. Ia tak terima.

Tetapi itu juga yang membuat Lisa membenci Jungkook. Ia benci karena,

"Dan, Jungkook...

---aku juga mencintaimu."

Degg!

Apakah salah? Ku rasa tidak. Tapi kenapa Lisa harus membenci orang yang dia cintai sesungguhnya?

"Aku benci mencintaimu."

"Aku kesal pada perasaanku sendiri."

"Tak seharusnya aku lakukan itu, kan?"

Jungkook kembali mengecup bibir penuh itu. "Kita bukan saudara sesungguhnya, Lisa. Tak ada yang salah." ujarnya. Lelaki itu merasa senang sekali. Bahagia karena ternyata Lisa pun mencintainya.

"Jangan membenci perasaanmu sendiri,"

"Terima kasih. Sudah bersamaku selama ini, "

Tidak kah terbalik?

"Aku yang berterima kasih,"

Ah, kenapa jadi mendrama begini?

****

Hening menyelimuti ruangan bernuansa putih itu. Selalu seperti ini setiap harinya. Hampa, sepi.

Tak ada suara selain alat-alat medis yang tengah bekerja. Membantu seseorang yang kini berbaring tak berdaya di atas bankar rumah sakit untuk mempertahankan hidupnya.

Hingga suara lain terdengar, bersamaan dengan pintu ruangan yang terbuka. Lisa masuk dengan tangan terkepal di sisi tubuhnya.

Lalice Jeon [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang