sebuah alasan....

8.6K 1K 45
                                    


Jungkook melenguh, merenggangkan tubuhnya yang luar biasa pegal. Membuka kelopak mata bulatnya itu perlahan, menyesuaikan retina matanya pada cahaya remang ruang kamarnya. Setelah jiwanya telah terkumpul, ia terduduk dan menatap kesekeliling kamar yang begitu berantakan dan sunyi.

Jarinya meremat sprei abu-abu gelap. Menariknya naik untuk menutupi tubuhnya yang telanjang. Bahu putih mulus itu sedikit ternodai oleh tanda cinta bekas kegiatanya bersama taehyung semalam. Ia turun dari ranjang mewah itu dan berjalan kearah kamar mandi. Membiarkan tirai abu-abu yang ada dikamar itu tidak terbuka dan membuat penerangan pada kamar itu menjadi sejuk dan sedikit gelap.

Ia harus membersihkan diri dan menjemput Renjun disekolah.





















Jungkook memasang coat coklatnya. Kaus putih tipis yang dipakaianya tak cukup hangat untuk menghalau udara dingin diluar sana. Memakai syal maroon rajut buatannya. Lantas berjalan keluar kamar sambil menyambar tas tangan hitamnya. Turun dari lantai untuk menuju ke basemant dimana supir suruhan taehyung telah menunggu.

Marcedez-benz putih mengkilap itu sudah melaju menuju salah satu sekolah dasar ternama dimana Renjun bersekolah.















6 tahun lalu, ia melahirkan seorang anak laki-laki keturunan keluarga Kim lewat sebuah perjanjian, jungkook memiliki tanggung jawab untuk menampung keturunan keluarga taehyung. Bertanggung jawab atas kebutuhan biologis taehyung tanpa sebuah ikatan pernikahan. Imbalannya adalah seluruh kehidupanya yang terjamin dan sejahtera. Memang bodoh, jungkook yang dulu memang bodoh. Bahkan untuk membaca satu bait dari isi surat perjanjian itupun ia tak bisa. Ia buta huruf, jungkook benar-benar tak bisa membaca isi dari perjanjian tersebut.

Taehyung membuatnya terlena akan kata-kata manis pemuda itu dan membuatnya menyetujui perjanjian yang sekarang ia sesalkan itu.

Hitam diatas putih. Semuanya sudah terlanjur tertulis. Jungkook menyesal setelah mengetahui isi seluruh perjanjian yang ia tanda tangani itu. Yang kini membuat hidupnnya menjadi seorang diri. Ia hanya memiliki Renjun sebagai darah dagingnya.

Tapi hingga sekarang pun jungkook tak pernah mendapatkan panggilan 'mama' yang keluar langsung dari bibir anak kandungnya sendiri.




















"nyonya, sekolah akan dibubarkan 2 menit lagi"

Jungkook menatap sopir yang berada didepan kemudi. Mengangguk paham dan keluar dari mobil mewah itu. Angin sepoi menerpa tubuhnya, matanya otomatis menyipit melihat kearah bangunan besar didepanya. Sangat jarang sekali taehyung mengijinkannya untuk menjemput Renjun pulang sekolah. Jadi ini adalah keajaiban yang patut disyukuri.

Kaki berbalut boots hitam itu melangkah ke koridor sekolah yang dihiasi oleh banyak kerajinan tangan yang menarik. Warna mencolok disetiap tembok kelas membuat suasana sangat ceria. Banyak orang tua murid yang juga datang untuk menjemput anaknya.

Jungkook duduk dikursi tunggu yang memang khusus untuk orang tua murid. Matanya mengedar dan sesekali menyipit karena tersenyum menyapa orang tua murid lainya.

"apa kau orang tua, Renjun?"

Jungkook menoleh kepada seseorang yang berbicara padanya saat ini. Matanya membulat dengan raut wajah yang bingung. Ingin menjawab 'ya' namun taehyung pasti akan menghukumnya jika ia tau.

Jadi ia hanya tersenyum tanpa mengangguk.

"hmm, aku hanya ingin mengucapkan terimakasih sekaligus mengutarakan permintaan maafku pada Papah Renjun. Dia telah mengantarkan anakku keruma sakit saat itu. Aku dengar dia jadi terlambat melihat penampilan Renjun saat perlombaan piano dimulai"

I wish•tk-endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang