DTBB; 4

13.8K 962 39
                                    

-oOo-

Pel lantai menjadi alat yang digunakan saat menjalani hukuman yang diberikan ketos untuknya. Sudah beberapa kali gadis itu mengelap peluh yang membanjiri disekitar pelipisnya, namun apa boleh buat. Rasa letih tak mampu membuatnya berhenti untuk mengepel, masih banyak yang harus ia kerjakan agar mau cepat selesai dan tak mendapat hukuman tambahan.

Dari arah samping, seseorang berjalan santai dengan tangan dimasukkan kedalam saku celana. Wajahnya terlihat kusut semrawut, cowo itu sungguh kesal dengan para guru. Bagaimana tidak, bahkan saat ada MOS yang artinya mereka harus free class namun malah harus belajar.

Bruk'

Pingki yang kaget setengah mati mendengar bunyi benda jatuh langsung berlari. Mendapati seorang laki-laki sudah terduduk dilantai.

"ma-maaf k-kak." ucap Pingki gugup dan berniat membantunya berdiri namun tangannya ditepis oleh laki-laki itu.

Laki laki itu berdiri dan menengok kearah Pingki, membuat gadis itu membulatkan kedua matanya tak lupa dengan mulut yang sedikit terbuka. Tampan adalah kesan pertama yang Pingki ambil. Baju yang dikeluarkan dan tidak memakai dasi. Sungguh sangat tampan dan mempesona. Entah mengapa jantungnya berdegup dengan kencang tak seperti biasanya.

"lo cari gara-gara sama gue."

Karena sadar akan kelakuannya Pingki kembali menundukkan kepalanya dengan tangan menggenggam erat gagang pel. "maaf kak, bukannya kakak yang jalan gak lihat-lihat." ucap Pingki memberanikan diri.

"dasar cewek cupu, kuno. Masih salah gak tau diri pula." tangan kiri Pingki yang tak memegang pel langsung meremas ujung roknya.

"cewek dandanan kaya Lo itu cuma lugu-lugu bangsat. Gue tau Lo mau caper sama gue."

Pingki yang tak terima kembali mendongak menatap laki-laki yang lebih tinggi darinya. Tinggi Pingki hanya sebatas pundaknya saja, miris bukan. "bukankah itu salah kakak sendiri? Kenapa malah nyalahin saya."

Cowok itu tersenyum miring. "bahkan Lo gak tau siapa gue disini." saat Pingki ingin kembali bertanya pria itu sudah berlalu meninggalkannya yang sudah membendung air matanya, tak pernah sama sekali ia dicaci maki seperti itu sebelumnya.

Pingki kembali melanjutkan tugasnya yang masih belum selesai, bahkan lantai tiga belum sama sekali sedangkan waktu tinggal setengah jam.

Selang beberapa menit, Pingki selesai mengepel dilantai dua dan akan melanjutkannya ke lantai berikutnya. Saat akan melewati tangga, seseorang berdiri didepan seolah sedang menghalangi jalannya. "gimana dapet hukuman kaya gitu? Makannya gak usah belagu." ucap Meldy dan langsung pergi tak lupa menyenggol bahu Pingki saat melewatinya.

"pingki, Lo mau kemana." tanya Bianca saat mendapati temannya akan beranjak dari tempat duduk.

"mau nemuin Citra, buat minta maaf."

Bianca mendengus, ia tahu kalau bukan Pingki pelakunya. Bagaimana bisa, sedari pagi sampai ISOMA Pingki selalu bersamanya. Lalu bagaimana bisa hp itu ada di tas Pingki, masa iya hpnya jalan sendiri. Pasti ada yang sengaja memfitnah Pingki seperti itu. "tapi Lo gak salah Pingki, entar dia malah mandang Lo rendah."

Pingki tersenyum sehingga lesung pipinya terlihat dengan jelas. "bundaku pernah bilang, orang yang meminta maaf bukan berarti dia yang rendah tetapi dialah yang paling hebat, sekalipun itu bukan kesalahanku."

Bianca hanya mampu tersenyum memandang sahabatnya yang memiliki sifat baik hati, namun pandangan orang lain seakan berbeda. Mereka menganggap kalau pakaian Pingki yang cupu hanya menutupi keburukannya, Bianca langsung tak percaya. Ia melihat dari sorot mata Pingki kalau wanita itu memiliki sifat sabar nan baik hati tak seperti yang mereka ucapkan.

Delon The Bad Boy (PROSES TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang