DTBB; 15

10.7K 634 10
                                    

-oOo-

Pingki hanya bisa menghela napas panjang saat Bianca begitu saja menarik tangannya dengan terburu-buru keluar dari kelas.

Pingki terus ditarik sampai di tempat yang dipenuhi kendaraan beroda dua maupun empat. Bianca memasuki salah satu mobil yang berjejer rapih dibarisan paling akhir, sehingga mudah saat mengeluarkannya.

Mobil berwarna merah itu berhenti disamping Pingki berdiri, yang tak lain adalah mobil Bianca. Dan menurunkan kaca mobil tersebut agar dapat melihat dengan jelas sosok gadis yang masih berdiam diri.  “Pingki, ayo naik.”

Pingki hanya mengangguk dan menuruti saja kemanapun Bianca mengajaknya. Sebenarnya ia ingin sekali menolak tapi ia tak mau membuat Bianca merasa kecewa, teringat sudah berapa kali dirinya menolak semua ajakan Bianca padanya.

Andai saja Bianca tau apa yang ia alami saat ini. Bersaudara namu tak dianggap keluarga. Dijadikan babu tanpa sepengetahuannya. Disiksa dan tidak diberi makan sekalipun, bahkan rasa kasihan dari sepupunya pun tidak ada sama sekali. Apa mereka tidak punya hati? Tidak punya perasaan? Sampai tak melihat wajah gadis malang yang selalu diberi makanan basi setiap malam.

Ditengah perjalan Pingki hanya diam melihat lurus kedepan, begitupun dengan Bianca yang fokus pada kemudiannya.

Karena Bianca tidak terlalu suka dengan kesunyian, ia lebih memilih menyetel lagu yang dibawakan oleh Camila Cabello, mungkin kalian tahu lagu yang baru saja dirilis dua bulan lalu. Lagu Shameless menggema didalam seiring berjalannya mobil tersebut ketempat tujuan.

“Pingki, kok Lo gak cerita ke gue kalo Lo itu Deket sama kak Sindy. Buktinya sampe diundang gitu.” tangan Bianca bergerak mengecilkan volume lagu tersebut.

Pingki bingung harus menjawab apa, pasalnya otak yang biasanya encer mendadak beku dalam waktu bersamaan. “em... A-aku, orang tua ku sama orang tuanya kak Sindy itu dulu bersahabat. Jadi udah beberapa kali ketemu.”

“tapi... Kok kak Meldy Sam kak Sindy kaya jahat gitu sama Lo?”

“mungkin kak Sindy cuma terpaksa ngundang aku ca, disuruh orang tuanya mungkin.”

Bianca hanya mengangguk dan kembali fokus kedepan. Tak berapa lama mereka sampai ketempat tujuan. Bianca mengajak Pingki memasuki tempat yang ia ketahui tempat salon yang biasanya para cewek-cewek berdandan menor datangi. Menurut Pingki loh ya, solnya dia gak suka di make-up.

“ih... Bianca, aku gak ada uang baut bayar nanti. Kamu tau perekonomian keluargaku masih menurun.” ucap Pingki setelah berada didalam

“ck, kaya sama siapa aja. Tenang ini gue yang bayarin. Lagi pula gue pengen liat cewek cantik yang ditutupi dengan kaca mata bulat ini dilihat banyak orang. Dan yang menghina Lo bakalan klepek-klepek.” Bianca mengajak Pingki duduk di sofa yang gak jauh dari mereka berdiri sebelumnya.

Saat sebelum mereka kesini, Bianca sempat mengirim pesan terlebih dahulu kepada pemilik salon ini, yang tak lain adalah tante Bianca. Maka dari itu ia sangat ingin sekali Pingki di make-up dan wajahnya yang lugu dan terlihat cupu ini menjadi berbeda sembilan puluh sembilan persen.

“hay Bianca... Udah lama nunggu?” Bianca berdiri begitupun dengan Pingki yang melihat wajah wanita paruh baya sedang bercipika- cipiki bersama Bianca.

Delon The Bad Boy (PROSES TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang