DTBB; 8

11.2K 782 20
                                    

-oOo-

Kaget itu manusiawi kan? sama halnya dengan lupa. Pemandangan apa yang kali ini Pingki lihat. Ia berharap semua ini hanya sebuah mimpi dan ia ingin segera bangun meninggalkan mimpi buruk ini. Beberapa kali mata hitam itu mengerjap, namun masih sama laki-laki itu tepat berada tak jauh darinya.

Delon Attala, laki-laki itu.

Delon terlihat cool dengan pakaian sekolah yang masih melekat ditubuhnya. Rambut yang tidak bisa dikatakan rapih lagi, baju yang dikeluarkan dan tas yang bertengger manis disebelah bahu kanan. Terlihat sangat tampan, ditambah lagi dengan tangan yang dimasukkan kedalam saku celana. Pantas saja menjadi idola di SMA, memang tidak salah sih.

Pingki baru sadar jika nama kakak beradik ini hampir sama. Delon Attala dan Delin Attena. Walaupun pada nyatanya Delin sama sekali tidak memiliki paras yang sama dengan sang kakak melainkan paras cantik yang menurun dari sang Bunda. Jika dilihat-lihat, Delon tidak mirip dengan Bundanya. Positif thinking aja ya, mungkin laki-laki tampan itu mirip dengan Ayahnya.

Rasa gugup kini sudah melanda dalam diri seorang Pingki Atalia, ditambah lagi dengan tatapan tajam yang diberikan Delon untuknya. Menunduk, sudah menjadi kebiasaan untuk mengindari semua tatapan tak suka dari orang lain. Ibaratnya santapan sehari-hari.

"Delon, sini nak." Pingki bernafas lega, setidaknya tatapan itu sudah beralih.

“kenalin dulu, ini Pingki. Bunda ketemu dia dijalan, dan dia pingsan jadi ibu bawa pulang.” Delon masih diam sambil menatap gadis yang setia memainkan kuku-kuku jari.

“Delon gerah Bun, mau mandi dulu.” Tante Indri mengangguk membuat Delon meletakkan tas dan sepatu di rak, kemudian memasuki kamar mandi.

Pingki mendongak menatap sekeliling kamar itu.  Apakah mungkin ini kamar Delon? Jika benar Bisa dikatakan rapih dan bersih untuk kategori laki-laki. Pingki sempat berfikir apakah Delon menyukai catur sehingga kamarnya berwarna hitam putih. Wangi maskulin menyeruak memenuhi rongga hidung gadis itu, menjadikan kamar ini bertambah nyaman. Tak lama pintu kamar mandi terbuka, menampilkan wajah Delon yang lebih fresh dari sebelumnya. Entah kenapa melihat Delon memakai baju putih polos dan celana pendek selutut begitu sangat pas dan cocok. Atau mungkin benar ya kata orang, kalau ganteng itu bebas, mau pakai apapun tetap aja cocok.

“Delon udah selesai mandi kan? Ayo makan.” ajak Tante Indri dan beranjak dari duduknya. Sebelum benar-benar keluar Tante Indri sempat bertanya apakah Pingki mau makan lagi. Namun, Pingki menggeleng, baru saja ia makan bubur pemberian wanita paruh baya itu masa mau makan lagi.

Sumpah demi apapun, Pingki masih tak menyangka kalau dirinya sedang berada dirumah keluarga Delon. Apakah Pingki berhak bahagia. Tapi apa yang membuatnya bahagia. Mengapa rasa bahagia itu datang dari hati kecil Pingki. Apa mungkin dia mencintai Delon. Tidak mungkin, Pingki menepis pikirannya yang sudah sampai kemana-mana.

Karena merasa bosan, Pingki keluar dari kamar bernuansa putih hitam seperti zebra itu. Dia masih merasa sedikit bingung dengan denah rumah ini. Wajar kan, namanya juga baru pertama kali. Pingki menuruni anak tangga dengan sangat hati-hati. Tepat diujung anak tangga, Pingki melihat Tante Indri sedang menonton tv dengan Delin dipangkuannya.

Pingki tersenyum, walaupun Tante Indri tak melihat dirinya, bahkan ia belum sadar oleh kedatangan gadis mungil ini. Pingki menghampiri dan duduk disampingnya Tante Indri. “tante, Pingki mau pulang.”

Delon The Bad Boy (PROSES TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang