DTBB; 2

24.4K 1.2K 44
                                    

-oOo-

Gadis itu hanya diam saja sedari tadi, padahal seluruh anggota keluarga sedang membahas masalah dirinya. Masalahnya bukan apa-apa melainkan masalah dirinya yang harus tinggal dimana. Gadis itu hanya tinggal bersama kedua orangtuanya dan pembantunya yang bernama Sarti. Dan sekarang Sarti sudah tidak bekerja lagi karena tak ada yang memberi gaji untuknya, awalnya gadis itu menangis ditinggal pembantu yang sudah dia anggap sebagai keluarganya sendiri selama hampir 13 tahun. Namun mau bagaimana lagi, keadaan sudah berbeda sekarang.

Sesuai keputusan. Gadis itu harus tinggal dengan om Irawan- beliau adalah kakak dari ayahnya. Sedangkan rumahnya yang sempat gadis itu singgahi selama bertahun-tahun tidak akan ditinggali dan hanya akan dibersihkan dan dijaga saja.

Setelah sampai ditempat yang mereka tuju, om Irawan keluar dari mobil diikuti gadis yang berpakaian layaknya orang cupu yang memakai kacamata bulat besar jangan lupa koper yang dibawa ditangan kanannya. Suasana yang menggambarkan rumah mewah nan besar milik om Irawan saat gadis cupu itu baru menginjakkan kakinya di lantai rumah adalah sunyi. Om Irawan menyuruhku duduk di sofa yang berwarna abu-abu.

"MAMA, SINDY, MELDY." teriak om Irawan memangil seluruh anggota keluarganya yang langsung dibalas dengan derapan langkah kaki yang bersahutan dari arah pintu belakang yang menghubungkan antara ruang tamu dan dapur.

Sesampainya mereka diruang tamu, pandangannya jatuh pada gadis cupu berambut hitam lebat yang dikepang menjadi dua dan dikedepankan.

Mengerti dengan tatapan ketiga wanita didepannya om Irawan berkata "Pingki akan tinggal disini karena tak ada lagi yang mengurusnya."

Pingki Atalia-nama gadis itu. Dari pandangan Pingki, calon keluarga barunya yang baru ini memiliki aura mencekam kecuali om Irawan pastinya.

"Sindy, Meldy. Antar Pingki ke kamarnya." kedua gadis yang disuruh hanya mendelik tak suka namun tetap menjalankan perintah sang papa.

"nih kamar lo." ucap Sindy dengan nada tak suka setelah membuka pintu kamar yang cukup besar untuk Pingki tumpangi seorang diri.

"inget ya, Lo disini cuman numpang." kali ini Meldy yang bicara dengan tangan menunjuk-nunjuk wajah Pingki bertanda tak main-main dengan ucapannya.

"iyy ya kak."

Pingki menghela napas lega dan menjatuhkan dirinya diatas ranjang setelah kepergian Sindy dan Meldy. Rasa sedihnya masih belum hilang membayangkan kematian kedua orang tuannya tujuh hari yang lalu dan kini dirinya harus hidup tanpa kedua orang tuanya. Namun dilain sisi, dia harus kuat dan membuktikan untuk kedua orangtuanya bahwa ia akan berhasil menjadi orang sukses dimasa depan.

Besok hari pertama dirinya masuk sekolah. Dan pertama kalinya pula pakaian yang berwarna putih biru kini berganti dengan putih abu-abu. Pingki berharap, masa abu-abunya akan seindah seperti novel-novel yang pernah ia baca.

Brak

Pingki terperanjat kaget dan langsung mendudukan dirinya, memandang kearah pintu yang terbuka lebar menampakkan sosok Meldy disana dengan wajah garangnya. "enak banget Lo leha-leha disini. Kerjaan Lo banyak gak cuman tidur doang. Tuh, cuci piring, nyapu, ngepel sama masak." ucapnya dan langsung meninggalkan kamar tak lupa menutup pintu dengan sangat keras menimbulkan getaran kaca dikamar itu.

Air mata Pingki luruh begitu saja, ternyata dugaannya salah. Dia kira, hidupnya akan baik-baik saja kedepannya namun kenyataannya malah sebaliknya. Sindy dan Meldy seakan tak menyukainya tinggal disini, bahkan tantenya juga seperti itu saat dirinya baru pertama kali datang kesini yang dihadiahi tatapan tajam dari tantenya. Pingki segera menghapus air matanya dan segera beranjak menuju dapur untuk memasak. Jangan kira kalau Pingki tak bisa memasak, bundanya dulu sudah sering mengajarinya cara memasak, jadi jangan salah lagi dengan keahlian bundanya yang sekarang sudah menurun padanya.

"tante, om Irawan dimana?" Tante Maya yang sedang memotong bawang menengok dan membanting pisau dengan sangat kasar.

"om Irawan gak ada. Lanjutin, saya gak mau tau pokonya selama lima belas menit masakan ini udah selesai. Kalau gak, Lo makan di gudang sama tikus-tikus sekaligus kecoa." ucapnya dengan nada tak suka dan langsung pergi meninggalkan Pingki yang menunduk dalam menahan air matanya agar tak tumpah mendengar ucapan pedas tantenya.

Mencoba bersabar, akhirnya Pingki menjalankan tugasnya. Pingki berperang dengan peralatan dapur sesekali menengok kearah jam dinding, lima menit lagi dirinya harus sudah selesai memasak namun sayurannya masih baru saja dimasukkan dalam wajan. Bagaimana ini.

"mana nih makana. Dari tadi belum selesai." Pingki menelan salivanya susah payah. Dirinya pasti akan dimarahi lagi nantinya.

"ma-maaf Tante, Pingki belum selesai."

"kan saya tadi bilang, dalam lima belas menit makan harus sudah selesai. Kamu membangkang ucapan saya." Pingki menggelengkan kepalanya dengan wajah yang ditundukkan.

"selesaikan ini dengan cepat." Pingki mengangguk dan kembali melanjutkan makanannya dengan mata yang berkaca-kaca, menahan sesak di dada. Selama ini dirinya tak pernah yang namanya dibentak namun sekarang berbeda.

Pingki menghidangkan makanan itu diatas meja yang sudah diduduki Tante Maya, Meldy dan Sindy. "ck, dasar lama."

"kamu ikut saya." Tante Maya menarik rambut Pingki dengan kasar membuat Pingki meringis menahan rasa sakit di bagian kepalanya yang berdenyut-denyut. "sssstt, sakit tante."

"ini hukuman kamu karena membangkang ucapan saya." Tante Maya mendorong tubuh Pingki kedalam kamar yang kotor dan banyak sarang laba-laba, mungkin gudang. Dan meninggalkan Pingki dengan menguncinya dari luar.

"tante buka pintunya tante." Pingki menggedor-gedor pintu berulang kali namun hasilnya nihil, tak ada sahutan dari luar. Pingki mendudukan dirinya dilantai yang dingin dengan tangan yang memeluk lutut serta kepala yang tertunduk.

"mereka jahatin Pingki."

"bunda, ayah. Pingki kangen kalian." ucap Pingki dengan suara bergetar, air matanya sudah membanjiri pipi mulusnya.

TBC.
Ada yang mau lanjut lagi?

amldewi

Delon The Bad Boy (PROSES TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang