6. Pelacak

853 172 33
                                    

⭐⭐⭐

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⭐⭐⭐




Rania masih gemetar dan ragu-ragu untuk bicara dengan lelaki itu. Meski ia mengaku dirinya seorang polisi, tapi setelah melihat kejadian sebelumnya Rania jadi begitu ragu dengan polisi.

"Nama aku Doyoung, kamu siapa?" Lelaki itu membuka suara.

"Rania."

"Rania, kamu masih kuliah?"

"Nggak ada uang, ini aja habis diusir dari kostan." jawabnya malas.

"Panggil kak Doy aja. Aku juga masih muda kok."

Rania kembali menutup mulutnya dan tak bersuara lagi. Dia merasa segan untuk melanjutkan percakapannya dengan lelaki bernama Doyoung itu. Rasa-rasanya ia masih merasa begitu takut dan trauma.

"Aku paham kamu pasti masih takut." Doyoun kembali fokus pada jalan untuk mengemudi.

Sepanjang perjalanan tidak ada seorang pun yang kembali membuka percakapan. Doyoung merasa paham mengapa Rania diam. Tentu saja, ia habis diperlakukan kasar dengan lelaki yang entah siapa itu. Yang pasti lelaki itu yang membuat Rania takut.

Sesampainya di rumah Doyoung, ia menelepon Silvia untuk datang ke rumahnya. Kebetulan kekasihnya itu adalah seorang Psikiater. Dan mungkin dia lebih bisa mengatasi keadaan Rania.

Perempuan itu hanya duduk menatap cangkir yang berisikan teh hangat. Matanya kosong, seperti pikirannya entah pergi kemana. Silvia pun memandangi Rania dengan perasaan miris setelah mendengar sedikit cerita dari Doyoung.

"Rania, satu hal yang nggak baik buat psikis kamu. Yaitu memendam semua sendirian. Kalau kamu cerita pasti hati kamu juga bakal merasa lebih lega." Silvia meraih tangan Rania, digenggamnya dengan hati-hati.

Mata perempuan itu akhirnya mengubah objek sasaran dan menatap lurus Silvia. Bibirnya nampak gemetar, matanya juga mulai berkaca-kaca.

"Aku takut kak..."

"Takut apa?"

"Sebenernya aku memang sedikit takut kalau lihat darah. Aku langsung gemetar, terus lemas, aku takut lihat darah... Dan di rumah laki-laki itu—" ucapannya tertahan sesaat karena tersendat tangis.

"Aku lihay darah di lantai. Itu bukan satu tetes atau dua tetes. Kayak bekas nyeret sesuatu, darahnya pekat." Suara Rania terdengar semakin kencang, ia setengah berteriak.

"Aku serius!" Rania mengacak rambutnya sendiri saat mengingat semua itu.

Doyoung terlihat begitu khawatir mendengar percakapan Silvia dengan perempuan yang ia temui di jalan tadi. Pantas ia terlihat sangat ketakutan tadi. Ternyata memang ada yang tidak beres dengan lelaki tadi.

"Kak... Tolong aku..." Rania tiba-tiba menjatuhkan tubuhnya ke lantai dan berlutut di kaki Silvia.

"Hey, kamu bangun, jangan kaya gini—"

"Kak aku mohon..."

"Iya, aku sama Doyoung pasti bantuin kamu." Silvia berusaha membantu Rania agar kembali duduk di sofa.

"Sebentar..." Perempuan itu memicik saat melihat benda kecil yang tertempel di belakang kerah baju Rania.

Cahaya merah kecil berkedip beberapa kali. Rasa curiga semakin mendalam saat ia teringat sesuatu. Dia buru-buru melepas benda itu dari kerah baju Rania.

"Doy!" panggilnya.

"Ini alat pelacak kan?" tanya Silvia pada Doyoung saat lelaki itu datang menghampiri.

"Iya." Doyoung terlihat sama terkejutnya ketika melihat benda mikro itu.

"Dari tadi anak ini diawasi dong?"

"Laki-laki tadi keliatan bahaya." ujar Doyoung yakin.

"Baju ini... Baju ini emang dari rumah dia." Rania memberanikan diri untuk bicara.


_________________





Prang!

Dia melempar gelasnya ke dinding. Pecahan belingnya berserakan di lantai. Siapa yang akan membersihkannya sekarang? Pikir Renjun. Perempuan itu masih berada di rumah polisi sialan itu. Merepotkan sekali menurutnya.

"Rania... Kamu nggak akan bisa pergi jauh-jauh." gerutu Renjun sejak tadi sepulang dari mall.

Ia tak habis pikir, padahal dihari pertamanya ia mengajak perempuan itu jalan-jalan di mall. Makan enak dan pergi belanja, kenapa malah kabur seperti ini. Ia menggaruk beberapa kali tengkuknya yang tidak gatal.

Tangannya meraih ponsel yang ada disaku celananya. Ia menelpon seseorang.

"Bawa pulang Rania sekarang. Dan polisi itu, tolong urus."

Tidak lama Renjun memutuskan teleponnya dan berjalan keluar kamar. Dia memandangi sebuah kalung salib yang tergantung di dinding dekat dengan jendela. Sudah lama sekali ia tidak berdoa.

Namun ia menilai doa tak ada gunanya, karena buktinya ia selalu ditimpa kesulitan dulu. Nyatanya tuhan tidak menolongnya. Renjun pun merasa marah. Semenjak itu Renjun tidak pernah pergi ibadah ataupun berdoa.

Ia menuruni anak tangga hati-hati, tangannya tiba-tiba gemetar. Pandangannya mendadak menjadi buram dan berbayang. Kepalanya terasa begitu sakit seperti sedang dipukuli. Kuat-kuat kedua tangannya memegangi kepala.

"Akh!" ringisnya.

"Aaarrrgghh!!!"

Ia meronta-ronta kesakitan. Terlihat sangat kesakitan. Sampai tubuhnya terjatuh lemas. Ia duduk di tangga sambil terus menahan sakit hebat di kepalanya. Ia berusaha kembali ke kamarnya saat sadar obatnya tak ada di saku celana. Renjun tidak boleh jauh dari obat itu. Karena saat seperti ini ia sangat membutuhkannya.

Air mata tanpa sadar menetes terus dari matanya. Renjun tidak tahan dengan sakitnya. Ia memukuli kepalanya sendiri cukup keras.

"S—sakit!!! Berhenti!!!"

Sedetik setelah itu pandangannya gelap total. Renjun kehilangan kesadarannya. Ia berharap seseorang menolongnya untuk berhenti merasakan ini. Dia lelah dengan segala rasa sakit yang terus muncul.

Tiba-tiba sekelibatan kenangan yang samar kembali muncul di kepala Renjun. Ia melihat anak-anak kecil yang begitu bahagia sedang bermain bersama. Seorang anak lalu menarik tangannya untuk ikut bermain. Wajah anak itu begitu mirip dengannya, hanya saja rambutnya sedikit lebih panjang.

"Ayo main!" ajak anak itu dengan senyuman berseri-seri.

Ingatan itu begitu terasa menghangatkan, ia merindukan perasaan itu. Perasaan yang ua sendiri tak tahu pernah ada atau tidak di hidupnya.












To be continued...

Mau update tapi pendek ajalah aku lagi kesel :))))))

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mau update tapi pendek ajalah aku lagi kesel :))))))

Bloody Fear | Renjun✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang