Sakit

204K 11.7K 930
                                    

[Dua]

"Mau minum?"

Mentari melihat uluran botol minuman di atas wajahnya, duduk dan meraihnya dengan semangat seperti tengah menemukan sebongkah berlian. Dengan beberapa teguk, air itu sudah habis dan menyegarkan tenggorokannya yang kering seperti melalui musim kemarau panjang.

"Makasih," ucap Mentari, menyerahkan botol kosong yang seharusnya dibuang kepada cewek yang sudah berbesar hati memberikannya sedikit kehidupan, dengan wajah polosnya. "Nama kamu siapa?" Lanjut Mentari bertanya.

"Senja Larasati Wijaya, panggil Laras aja." jawab Laras dengan senyum kikuk.

Mentari melongo, kemudian meraih tangan Laras semangat untuk bersalaman. "Nama kamu bagus banget, dan panjang. Aku Mentari, cuma Mentari." jelas Mentari dengan senyum lebarnya. Menatap Laras dengan pandangan memuja layaknya fans kepada idolanya.

Bagaimana tidak, dengan wajah lugu dan kulit putih bening membuat Laras seperti gadis polos yang pemalu, dan lihat badannya, bagaimana bisa Laras mendapat tubuh jenjang dan langsing itu. Mentari ingin sekali memiliki tubuh itu juga.

"Apa sekarang kita teman? Dari tadi gak ada yang mau mendekatiku. Kurasa aku terlihat aneh." ucap Laras pelan.

"Yang benar aja, tentu aja kita teman. Dan mungkin orang-orang segan dekat kamu karena kamu cantik banget. Untung aku juga cantik, jadi gak minder-minder amatlah kalau jalan sama kamu." kata Mentari, kemudian tergelak karena kalimatnya sendiri.

Cantik sih cantik, dengan lesung pipi dikedua sudut bibir bagian bawahnya membuatnya terlihat manis. Tapi tingginya yang hanya 160 cm dengan berat badan 52 kg, menurutnya kurang ideal, dia terlihat sedikit ... montok? Gendut? Entahlah apa sebutannya.

Pantas saja Baskara tak mau meliriknya sedikitpun, dengan statusnya sebagai kacung, juga tubuh yang tidak menarik sama sekali, membuat tidak ada seorangpun yang ingin mendekatinya.

"Kita ke kantin yuk, makan sebentar sebelum pendataan ulang." ajak Laras.

Mentari berdiri, mengusap rambut sebahu yang terikat pita dan seragam lusuhnya semangat, sebelum menyadari sesuatu yang membuatnya kembali terduduk lesu. "Kamu aja deh, aku baru selesai makan soalnya. Mau ngadem dulu di sini."

Laras mendesah kecewa. "Kalau gitu aku duluan ya, besok ketemu lagi. boleh minta nomer hp kamu?" Laras mengulurkan ponselnya pada Mentari, kemudian berlalu dengan melambaikan tangan setelah Mentari memberikan ponselnya kembali. "Dadaahh ..."

Mentari melambaikan tangannya untuk mengantar kepergian Laras. Meringis pelan ketika perutnya berbunyi nyaring.

Sejak sepeninggalan Baskara, Mentari memang memutuskan untuk mencari minuman dan makanan, tapi letak kantin yang belum diketahui, membuatnya harus keliling mencarinya. Bertanya pada orang-orang pun dia malu, karena penampilannya yang lebih mirip gelandangan daripada maba.

Seperti keberuntungan sangat anti padanya, setelah Mentari menemukan kantin dan duduk disalah satu kursinya, Mentari harus menerima kenyataan pahit sekali lagi untuk hari ini. Uangnya hilang, semuanya. Akhirnya Mentari dengan berat hati keluar dari area kantin dengan tenggorokan yang masih kering dan perut kosong. Sialan.

Dan disinilah dia akhirnya, terdampar di taman belakang fakultasnya yang sepi. Berbaring lagi dengan tangan memeluk perut. Kapan sih hidupnya akan enak? Punya banyak uang, teman, dan keluarga lengkap. Kenapa rasanya tidak adil sekali.

"Untung tuan gak ngambil permen ini." ujar Mentari, menjilat permen lolipopnya sembari terpejam menikmati.

" ujar Mentari, menjilat permen lolipopnya sembari terpejam menikmati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Unpredictable Journey [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang