[Tiga puluh dua]
Rasanya sudah lama sekali Mentari tidak merasakan bahagia ketika bangun dari tidurnya. Jika dulu saat ia masih diam-diam menyukai Baskara, setiap pagi terasa berbunga-bunga baginya karena menunggu pertemuannya dengan sang pujaan. Namun setelah ia menyatakan perasaannya entah kenapa hidupnya menjadi biasa-biasa saja, bahkan bisa disebut hari-hari terburuknya.
Yah, kalian tahu sendiri bagaimana hidup Mentari sebelum ia tinggal berdua dirumah mungil mereka saat ini.
Mentari duduk, meregangkan badannya dengan senyuman manis dibibirnya. Sudah dua hari merasa kurang sehat, dan dua hari pula terus berada di dalam kamar dan bergelung dengan selimut, sekarang akhirnya ia bisa menghirup udara dengan tenang.
"Selamat pagi, dunia. Selamat pagi, suamiku."
Mentari masih dengan senyuman manis, mencium dahi Baskara yang masih tertidur. Ah, suaminya sungguh sudah bekerja keras merawatnya dua hari ini, jadi biarkan saja ia terlelap beberapa saat lagi. Sekarang ia akan membersihkan rumah saja.
Dengan wajah berseri Mentari turun dari ranjang, namun baru selangkah berjalan, ia sudah mengaduh pelan sambil memegang telapak kakinya yang terasa sakit karena menginjak sesuatu yang keras.
"Awh, ini apa sih?"
Mentari mengangkat baju Baskara yang tadi ia injak, menemukan sendok makan di bawahnya.
"Sendok? Kenapa bisa sampai sin----" Mulut Mentari ternganga ketika melihat lantai kamar penuh dengan baju kotor yang berserakan. Benar-benar banyak hingga Mentari sempat berpikir kalau semua isi lemari sudah dikeluarkan oleh suaminya.
Snif~
Mentari menggeleng pelan sambil melipat bibirnya ke dalam, padahal berharap kalau perkataan Baskara tentang dirinya yang bukan pembersih tempo hari hanyalah bualan belaka, tapi ketika ia melihat sendiri keadaan kamar mereka sekarang, mau tak mau membuatnya percaya.
Baskara benar-benar jorok!
Kernyitan alis Mentari timbul ketika mengangkat celana dalam Baskara yang tergeletak pasrah dilantai, memasukannya ke dalam keranjang cucian. Begitu pula dengan baju-baju yang berserakan.
Pergi kemana wajah berserinya dua menit lalu, sekarang ekspresi Mentari lebih mirip kulit kedondong. Masam.
Dengan cepat Mentari mengumpulkan semuanya, merendamnya di dalam kamar mandi, ia akan mencucinya nanti. Kedua kakinya melanjutkan langkah keluar kamar, lagi-lagi ternganga ketika melihat apa yang ia temukan di luar kamar. Cucian piring kotor di mana-mana, di atas wastafel, atas kompor, atas pendingin, dimeja makan, dan meja depan sofa.
"Aaakkhh!" Mentari menahan teriakannya dengan telapak tangan, ingin sekali melempar kepala Baskara dengan salah satu piring itu.
Memangnya berapa banyak orang yang makan selama dua hari ini hingga semua yang ada di rumah ini seperti korban gempa bumi.
Mentari mengatur napasnya mencoba sabar, mengumpulkan semua piring kotor dengan bibir terus menggerutu. Tangannya menggosok piring dengan kuat, melampiaskan kekesalannya pada piring tak bedosa itu.
Seriusan, dia baru saja merasa lebih baik setelah seperti mayat hidup selama dua hari. Dan sekarang setelah ia sembuh, Baskara malah langsung membuatnya bekerja ekstra membersihkan kekacauannya.
Setelah selesai, Mentari menyapu lantai dari dalam kamar hingga teras depan, kemudian melanjutkan menyapu halaman rumah yang penuh dengan daun kering dari pohon mangga di depan rumahnya.
"Pagii!"
"Astaga!"
Mentari melotot melihat kemunculan kepala gadis dengan cengiran lebar dari tembok rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Journey [Tamat]
RomanceMentari tergila-gila pada Baskara, sedangkan Baskara setengah mati menghindari Mentari. Arti namanya mungkin sama, Matahari, namun hatinya jelas berbeda. Baskara tak menginginkan Mentari dikehidupannya seperti Mentari menginginkannya. Hingga suatu h...