Mochi dan sumber kesakitan Mentari

125K 9.9K 878
                                    

[Delapan]

Disudut kantin yang tengah ramai pengunjung, Mentari menyembunyikan tubuhnya di samping meja tempatnya makan dan Laras. Sahabat barunya itu terlihat kebingungan sekarang, terlihat tidak mengerti dengan tingkah aneh Mentari yang seperti menghindari sesuatu ... atau seseorang.

"Ngapain?" bisik Laras, entahlah mengapa ia berbisik, yang bersembunyi kan Mentari. Tapi ya sudahlah.

"Sssttt!"

Mentari hanya menjawab dengan meletakkan telunjuknya dibibir. Setengah kepalanya muncul dari pinggiran meja, memantau seseorang yang membuatnya berdebar-debar belakangan ini. Sudah pergi.

"Jantungku, tuhan!" Mentari mengelus dadanya perlahan dan kembali duduk dengan normal.

Hanya melihat dari jauh dan memikirkan adegan manis itu saja mampu membuatnya berkali-kali merona. Ya tuhan, hatinya memang begitu murahan. Bagaimana Mentari bisa bertahan untuk memendam perasaannya di saat Baskara begitu terang-terangan memberinya tindakan romantis. Itu pasti kode dari Baskara.

Menciumnya itu artinya tertarik 'kan? Baskara tertarik padanya. Tuan tega--- manisnya itu tertarik padanya. Sulit dipercaya! Tapi yang pasti ini akan berjalan dengan mudah. Baskara tertarik pada dirinya, dan Mentari jelas sudah dari dulu menyimpan rasa pada majikannya itu.

"Laras!" Mentari menarik tangan Laras yang tengah menyendok makanan, alhasil makanan yang sudah terangkat itu kembali jatuh ke piring sedangkan sendoknya terangkat hingga menghalangi pandangan keduanya. "Aku jatuh cinta." lanjutnya berbinar.

Sedangkan Laras yang sebelumnya ingin marah malah menjadi terkejut. "Jatuh cinta?"

Mentari mengangguk semangat. "Semalam dia cium aku di sini." ucapnya malu-malu menunjuk pipinya yang memerah.

Haaahh, ciuman pertama yang diberikan cinta pertama memang selalu memabukkan. Mentari bahkan masih merasakan efeknya setelah lebih dari delapan belas jam berlalu.

"Waahh, siapa orangnya?" tanya Laras antusias.

Mentari mengangkat jari telunjuknya untuk memperingati. "Tapi jangan bilang siapa-siapa ya!" ucapnya mengancam. Laras mengangguk cepat.

"Aku ... cinta sama kak Baskara." kata Mentari semakin memelan di ujung kalimatnya. Laras yang sebelumnya antusias, terperangah. Laras dapat mendengar jelas nama orang itu walaupun mentari memelankan suaranya.

"Serius?! Tapi kan dia ...."

"Iya, aku tau dia majikanku. Tapi kan kita sama-sama saling tertarik, buktinya dia cium aku." Mentari memotong kalimat Laras, merasa optimis dengan pemikirannya.

"Yaudah, ayo abisin makanannya. Aku mau langsung pulang, soalnya kak Baskara juga kayaknya udah balik." Mentari melahap makanannya dengan cepat tidak lupa dengan senyumannya yang terus mekar. Laras yang melihat tingkah sahabatnya itu hanya tersenyum tipis.

Dua jam setelah sampai di mansion keluarga Adhyasta, dan Mentari sudah menyelesaikan semua pekerjaannya, tinggal membersihkan ruang tv yang sudah di "hancurkan" Alvino dengan tidak tahu dirinya itu, mentang-mentang Sintya dan Atmaja pergi berkencan Alvino menjadi seenaknya di sana. Untung ganteng.

Ada banyak bungkus ciki dan kaleng minuman soda, remah-remah makananpun berceceran di atas meja, lantai dan sofa. "Astagafirullah." Mentari mengelus dada sabar dengan ulah sepupu tuan mudanya itu.

Beruntung Baskara adalah lelaki yang rapi dan pembersih, kamarnya pun selalu rapi saat Mentari datang untuk membersihkannya, membuat mentari tidak terlalu lelah. Baju kotornya pun tidak pernah tergeletak sembarang, selalu di keranjang cucian. Tapi anehnya saat Mentari mencuci baju kotor Baskara, Mentari tidak pernah menemukan celana dalamnya.

Unpredictable Journey [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang