Trauma

121K 7.5K 77
                                    

[Empat puluh empat]

Baskara mengeratkan genggaman tangannya pada Mentari saat perempuan itu lagi-lagi terkejut dalam tidurnya. Baskara mencium tangan Mentari dengan wajah yang masih kusut, begitu khawatir dengan keadaan isterinya walaupun dokter sudah memastikan semuanya baik-baik saja.

Bayi-bayi mereka sehat, memar diwajah dan pergelangan tangan Mentari sudah lebih baik. Inti Mentari yang sedikit membengkakpun sudah diobati oleh ahlinya. Baskara tidak menyangka, sebenarnya hal menjijikkan apa saja yang dilakukan Mila pada isterinya?

Baskara bahkan sempat berpikir jika Mentari juga diperkosa oleh lelaki yang bersama Mila waktu itu. Tapi syukurlah, saat dokter memeriksa tidak ada tanda-tanda jika hal itu terjadi, inti Mentari bersih dan tidak ada sperma yang tertinggal sedikitpun di sana.

Baskara ikut tersentak saat Mentari kembali terkejut dan membuat perempuan itu langsung membuka matanya lebar. Mentari melihat sekelilingnya dengan panik, terkejut saat Baskara mengeratkan genggaman tangannya.

"Mentari, ini gue." Baskara berdiri dan naik ke atas ranjang yang ditiduri Mentari. "Lo udah aman sekarang."

Bibir Mentari bergetar, wajahnya memerah dan tangannya mulai terasa dingin. "Ak-aku, mbak Mila, dia---"

"Sssttt, tenang, sayang. Lo udah aman."

Mentari memeluk Baskara erat saat suaminya itu ikut berbaring bersamanya. Baskara mengelus punggung Mentari lembut, mengecup puncak kepala isterinya berharap itu sedikit membuatnya tenang.

"Aku takut, Kak. Mbak Mila jahat, dia, dia pegang dadaku dan masukin sesuatu ke milikku. Ak-aku, dia gak mau lepasin aku. Aku takut bayi kita kenapa-napa."

"Kalian baik-baik aja, sayang. Maafin gue udah gak becus jagain kalian," ujar Baskara serak, semakin mengeratkan pelukannya saat Mentari mulai terisak-isak.

"Tapi aku masih takut. Aku gak mau pulang."

"Kita gak bakalan pulang ke sana lagi, Tari. Kita pindah ke mansion."

Mentari terdiam. Pulang ke mansion? Atmaja masih membencinya, tidak mungkin pria itu mau menerimanya di sana. "Jangan. Tuan masih membenciku. Aku, gak mau kalian bertengkar lagi."

Baskara merosotkan tubuhnya semakin ke bawah agar wajahnya sejajar dengan Mentari, sebelah tangannya menangkup sisi wajah Mentari dan mengelusnya lembut. "Bukan ke sana, tapi ke mansion kakek," terang Baskara dengan senyum simpulnya.

Mata Mentari menatap Baskara lekat. "Kakek?"

"Hm, ayahnya bunda sama tante Silvia."

Mentari terlihat mengerutkan alisnya, ayah dari Sintya dan ibu Alvino? Selama tinggal di mansion Adhyastha, Mentari sama sekali tidak pernah bertemu dengan kakek Baskara. Yang Mentari tahu, yang disebut kakek oleh Baskara itu adalah orang yang super sibuk dan tidak betah berada di rumahnya sendiri. Selalu pergi ke luar negeri entah untuk urusan apa.

"Apa dia bakalan suka sama aku?"

Baskara terperangah mendengar pertanyaan Mentari. "Ya gak bolehlah! Masak kakek mau rebut cucu menantunya sendiri dari cucunya?!"

"Bukan gituu," bantah Mentari kesal. "Maksudku, kalau nanti dia juga gak terima aku jadi isteri Kakak kayak tuan, gimana?"

"Gak mungkin. Dia bakalan terima lo 100 persen." Baskara menjawab dengan yakin.

Bagaimana tidak yakin? Baskara sudah menukar marga dan menjanjikan dua cicit untuk pria tua itu. Dia pasti sangat senang karena akan ada yang meneruskan nama keluarganya. Anaknya Sintya dan Silvia sudah berkeluarga dan mengikuti suami mereka masing-masing, jadi pilihan satu-satunya pasti Baskara yang adalah cucu pertamanya. Dan jangan lupakan juga dua janin yang ada diperut isteri Baskara. Calon cicit kesayangan tuan besar Raharja.

Unpredictable Journey [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang