Ceroboh level 99

124K 9.8K 347
                                    

[Lima]

Mentari dan Laras keluar bersama dari dalam kelas terakhir hari ini. Keduanya menuju gerbang kampus karena di sana jemputan Laras sudah menunggu. Dengan gugup Mentari melirik Laras dan mulai bertanya.

"Kamu, ngomong apa aja sama kak Baskara waktu di kantin?"

"Banyak. Kak Baskara friendly banget, nyambung gitu kalau diajak ngobrol, pinter lagi." Laras menjelaskan antusias, lain lagi dengan Mentari yang mendadak kesal mendengar penjelasan itu.

Kalau sama aku kok judes gitu?! Dasar pilih kasih!

"Sama aku aja boro-boro ramah, yang ada kalau gak ngebentak sehari bisa sawan kali tuh orang. Nasib babu sih!" dumel Mentari pelan, menendang-nendang kerikil kecil yang menghalangi jalannya, sebagai pelampiasan.

Laras lantas menahan lengan Mentari. "Jangan gitu, nanti kalau kena orang bahaya." Laras menegur Mentari lembut, takut membuatnya tersinggung dan berakhir marah.

Tapi bukannya tersinggung, Mentari malah semakin terkesima menatap Laras dengan pupil membesar. Kenapa ada manusia selembut dan secantik Laras? Beruntungnya Mentari karena memiliki teman seperti Senja Larasati Wijaya satu ini. Sudah kaya, cantik, lembut, dan sangat baik, semuanya sempurna.

Mentari curiga kalau Laras sebenarnya adalah malaikat yang menyamar menjadi manusia untuk mengawasi dirinya yang sedikit bar-bar. Bisa jadi 'kan?

Mentari hanya cengengesan saat Laras menuntunnya untuk berjalan di pinggir agar tidak menghalangi jalan orang lain karena mereka malah berhenti di tengah.

"Tadi kalau aku gak salah denger, kamu sempat nyebut babu. Maksudnya apa?" Laras bertanya pelan pada Mentari yang memainkan tali tasnya sambil berjalan pelan.

Jemari Mentari refleks menggaruk kepalanya yang tiba-tiba gatal. "Aku belum cerita ya? Sebenernya aku jadi pembantu di mansion keluarga kak Baskara, udah tiga tahun lebih." Mentari meringis pelan.

Menyiapkan diri untuk dijauhi orang kaya macam Laras yang saat diantar dan dijemput kuliah saja harus menggunakan mobil mahal disertai supir dan seorang bodyguard. Mentari bukan bermaksud untuk menyembunyikan statusnya yang seorang pembantu pada teman barunya itu, hanya saja belum sempat  karena urusan ospek dan sebagainya.

Dan Mentari tidak malu sama sekali dengan pekerjaannya, selagi itu halal menurut Mentari, untuk apa menyembunyikannya? Mentari saat ini hanya takut gadis menawan yang saat ini sedang menatapnya, berpikir bahwa Mentari hanya ingin memanfaatkannya saja.

"Ooh, asisten rumah tangga? Kamu beruntung banget karena udah bisa mandiri, kalau aku semuanya harus orang tua yang atur, gak boleh inilah gak boleh itulah. Kuliah aja mama yang milihin, padahal aku maunya di luar kota atau luar negeri aja biar bisa belajar mandiri." Laras bercerita panjang lebar, membuat keduanya tidak sadar sudah berada di depan mobil jemputan Laras yang pintunya sudah dibuka oleh bodyguardnya.

Kalau mau tukeran nasib sama aku, ayo aja Ras. Aku ikhlas kok. Batin Mentari melantur.

Kemudian disadarkan oleh Laras yang menepuk bahunya. "Kamu mau ikutan nebeng?" tanya Laras berharap.

"Eh, gak usah! Lagian jalannya beda arah." jawab Mentari terkejut. "Kamu ... masih mau temenan sama aku?" Mentari kembali bertanya dengan pandangan ke bawah, harap-harap cemas menunggu jawaban dari Laras.

Setelah menunggu sepuluh detik dalam keheningan, Mentari memberanikan diri menatap wajah Laras yang kini tersenyum lebar. "Iya dong. Soalnya kamu baik sama aku."

Alasan klise, namun tak urung membuat Mentari senang mendengarnya. Laras melambaikan tangan sembari masuk ke dalam mobil, sebelum pintu mobil ditutup kembali oleh bodyguardnya, Laras berseru ceria pada Mentari. "Besok besok, main ke rumahku ya ...."

Unpredictable Journey [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang