Rencana sedot lemak

130K 7.9K 339
                                    

[Tiga puluh delapan]

Mentari hampir mati saat menghirup berbagai aroma menyengat dalam angkot yang ia tumpangi untuk bisa sampai ke rumahnya. Cuaca yang panas semakin memperburuk keadaannya dan membuatnya sangat berkeringat.

Ada apa dengan orang-orang itu? Apa perlu memakai parfum hingga setengah botol dan membuat manusia tidak beruntung seperti dirinya harus menghirup aroma busuk itu?

Seharusnya suaminya meluangkan waktu untuk sekadar menjemput isterinya di kampus. Memang tidak pengertian!

Mentari dengan cepat turun dan membayar angkot saat sudah sampai di depan gangnya. Ia sudah berusaha mati-matian menahan napas di dalam sana, namun tetap saja hidungnya tidak bisa menyaring aroma-aroma itu.

Euh!

Mentari berlari kecil mendekati selokan terdekat untuk membuang sesuatu yang ingin keluar dari tenggorokannya. Semua yang ia makan saat di kantin berlomba-lomba terjun melewati mulutnya.

Mentari semakin muntah saat melihat muntahannya yang menjijikan dan aroma asam yang masuk ke hidungnya.

Ini tidak akan selesai dengan cepat, pikir Mentari.

Perempuan itu sampai duduk saking lemasnya, air matanya sudah berjatuhan dari tadi. Membuatnya terlihat semakin menyedihkan.

"Kaaak ...," lirih Mentari, sudah tidak sanggup lagi untuk bangun dan berjalan pulang.

Baskara yang baru pulang dari rumah Aryo mengernyitkan alis saat masuk ke dalam gang perumahannya. Ia memberhentikan motornya, saat sekilas melihat seseorang yang terlihat sangat familiar bersandar ditembok dekat selokan. Tak ingin penasaran lebih lama, ia berbalik dan melajukan motornya kembali ke dekat pinggir jalan. Melotot saat melihat orang itu adalah isterinya, Mentari.

Dengan terburu-buru ia turun dari motor, membuat motornya terjatuh karena ia sampai lupa menurunkan standar.

"Anjir!" Baskara kembali untuk memperbaiki posisi motornya.

Lecet sudah, batin Baskara meringis melihat motor yang sudah menjadi kesayangannya itu.

Kemudian melangkah mendekati Mentari dan merengkuh tubuh lemas isterinya. "Lo kenapa di sini?" bisik Baskara cemas.

"Aku gak mau naik angkot lagi! Parfum orang-orang bau banget, bikin mual," adu Mentari, memeluk erat pinggang Baskara.

Entahlah, padahal dulu dia tidak masalah jika harus naik angkot pergi ke mana saja. Semenjak menikah dengan Baskara, ia merasa lebih manja dari sebelumnya. Atau memang aura orang kaya yang menguar dari Baskara sudah menempel di dirinya hingga ia menjadi seperti ini?

Membuatnya tidak sanggup lagi untuk naik angkot. Apa jika naik mobil bugatti ia akan baik-baik saja?

"Kayaknya aku udah gak biasa jadi orang miskin, deh, Kak." Mentari menatap Baskara nanar, malu karena pikirannya yang mungkin terdengar tak masuk akal untuk diterima Baskara.

Baskara memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan bibirnya yang berkedut menahan tawa.

Kayaknya jiwa matrenya udah keluar lagi, batin Baskara menduga.

Selain karena dulu Mentari kerap kali memerasnya untuk mendapatkan makanan gratisan, alasan Mentari menerima lamaran Fajar dulupun masih menganggunya.

Mentari menerima lamaran Fajar karena pria itu adalah kepala desa yang mapan? Apa-apaan itu! Baskara juga mapan. Sangat mapan malahan.

Tapi, apapun yang membuat Fajar pergi dihari pernikahannya bersama Mentari. Baskara patut bersyukur karena dialah yang pada akhirnya menjadi pasangan sah perempuan aneh satu itu.

Unpredictable Journey [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang