Akibat COVID-19

131K 9K 382
                                    

[Enam belas]

Apa yang dilakukan sekolah atau universitas-mu saat mendengar berita covid-19 sudah menyebar luas? Meliburkanmu? Iya. Kemudian memberikan tugas menumpuk untuk dua minggu ke depan? Juga iya. Sial.

Mentari menghela napas kasar, lagi. Memangku dagu dengan kedua tangan, wajah yang terlihat bosan itu mulai tertekuk aneh. Kepalanya ia jatuhkan dimeja makan kecil yang ada di dapur.

"Ci, kamu gak ada niat buat jalan-jalan pagi?" Kucing gendut yang sebelumnya berbaring menghalangi jalan antara dapur mini dan bangunan tempat tidur pelayan itu menoleh sekilas kemudian mengeong pelan saat suara Mentari terdengar.

Dengan tubuh gemuknya, Mochi mendekat ke arah Mentari yang duduk tidak jauh darinya, kemudian bersandar dikaki Mentari.

Mentari mengangguk seolah mengerti bahasa kucing. "Iya, seharusnya ini jadi tahun terbaik buat jadi lebih produktif. Tapi gara-gara virus corona semua orang jadi hibernasi." gumamnya tidak jelas.

Mentari merasa sehari terakhir ini semua orang mulai menjadi membosankan. Tidak ada yang bisa diajak berbicara. Ya, kecuali kucing gendut yang sedang berbaring didekat kakinya ini.

Sintya dan Atmaja lebih banyak mendekam di dalam kamar sejak kemarin, kata nyonya besarnya itu, "Mumpung suami lagi dirumah, harus puas-puasin diri berduaan. Kalau hari biasa mana mau disuruh diem-diem di rumah, kalau gak ke kantor ya pasti pertemuan ke luar kota. Maka dari itu, selama dua minggu berikutnya harus diisi dengan bermesra-mesraan, hitung-hitung bulan madu."

Sintya menjelaskan dengan wajah berseri-seri, dan sebelum naik ke lantai atas, kamarnya, ia memperingati Mentari untuk selalu mencuci tangan.

Mentari tidak akan memikirkan apa yang majikan besarnya itu lakukan di dalam kamar. Karena yang pertama, itu tidak sopan, dan kedua, itu bukan urusannya.

Bibi Nolan dan lainnya juga sedikit menyebalkan. Oh, mungkin pelayan yang lainnya memang begitu. Lima pelayan yang seumuran dengan bibi Nolan memang tidak terlalu memperdulikan keberadaan Mentari, dan ia tidak tahu kenapa.

Saat Mentari menyapa, semuanya hanya membalas singkat dan kemudian kembali tidak mengacuhkannya. Mungkin memang sifatnya seperti itu. Ia mulai berpikir jika pelayan-pelayan itu adalah vampire yang menyamar. Itu seram.

Sedangkan Baskara ... lelaki itu sedikit berbeda.

Tidak pernah memanggilnya lagi untuk hal-hal tidak penting. Tidak pernah memerintahnya dengan kalimat-kalimat menjengkelkan. Apa Baskara menjauhinya? Kenapa?

Mentari mengerutkan alis tidak suka. Baskara itu memang tuan tidak jelas!

"Oii!"

Mentari mengangkat kepala dengan wajah terkejut. "Alvin! Jangan ngagetin!"

"Lagian lo lemes gitu gue lihat." Alvin mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya. "Tangan lo."

"Aku cuma lagi bosen aja. Eh, buat apa?" Mentari menjauhkan tangannya saat Alvin mendekat.

"Ini hand sanitizer, biar kuman-kuman lo mati. Gue gak mau ya kalau ketular penyakit gara-gara deketan sama lo." ujar Alvin nyelekit sambil menuangkan hand sanitizer ke tangan Mentari.

Mentari ber-oh ria tanpa tersinggung sedikitpun, "Mochi gak dikasih juga?" tanyanya kemudian.

"Iya kali!" Alvino mendekati lemari pendingin dengan mata memutar jengah. "Mana abang ganteng?"

"Di kamar."

Mentari jelas tahu siapa yang Alvino panggil dengan 'abang ganteng', memang tidak lain dan tidak bukan ialah Baskara. Tuan dengan pemikiran rumit yang tidak dapat Mentari baca dengan cepat.

Unpredictable Journey [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang