Pelengkap

164K 8.7K 1.2K
                                    

[Empat puluh delapan]

"Mentari? Gerak dikit dong, astaga!"

Baskara mulai dengan sesi cerewetnya setiap melihat Mentari yang terus-menerus duduk disofa yang menyerupai kasur mini yang ada di depan tv. Duduk setengah berbaring dengan mangkuk besar penuh keripik di atas perutnya yang buncit. Ah, bukan buncit, tapi super duper buncit.

Baskara selalu ngilu ketika melihat perut Mentari yang seperti hampir meledak, apalagi perempuan itu sekarang sangat anti dengan pakaian atas dan lebih suka hanya menggunakan bra kemben dan celana pendek longgar.

"Nanti aku mau manjangin rambut sampai lantai biar kayak Rapunzel," ujar Mentari, mengunyah keripiknya dengan suara yang amat sangat mengganggu. Fokus pada tayangan kartun di depannya.

Baskara mendengus, rambut sebahu saja tidak pernah disisir, apalagi punya rambut panjang. Halus nggak, gimbal iya.

Semenjak kehamilan Mentari mencapai 8 bulan sejak itu juga Mentari berubah dan lebih mirip Mochi yang suka berleha-leha. Semua keperluan Mentari berpindah tangan pada suaminya, mulai dari memandikan, memakaikan baju, memberi makan dan minum, menidurkan dan banyak lagi. Mentari sudah persis seperti hewan peliharaan. Dan untungnya Baskara adalah orang yang sabar-- terpaksa sabar.

"Minum susu hamilnya dulu," suruh Baskara menyerahkan segelas susu di depan wajah Mentari. Mentari menerimanya, menenggaknya singkat hingga tandas kemudian memberikan gelas bekasnya pada suaminya.

"Haahh!" Baskara mendesah berat, mulai membereskan bekas makanan dan minuman yang tergeletak dimeja dan sofa.

"Haaahhh!" desah napas Mentari tak kalah berat.

"Huh!" Baskara membuang muka, memilih fokus pada pekerjaannya membersihkan kamar daripada melihat kudanil pemalas-- baca isterinya.

"Haaahhh!" desah Mentari lagi dengan kerasnya. Baskara menoleh.

"Apasih, Tar?" tanyanya jengah, melihat Mentari yang wajahnya berubah kaku saat melihat sofa di bawahnya yang sudah basah kuyup.

"Lo ngompol lagi?!" seru Baskara histeris. Tidak sekali dua kali perempuan itu buang air kecil sembarangan saking malasnya bergerak, paling seringnya waktu malam saat tertidur di atas ranjang. Dan sekarang begitu lagi di atas sofa.

"Udah gue bilangin, kan? Kalau mau apa-apa bilang dulu. Biar gue bisa tuntun lo ke kamar mandi!" Baskara mempercepat pekerjaannya membuang sampah bekas makan Mentari, kemudian menghampiri isterinya yang masih duduk membatu.

"Aku gak pipis," ujar Mentari polos, menatap wajah suaminya dengan mata mengerjap lambat.

"Iya, lo gak pipis. Tapi buang air kecil!" jawab Baskara sinis.

Mentari menggeleng dengan wajah sungguh-sungguh. "Kak, beneran, aku gak pipis. Kita perlu ke rumah sakit, kayaknya bayi-bayinya udah mau keluar."

Deg!

Baskara mematung sejenak, melihat wajah Mentari dan sofa yang basah bergantian. Mentari akan melahirkan! Air ketubannya sudah pecah!

"Mentari! Jangan panik, jangan panik! Sialan, kata dokter Fania dua minggu lagi!" Mentari menatap Baskara yang berjalan cepat ke sana kemari, terlihat jelas sedang sangat panik.

"Aku gak panik," ujar Mentari pelan dan memakan keripiknya. Dua suster yang Baskara bayar untuk menjaga isterinya di mansion datang dan mulai menanyakan keadaan Mentari, satunya lagi menelpon ambulans agar datang ke kediaman Raharja dengan cepat.

Baskara muncul dari arah kamar, menggendong banyak tas untuk keperluan Mentari di rumah sakit.

"Mentari, lo harus tetep sadar. Atur napas pelan-pelan, dan jangan banyak bergerak!"

Unpredictable Journey [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang