Sudah sah

149K 10.4K 501
                                    

[Dua puluh lima]

Wajah cantik Mentari tampak pias saat Alvino masuk dengan gelisah. Begitu pula dengan bibi Nolan dan Mayang.

"Gimana nih? Penghulu sama tamunya udah nunggu sejam lebih."

Mentari mengatur napasnya, menenangkan diri agar tak menangis. Jantungnya berdetak tidak nyaman, sedangkan kedua tangannya sudah berkeringat dingin. Akad nikah yang seharusnya dilakukan pukul 08:00 pagi tertunda hingga kini jam menunjukkan pukul 09:40.

Fajar yang sebagai calon pengantin lelaki tidak datang tanpa kabar apapun. Keluarganya sudah mencarinya kemana-mana namun tidak ditemukan, ponselnya pun saat dihubungi tidak aktif.

"Mentari tenang ya, Fajar pasti bakalan dateng." Mayang menenangkan anaknya yang gelisah.

Bibi Nolan juga mendekat, memeluknya dengan hangat. "Tuan Alvino, tolong bilang sama semuanya untuk tunggu setengah jam lagi ya, Fajar mungkin masih ada urusan yang harus diselesaikan."

Alvino menuruti ucapan bibi Nolan dengan wajah tak enak, apalagi saat melihat Mentari yang gelisah membuatnya kasihan. Dengan berat hati Alvino keluar dari kamar dan menutupnya lagi.

Ddrrtt! Drrtttt!

"Itu pasti mas Fajar." Mentari dengan cepat meraih ponselnya yang bergetar. Mayang dan bibi Nolan menatap harap-harap cemas.

"Halo, Mas? Mas di mana? Mas baik-baik aja, kan?" Mentari bertanya sembari melangkah bolak-balik di dalam kamarnya.

"Mentari, maaf ...."

Mentari mengerutkan alis tidak mengerti. "Mas kenapa? Keluarga Mas sudah datang dari tadi, kita gak bisa menundanya lebih lama lagi." beritahu Mentari pelan.

Entah perasaannya saja atau tidak, rasanya semuanya tidak akan berjalan baik. Tangannya yang memegang ponsel bergetar pelan, matanya menatap kosong tembok polos di depannya, menunggu ucapan Fajar selanjutnya.

"... Mas tidak bisa menikahi kamu Mentari. Maaf sudah mengecawakan kamu sekeluarga."

Setelah itu Fajar memutuskan sambungan teleponnya sepihak tanpa penjelasan lebih. Mentari tercenung, otaknya tiba-tiba tidak bisa bekerja, suara-suara yang ada disekitarnya seolah teredam dan segalanya menjadi sunyi, sepi yang menyesakkan.

Semuanya terasa kosong, Mentari merasakan tubuhnya lemas dan meluruh ke lantai. Bibi Nolan dan Mayang dengan cepat menghampiri Mentari dan menanyakan keadaannya.

"Ada apa, Fajar bilang apa?" Bibi Nolan langsung bertanya cemas.

Mentari yang seperti orang linglung berdiri pelan, duduk di pinggir kasur. Tidak seperti dugaannya yang akan meraung menangis karena ditinggalkan Fajar, ia malah menampilkan wajah biasa saja dan air mata mengering.

"Ibu ... batalin semuanya. Mas Fajar gak akan datang." Mentari menggenggam tangan Mayang yang sepertinya akan bersuara, "Tolong." lanjutnya lagi seperti tak ingin dibantah.

Bibi Nolan memeluk Mentari dengan tangis pecah. Tidak menyangka bahwa keponakan satu-satunya memiliki jalan hidup yang begitu menyakitkan.

Lo pikir lo siapa, Mentari? Lo pikir lo bakalan pantes nikah sama kepala desa sialan itu?

Lo ... cuma pelayan rendahan Mentari. Lo gak bakalan pantes nikah sama siapapun.

Ucapan Baskara waktu itu terus berputar dikepalanya. Apa ia memang tidak berharga. Gadis miskin yang tidak pantas menikah dengan lelaki manapun.

Sekarang semua ucapan mantan tuannya itu terasa benar. Buktinya sekarang Fajar pun seolah menganggapnya sampah, meninggalkannya dihari pernikahan mereka. Menganggapnya gadis biasa yang tidak pantas bahagia, sama seperti sampah, tidak berharga.

Unpredictable Journey [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang