Dua Puluh Dua

874 54 18
                                    

Happy Reading 😊

Selesai pemotretan, Aurora segera mengganti gaunnya dengan pakaian biasa. Ia benar-benar tidak nyaman, karena sejak memakai gaun pertama hingga gaun terakhir, tubuhnya benar-benar diekspos dengan jelas.

Dari mulai memakai sebuah gaun yang membuat buah dadanya yang menyembul sedikit keluar, hingga sebuah gaun yang membuatnya bokongnya terlihat jika ia menunduk sedikit saja,  semuanya benar-benar pakaian yang tidak disukainya.

Aurora keluar dari ruang wardrobe dan berjalan cepat menuju pintu keluar, tapi tiba-tiba Sean menghadang jalannya, dan memintanya untuk masuk kembali ke ruangan yang sudah sangat sepi itu.

Aurora duduk di salah satu sofa panjang yang ada di dalam sana, diikuti oleh Sean yang duduk di sebelahnya.

"Kenapa, Kak?"

"Boleh kita ambil foto sekali lagi pas lo lagi pakai gaun terakhir?" pinta Sean tiba-tiba saja, membuat Aurora terkejut.

"Lho, memangnya... memangnya kenapa, Kak?"

"Gue minta maaf banget Ra, tapi tadi fotonya ngga bagus semua pas dibagian terakhir, karena..."

"Karena?" tanya Aurora penasaran, membuat Sean merapatkan posisi duduk mereka dan memeluk Aurora erat, lalu membisikkan sesuatu di telinga gadis itu.

"Karena gue salah fokus," jawabnya, membuat tubuh Aurora menegang, dan tak lama ia terkekeh pelan. "Bercanda, Ra. Karena tadi kameranya sempet bermasalah di bagian terakhir, jadi hasilnya ngga maksimal. Gimana? Lo mau 'kan pengambilan gambar lagi?"

Aurora diam menatap lantai marmer di bawahnya, "Apa ngga bisa besok aja, Kak?" tanyanya pelan, pasalnya saat ini mereka hanya berdua di studio, ia takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkannya kalau ia menuruti permintaan Sean.

"Gue juga maunya gitu, tapi tadi saat lagi rapihin kamera, pihak sananya minta harus hari ini juga,"

"Tapi udah malam, Kak--"

"Gue udah izin sama Willy dan dia izinin kok, gue akan anterin lo Ra, sumpah." ucapnya sungguh-sungguh, membuat Aurora mengangguk mengiyakan karena tidak tega.

****

Setelah hampir 15 menit Sean menunggu kedatangan Aurora di tempatnya, akhirnya Aurora datang dengan memakai gaun yang tadi sudah digunakannya.  Membuat Sean tersenyum sumringah dan segera menghampiri Aurora yang berjalan sangat lambat.

Aurora memakai gaun yang benar-benar terbuka. Panjangnya hanya sampai paha bagian atas, bagian dada yang benar-benar rendah, dan bagian punggung yang benar-benar terbuka. Aurora benar-benar ingin menangis rasanya.

Sean menghampirinya dan menggenggam tangannya lembut, membuat Aurora sedikit tersenyum. Sebelah tangan Sean yang terbebas, dibawanya untuk mengusap punggung telanjang milik Aurora, membuat tubuh gadis itu meremang.

"Lo masih inget 'kan, pose-posenya yang tadi?" tanya Sean basa-basi, yang diangguki oleh Aurora.

Sean kembali ke posisinya di belakang kamera yang sebelumnya sudah diatur dengan baik, dan ia segera meminta Aurora untuk bergaya semenawan mungkin.

"Ra, ayo dong, jangan kaku! Lo 'kan udah sering pemotretan!" seru Sean setelah melihat hasil tangkapannya yang jauh dari kata bagus.

"Ma... maaf, Kak," cicitnya membuat Sean berdecak kesal.

"Kalau lo kayak gini mulu, kita bisa sampai pagi di sini!" serunya lagi, yang diangguki Aurora.

"Ayo, Kak, sekali lagi, aku udah siap." ucap Aurora mantap, membuat Sean mengangguk dan langsung memulai lagi pemotretannya.

Sean berjalan mendekati Aurora, membuat Aurora menunduk takut. Sean sengaja tidak memberitahu Aurora kalau pemotretannya sudah selesai, karena ia juga ingin bermain-main sebentar dengan gadis di hadapannya ini.

"Ra, coba bayangin gue adalah Bastian, lo boleh apa-apain gue sesuka lo,"

"Hah?" tanya Aurora bingung, tapi tangannya segera diambil oleh Sean, dan dibawanya untuk masuk ke balik kemeja Sean dan diajaknya untuk membelai dada bidang di balik kemeja itu.

"Kak Sean-"

"Ssttt... Diem, Ra. Daritadi lo bikin gue capek karena pose lo ngga ada bagus-bagusnya, dan ini satu-satunya cara biar lo bisa berpose dengan lebih baik." jelas Sean dengan suara serak, sesekali ia menggigit bibir bagian bawahnya untuk menahan sesuatu dalam dirinya.

"Kak--"

"Diem, Ra! Nikmatin, atau lo gue perkosa sekarang juga!" serunya dengan mata penuh nafsu, membuat gerakan tangan Aurora yang dituntun untuk membelai dada bidang miliknya menjadi berhenti.

"Jangan berhenti, Ra!" rengeknya sambil semakin mendekatkan tubuh Aurora ke tubuhnya.

"Ah, shit!" umpatnya, sambil membawa tubuh Aurora dalam gendongannya dan membawanya menuju ruang wardrobe.

Sean menjatuhkan tubuh Aurora di atas sofa, namun tetap memeluk tubuh gadis itu dengan erat. Tangannya tidak berhenti membelai punggung Aurora yang tidak terhalang satu benda sekalipun.

"Kak Sean, lepasin!" seru Aurora sambil menahan tangisnya, sedangkan Sean tidak menggubrisnya dan sebelah tangannya yang terbebas menyibak gaun Aurora hingga terangkat sampai perut.

"KAK SEAN!" serunya lagi, kali ini dengan airmata yang mulai mengalir deras. Ia sudah tidak bisa lagi membendung airmatanya yang melesak keluar, karena ia sudah benar-benar dilecehkan oleh pria di hadapannya.

Tangan Sean terus masuk dari dalam gaun yang dipakai Aurora, hingga menemukan apa yang sejak lama dicarinya. Ia meremas sebelah gundukan milik Aurora, membuat Aurora menggeram keras diiringi desahan yang lolos begitu saja dari mulutnya.

"Ah, ya, mendesah, Ra. Lo akan menikmati malam ini." ucap Sean dengan suara serak, membuat Aurora menggeleng dengan airmata yang terus saja mengalir di pipinya.

Sean membungkam tangisan Aurora dengan ciuman kasar miliknya. Hasratnya sudah berada di ujung, hingga ia tega merusak gaun milik client -nya yang tengah dipakai oleh Aurora. Ciumannya turun hingga ke leher, dan ia menghisap leher gadis itu dengan sangat dalam, membuat lagi-lagi desahan nakal lolos dari mulut Aurora.

Aurora benar-benar hanya memakai bra dan underwears  miliknya, setelah Sean benar-benar merusak gaun mahal tersebut. Ciuman Sean turun lagi hingga ke belahan dada milik Aurora yang sudah mengeras. Kembali Sean memberikan kissmark di sana, dan tangannya sibuk melepas kaitan bra yang dipakainya yang ada di bagian depan.

Gaun dengan punggung terbuka yang dipakai Aurora, mengharuskannya juga mengenakan bra yang baru sekali ini dipakainya. Bra dengan tali spagheti yang cukup tipis dan dengan kaitan yang sengaja didesain ada di antara belahan dadanya.

Tangan Sean dengan lihai meremas kedua gundukkan itu secara bergantian bahkan sesekali menghisap benda menggoda di hadapannya itu, setelah berhasil melepas bra yang dipakai Aurora. Sedangkan Aurora sudah tidak berani berharap akan selamat dari Sean kali ini, ia benar-benar sudah dilecehkan hingga rasanya ia ingin mati saja.

"Kak Sean, tolong... Apa salah Aurora, Kak?" tanyanya dengan susah payah, nafasnya tersenggal bercampur dengan desahan tertahan.

Sean mengangkat wajahnya, Aurora melihat wajah lain di balik wajah baik yang selama ini Sean tunjukkan pada semua orang.

"Salah lo?" tanya Sean, yang diangguki Aurora dengan susah payah, karena meskipun Sean sudah mengangkat wajahnya dari belahan dadanya, tangannya tidak berhenti meremas kedua gundukan itu dengan penuh nafsu.

"Salah lo... Banyak!" seru Sean dengan mata tajam, membuat Aurora takut saat melihatnya.

*****

An.

Aduh maaf. Sudah lama tida next, sekalinya next malah dikasih yang bikin deg-degan, heheh. Jujur aja aku sendiri gemeteran dan merinding ngetiknya :')

Happy Reading guys, dan kira-kira ada yang bisa tebak ngga kenapa Sean kayak merasa udah kenal lama sama Aurora? Dan bisa sebenci itu sama Aurora? Heheh

See u, guys 💜💜

Jakarta, 02 November 2019

Si Gadis HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang