Dua Puluh Sembilan

403 38 12
                                    

Happy Reading 😊

Pak Juli datang menghampiri tempat Sebastian dan juga Audira yang sedang menunggu. Melihat kalau akan ada perang dingin yang terjadi di antara kedua remaja yang akan menuju dewasa itu, Pak Juli segera menengahinya.

"Sebastian, kami pakai kendaraan sendiri, ya?" tanya Pak Juli sambil memegangi tangan putrinya, yang diangguki oleh Sebastian dengan cukup ramah.

Pak Juli menarik putrinya untuk menuju tempat mobil pribadi miliknya terparkir, tapi Audira menahan diri dan bersikeras untuk ikut di mobil milik Sebastian.

Sebastian melajukan mobilnya lebih dulu yang diikuti oleh mobil mewah milik seorang dekanat dari salah satu fakultas di kampusnya. Sebastian yang baru saja selesai menelpon ayahnya melirik sekilas pada gadis di sebelahnya yang terlihat sedang menahan amarahnya pada dirinya.

"Jadi kenapa lo mau satu mobil sama gue?" tanya Sebastian membuka pembicaraan, membuat Audira menghembuskan nafas berat yang sedari tadi ditahannya.

Audira menoleh menatap Sebastian, "Lo mau cari tau tentang gue, 'kan?" Sebastian mengangguk mengiyakan sambil tetap fokus pada jalanan di hadapannya, "Tanyain apa yang pengen banget lo tahu tentang gue, sekarang."

Sebastian meliriknya lagi sambil tersenyum menawan, "Nama lengkap lo?"

Audira memutar bola matanya malas, "Basi banget, sih! Audira Sarafah Ariyanto..."

Sebastian mengangguk mengerti, "Tempat dan tanggal lahir lo?"

"23 Januari 1999."

"Berarti usia lo tahun ini berapa?"

"Lo hitung aja sendiri! Emangnya gue kalkulator apa!"  jawabnya ketus, membuat Sebastian terkekeh geli.

"Lo lahir di mana?"

"Apa sih lo? Jangan-jangan lo paparazi ya?"

"Kan lo sendiri yang suruh gue nanyain apapun hal yang pengen gue tau tentang lo..."

"Ya tapi kan--"

"Tempat lahir lo?"

"Italia. Puas?"

Sebastian mengangguk mengerti, sebelah tangannya bergerak untuk merogoh saku celananya lalu ia mengeluarkan dompet miliknya dan memberikannya pada gadis di sebelahnya.

"Apa nih? Gue ngga terima sumbangan. Bokap gue masih mampu kasih nafkah. Gue juga--"

"Buka. Ada hal yang harus liat di dalam sana,"

"Lo mau pamer uang cash sama gue?" tanyanya kesal, lalu ia juga mengeluarkan dompet berwarna peach miliknya, "Bandingin ya, uang cash di dompet gue ada hampir satu jutaan. Gue akan hitung uang cash di dompet lo. Jangan sombong dulu deh lo!"

Sebastian tertawa keras melihat tingkah gadis di sebelahnya. Meski ia yakin kalau gadis itu tak memiliki sifat seperti Aurora, tapi Sebastian cukup terhibur akan kehadirannya.

"Gue buka nih, ya... Astaga!" serunya terkejut sesaat setelah membuka dompet berwarna hitam tersebut, membuat Sebastian menoleh menatapnya penuh karena ia sedang berhenti tepat saat lampu rambu lalu lintas berwarna merah.

"I-ini gue?"

"Bukan."

"Alah bohong lo! Jadi segitu ngefansnya lo sama gue, sampe-sampe foto SMA gue-- bentar, foto SMA? Kan gue... Gue ngga sekolah di Indonesia, terus ini siapa?"

Sebastian menarik pedal remnya dan mobil kembali melaju dengan kecepatan sedang, "Namanya Aurora Putri Azhura..."

"Mi-mirip gue lho ini..."

Si Gadis HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang