prologue

2.5K 95 0
                                    

Jung Hera

Alunan musik yang terdengar kencang,hingga terdengar jelas berbagai melodi dimainkan, teriakan orang orang dengan lantang yang menikmati musik serta suasana yang begitu ramai. Harum semerbak dari berbagai kolonye yang menempel hingga menusuk sampai hidung maupun rongga tenggorokan, Terlalu banyak orang yang menikmati pesta yang sialannya aku sama sekali tidak menikmatinya.

Mereka yang memakai pakaian bagus seperti dress, gaun atau apapun itu dan juga sebaliknya dengan para pasangannya dengan gagah memakai jas atau paling tidak memakai kemeja dengan rapih. Mungkin itu adalah moment yang paling indah atau menyenangkan bagi mereka, apalagi jika mereka berfikiran tentangku.

Ketika dua pasang manusia saling mencintai mengucap janji diatas altar dan disaksikan oleh banyak nya tamu terlihat begitu indah dan manis. Acara yang berjalan lancar, ditambah berbagai tamu berdatangan bahkan dari luar korea sekalipun, dan tidak lupa disambut dengan band day 6 yang semakin membuat pesta ini semakin meriah. Sungguh definisi Pernikahan sempurna.

Namun sepertinya semesta tidak berpihak padaku, sungguh sayang jika dilewatkan karena cuaca hari ini terbilang cukup cerah namun tidak juga panas, deruh angin yang tidak terlalu kencang, burung yang tidak lelah berkicau, rumput yang bahkan terlihat lebih cantik hari ini membuat atensiku tertuju pada keramaian dibawah. Mereka adalah orang orang yang sangat menyukai pesta,menyukai keramaian yang mungkin bisa membuat mereka bahagia.

Tidak. Bukan berarti aku orang yang tidak menyukai pesta, aku juga bukan orang yang tidak suka keramaian dan suka menyendiri. Hal seperti itu tidak pernah ada di kamus hidupku,kenyataannya aku adalah orang yang suka sekali bersosialisasi,mempunyai banyak teman adalah salah satu kunci kebahagiaanku. Meski tidak semuanya baik, tapi setidaknya aku bisa menyeimbangkan hidupku di dunia terutama di lingkunganku.

Namun semua itu sirna, semua yang sudah ku susun dengan tanganku sendiri, bahkan dengan keringatku sendiri hancur. Karena kenyataannya aku yang masih berstatus mahasiswa ini sudah menjadi seorang istri.

Tak peduli jika orang berkata aku mahasiswa semester akhir tapi yang jelas aku selalu mempunyai planning ataupun target dalam menempuh hidupku sendiri. Dan semua itu runtuh seketika tapi aku tidak bisa menyangkal apalagi menolaknya karena semua yang ku rencanakan dalam hidupku adalah alasan untuk membuat orang tua ku bahagia. Terutama ibu ku.

Namun ternyata Tuhan memberiku jalan pintas untuk membuat aku membatalkan semua rencana hidupku yang sudah tersusun rapih tapi tetap dengan tujuan yang sama. Yaitu ibu ku.

Mungkin jika kisahku diberi judul untuk film, marriage contract terdengar menarik meskipun sedikit berbeda karena tidak didasarkan surat perjanjian apapun. Ya kami hanya melakukan beberapa kesepakatan tanpa tertulis dikertas dan jelas sekali aku dan pria yang sekarang sudah menjadi suamiku ini sama sama mempunyai tujuan sendiri. Saling memanfaatkan, saling menguntungkan.

Teramat lelah jika harus terus terusan memasang senyum palsu di depan banyak orang termasuk didepan ibu ku sendiri. Apalagi harus bersikap seolah olah kami adalah dua insang yang sangat manis dan saling mencintai yang akan menjadi keluarga yang harmonis dan bahagia.

"Park Hera, kemarilah" ucap seorang wanita cantik yang dipastikan ia adalah orang yang ku sayang setelah ibu ku sendiri. Dan kenyataannya sekarang dia sudah menjadi mertuaku

Aneh sekali mendengar nama margaku yang berubah menjadi Park, terdengar asing ditelingaku. Tapi aku harus tetap bersikap seperti biasanya karena menurutku diriku ini tetap Jung Hera.

Aku menuruti perintahnya lalu duduk disebelah wanita yang sudah kuanggap ibuku sendiri

"panggil eomma ya sekarang." ucapnya begitu lembut sambil mengusap kepalaku, menatapku dengan lekat dan penuh harapan seakan akan memang akulah yang pantas menjadi menantunya

"baik, eomma" ujarku sambil tersenyum lugu didepannya, tak ingin menyakiti hatinya karena wanita ini sudah sangat membantu banyak untukku dan juga ibukku

"kau cantik sekali, kau memang pantas dengan anakku." ucapnya sambil tetap mengusap kepalaku sambil memandangku yang masih berbelit gaun pengantin

"terimakasih eomma" hanya kata itu yang terlintas dipikiranku melihat wanita yang sedang berada disebelahku ini. Bagaimana pun wanita ini sangat berjasa dan orang yang paling berharga didalam hidupku.

Namun mataku tertuju kepada Ibu ku. Terduduk dikursi roda memakai setelan yang menyerupai gaun namun terlihat lebih sederhana dan sesuai dengannya. Riasan diwajahnya menciptakan kesempurnaan Tuhan yang pernah ku lihat.

"eomma" ujarku seraya menghampiri eommaku sambil terduduk didepannya mendaratkan dengkulku sebagai tumpuannya

"tak apa sayangg, berbahagialah" terlihat berbinar dimata ibuku, terpampang jelas bagaimana senangnya ibuku melihat anak satu satunya ini sudah menikah.

Mendengar kata bahagia yang terlontarkan dari kedua bibir ibuku hatiku seperti teriris, tentu saja aku tidak bahagia dengan semua ini. Tapi yang ku inginkan adalah kebahagiaan ibuku, dan sekarang adalah puncaknya. lalu jika ibuku bahagia itu artinya suatu kebahagiaan untuk ku juga kan?

Mendekap pelukan ibuku membuatku tenang, satu satunya orang yang membuatku bertahan sepanjang ini.

"kau bisa berganti baju jika kau lelah" aku langsung mengangguk dan memasuki kamar dimana kamar itu untuk berganti pakaian pengantin. Aku langsung masuk dan mendapati orang yang sudah menjadi suamiku melihat keluar jendela, sama seperti yang ku lakukan sebelumnya. Melihat tawa orang orang yang menikmati suasana yang terlewat cerah saat ini.

"Hera, sesuai kesepakatan kita. Kita tidak akan satu kamar bukan?" lantas pria yang menjadi suamiku ini membuka suara tanpa embel embel basa basi.

Dari pada menggunakan kata janji, aku lebih senang mendengarnya kesepakatan lebih terdengar tidak terlalu memaksa dan tidak terlalu terpaku. Yang penting kami berdua sama sama mau dan sudah tahu masing masing apa yang harus dilakukan dan dipertanggung jawabkan

Aku mengangguk mendengar ucapannya namun mataku tidak teralihkan dari penampilannya meskipun aku sudah melihatnya jelas bahkan saat tadi di altar dengan bantuan sinar matahari pagi yang cerah membuat ketampanannya seperti di agung agungkan oleh semua orang.

"tenang saja Jimin, aku tidak lupa dengan itu" ucapku dengan singkat sambil mengambil beberapa pakaian

"aku harap kau tidak menganggapku seperti orang yang buruk Hera, aku akan tetap menjadi suamimu. Dan tentu saja membiayai hidupmu dan juga memimpin keluarga kita dengan baik, dengan atau tanpa adanya kesepakatan yang kita buat"

Aku sedikit terkejut karena ucapannya sedikit berbeda, bahkan ia sebelumnya tidak bilang bahwa ia akan menjadi pemimpin keluarga yang baik atau semacamnya itu. Terdengar dramatis karena hal itu keluar dari mulut seorang park jimin. Aku belum sempat menanggapinya namun ia sudah berkata

"aku akan memperlakukanmu dengan baik sampai nanti saatnya kita berpisah, jadi kau tidak perlu berpura pura berbahagia seperti ini. Terutama didepan ibumu"

.
.
.

Tbc

REGRET✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang