Seminggu berlalu sejak tragedi waffle asin buatan Anne yang berhasil membuat James kalah telak. Di balik kursi kerja favoritnya, pria itu merenung memikirkan beberapa hal penting yang terjadi seminggu belakangan ini. Dua hari setelah kunjungan ke rumah Anne dan jamuan makan malam tersebut, James mendapat kabar bahwa Uncle Anthony datang ke rumah membawa kabar bahagia. Anne menerima perjodohan ini dengan tangan terbuka serta mengeluarkan estimasi tanggal untuk hari pernikahan mereka. Kurang dari sebulan. Bahkan kini di atas meja kerjanya, tergeletak sebuah contoh undangan pernikahan dengan nama James Christian Kyle sebagai pengantin pria. Tak masuk di akal. Sungguh ! Terakhir kali James dan Anne bertemu, gadis itu terlihat marah, putus asa dan berbuat jahil dengan memasukan garam pada dessert favoritnya. Lantas bagaimana ia bisa secepat ini menerima perjodohan yang awalnya ditentang habis-habisan. Dia tidak terbiasa menerima Anne yang kooperatif. James terbiasa dengan Anne yang idealis dan keras kepala. Jadi saat berita ini datang, James hanya berharap tak ada rencana aneh di balik ini semua. Berusaha mencari tahu dan memegang kendali, James mengetikan sebuah pesan singkat pada kolom chatnya dengan Anne.
"Nanti malam kita bertemu, ada beberapa hal yang ingin kubahas sebelum kamu berniat memasukan benda aneh lain dalam makananku, aku akan datang ke restomu saat pekerjaanmu sudah selesai" menekan tombol send, pesan itu terkirim kurang dari 5 detik. Dan muncul notifikasi balasan. Sebaris kata singkat penuh makna. OKE. perlawanan atau sebuah penerimaan ? James agaknya tak mampu membaca strategi perang Anne kali ini. Lelah dan bingung bercampur menjadi satu. Ada perasaan yang tak mampu dibaca James kali ini. Memilih berpangku tangan dan bersandar sejenak di kursi kebesarannya, James tidak menyadari seseorang memasuki ruangannya. Tanpa ketukan pintu, tanpa permisi seperti yang biasa orang lain lakukan padanya.
"Jadi gimana rasanya jadi calon pengantin yang tiba-tiba akan menikah ?" Seringaian jahil muncul dari seorang laki-laki yang sebaya dengannya. Adalah Nick yang kelewat jahil hadir di saat-saat yang tidak tepat saat ini. Sahabatnya sejak bersekolah di London itu nampak sumringah melihat wajah kalut yang terpampang nyata di hadapannya saat ini.
Menghela nafas panjang, James nampak berusaha mengendalikan beragam emosi yang berkecamuk di dadanya.
"Kamu bukan tanpa alasan kan datang kesini hanya untuk mengomentari soal kehidupan pribadiku ?" James bertanya to the point.
Nick melangkahkan kaki menuju sofa dan duduk dengan santainya di sana. Memandang sekeliling keadaan ruangan James dengan wajah tengilnya.
"Kenneth sama Joddy baru aja sampai Jakarta semalam. Mereka berniat ngatur jadwal ketemuan kita minggu ini. Kenneth ngotot mau ajak kita semua main futsal, tapi karena aku cukup faham keadaanmu belakangan ini jadilah kita cuma akan meet up di kafe sebelah kantor" Nick tersenyum busuk dengan wajah penuh kepalsuan. Kentara sekali ejekan di akhir ucapannya barusan. James faham betul soal karakter sahabat dekatnya ini. Keraguan dan segala hal yang berkecamuk di dadanya memang membutuhkan tempat untuk berbagi. Selama ini, hanya mereka bertiga yang memang menemani dan ada kala James membutuhkan bantuan atau sekedar menjadi pendengar. Saran yang diberikan kadang memang konyol dan tak masuk akal, tapi setidaknya beban sedikit terobati saat mereka mendengarkan segala kesulitan James.
"Kenapa diem aja sih ? Wajahmu bener-bener kacau bro hari ini ! Sepanjang aku hidup, rasanya baru kali ini aku melihat orang yang mau menghadapi pernikahan seperti orang yang akan menghadapi kematian, just a relax" Nick mengucapkan kalimat itu penuh penekanan. Agaknya kali ini ia cukup simpati dengan keadaan sahabatnya ini.
"Oke, nanti kita bertemu, jam 4 sore ini selepas meeting terakhir" James menawarkan jam pulangnya kepada Nick bersamaan dengan tepukan ringan pada pundaknya yang dilakukan oleh Nick. Nick tersenyum kecut dan keluar dari ruangan tersebut dengan santainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gift Love (COMPLETE)
Romancemencintai atau dicintai ? mana yang akan jadi pilihan paling tepat dalam hidup ? jika mencintai adalah sebuah keinginan, maka dicintai bukankah sebuah kesediaan ? Adalah Annelise Rosalie Winathan menghabiskan sebagian hidup untuk bertaruh antara pil...