Varrel yang baru saja sampai di rumahnya sekitar jam enam sore itu pun langsung terkejut, ketika melihat penampakan seorang pria bersetelan jas hitam yang sedang berdiri di dekat tangga rumah pamannya itu.
“Kenapa lo disini?,” tanya Varrel kepada pria berjas itu.
“Sesuai perintah tuan Reynard, saya akan mengawasi tuan muda dan nona selama tuan Rey dan nyonya Alina tidak ada disini,” jawab pria berjas itu yang membuat Varrel menaikkan satu alisnya.
“Aku dan Alina mungkin akan pergi selama satu bulan, tapi jangan khawatir, aku akan menyuruh Ian untuk mengawasi kalian berdua!”
Varrel pun mengusap wajahnya dengan kasar, kala teringat ucapan Rey di telepon kemarin.
“Gue udah pernah bilang, nggak perlu diawasi, lo bisa pergi sekarang,” Varrel sebenarnya sedikit risih dengan bahasa formal yang di keluar dari mulut pria yang berumur tak jauh darinya itu.
“Saya akan pergi setelah tuan besar kembali,” ucap Ian membalas kalimat yang tersirat sebuah pengusiran itu.
“Hah...Terserah! Tapi, jangan pernah ikutin apa yang gue lakuin. Tugas lo cuma ngawasin Vina, bukan gue. Remember that!,” peringat Varrel dengan tegas yang hanya dibalas senyuman oleh Ian.
Dapat bekerja untuk keluarga Kahraman merupakan kebanggaan tersendiri untuknya. Bagi Ian, keluarga Kahraman adalah penyelamat hidupnya. Apalagi seorang Reynard Alvis Kahraman yang bernotabene sebagai bosnya sekaligus seseorang yang dianggap saudara olehnya.
“I always remember that, Mr. Alvaro,” balas Ian. Yang kemudian menundukkan kepalanya lalu undur diri dari hadapan Varrel.
Varrel menyugar rambutnya ke belakang lalu berjalan kembali ke kamarnya, dan ketika melewati kamar adiknya. Ia pun menatap lekat-lekat pintu berwarna coklat itu, pikirannya kembali menerawang di waktu dirinya dan Vina masih belum mengerti apa-apa, apalagi beban hidup.
Flashback On
“Kak, main yuk cama Vina,”
Varrel yang saat itu berusia enam tahun, dengan Vina yang berusia empat tahun. Saat itu Varrel benar-benar senang memiliki Vina sebagai adiknya karena sekarang dia memiliki teman bermain selain Vincent yang masih sering bolak balik Indonesia-Belanda itu.
“Ayo,” ajak Vina dengan senang.
Varrel mengikuti Vina kecil yang sedang memainkan berbagai macam peralatan masak-masakan nya.
“Varrel!,” panggil papanya.
Varrel kecil pun menoleh dan mendapati papanya sedang membawa bola berwarna oranye yang menjadi kegemarannya sejak kecil itu.
“Papa!,”
Varrel kecil kemudian berlari, mengabaikan Vina yang sedari tadi mengajaknya untuk bermain masak-masakan dengan peralatan yang baru dibeli papa nya.
“Vina mau ikut main, sama Papa?,” tawar Rezvan kepada anak bungsunya yang saat itu sedang mengerucutkan bibirnya.
“Nggak mau! Papa culang! Vina kan yang ajak kak Valel main duluan,” gerutu gadis kecil itu.
“Vina, ayo main sama Mama,” tiba-tiba Alina pun datang, membuat gadis kecil itu menunjukkan lidahnya ke arah papa nya lalu berlari mendekati mamanya.
Rezvan pun hanya terkekeh melihat kelakuan anak bungsunya yang menggemaskan itu.
“Ayo, Varrel! Papa bakal ajarin kamu teknik yang lain,” ucap papanya yang dibalas anggukan antusias oleh Varrel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Varrel-Ga [COMPLETED]
Teen FictionSemua orang berhak bahagia, itu yang dikatakan Mamanya. Dan Gavarrel mencoba untuk mencari kebahagiannya. Semua bermula dari insiden yang melibatkan CEO Brata's Company yang perlahan mengubah setengah hidupnya, rasa bencinya dan sikapnya. Ini semua...