Sebuah mobil alphard baru saja memasuki sebuah kediaman yang terlihat cukup mewah itu, para pelayang langsung menyambut seseorang yang baru saja keluar dari mobil itu.
“Nyonya Ajeng datang, tuan.”
Seorang pria berjas melaporkan apa yang terjadi diluar rumah itu, kepada seseorang yang terlihat sangat berantakan di atas sofa yang berada di ruang kerjanya itu.
“Biarkan saja...,” jawab tuannya tanpa mengalihkan sedikitpun perhatiannya dari foto yang terus digenggamnya itu.
“Tapi, tuan—...,”
“Bisakah kau tinggalkan aku dan putraku berdua saja, Vans?,” Pria bernama Vans itu pun langsung membungkuk, lalu meninggalkan ruangan itu dengan tidak lupa menutup pintunya. Mungkin ini akan menjadi pembicaraan yang cukup lama.
“Kenapa ruanganmu sangat berantakan sekali, Rezvan?,” Wanita paruh baya yang biasa dipanggil nyonya Ajeng itu mengambil beberapa kertas dan bungkus rokok yang berserakan di ruangan anaknya itu tanpa merasa jijik.
“Apa urusan mama kemari? Jika mama hanya ingin berbicara tentang Gavarrel, sebaiknya mama bisa pergi,” ucap Rezvan yang kemudian menaruh foto yang tadi dipegangnya ke dalam saku celananya.
“Kalau aku tidak tahu kalau dia bukan anak Alina, mama tidak akan seperti ini, Rezvan,” ucap wanita yang berumur hampir satu abad itu, namun dirinya masih terlihat sehat diumurnya itu.
Rezvan pun mengusap wajahnya kasar, lalu menuntun mamanya untuk keluar dari ruangan itu lalu menuju kamarnya.
“Mama tidak habis pikir kepadamu, kenapa kau berhubungan dengan sekretaris bodohmu itu dan kau malah meninggalkan Alina yang sudah jelas istrimu?,” Ajeng duduk dengan pelan di sofa yang ada di kamar itu, kemudian menatap anak laki-laki satu-satunya itu.
“Aku akan mengganti kepemimpinan Gavarrel dengan Lavina, kalau begitu,” Rezvan terlihat sangat frustasi jika dilihat dari pakaiannya, ia masih mengenakan kemeja yang beberapa hari lalu ia pakai untuk datang ke perusahaan.
“BC tetap akan jatuh ke tangan Gavarrel mau tidak mau, karena itulah peraturannya,” ucap nyonya Ajeng dengan tenang, wajah ayu khas keraton miliknya masih terlihat walau umurnya sudah tidak lagi muda.
“Peraturan sialan!,” Umpat Rezvan sambil melempar bantal yang ada di sofa miliknya.
“Jadi, kali ini apa halangannya?,” tanya Ajeng yang dibalas helaan nafas berat oleh Rezvan. Laki-laki itu sebenarnya tidak ingin menyusahkan Gavarrel, sudah cukup Vina saja yang menjadi penggantinya.
“Rey mengirim Gavarrel ke London bersama Lavina,”
Ajeng langsung menatap serius Rezvan, merapihkan tasnya lalu beranjak dari sofa.
“Mama mau kemana?,” tanya Rezvan sambil berdiri dibelakang Ajeng yang hendak membuka pintu itu.
“Tentu saja menemui cucuku,” ucapnya yang membuat mata Rezvan melebar.
-oOo-
“Hah, baru saja satu minggu kamu pergi. Rumah ini terasa sangat sepi,” Rey berucap seraya melepaskan kacamatanya.
Varrel tersenyum miring, lalu menepuk bahu pamannya. “Bilang saja Paman rindu denganku,” godanya yang membuat Rey tertawa mendengar ucapan keponakannya itu.
“Kau selalu tahu itu, nak,”
Tatapan Rey pun beralih kepada map yang sedang dipegang oleh Varrel. “Tapi, kenapa tidak bilang kepada Ian saja? Biar dia yang mengurus berkas-berkas di sekolahmu,” tanyanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Varrel-Ga [COMPLETED]
Roman pour AdolescentsSemua orang berhak bahagia, itu yang dikatakan Mamanya. Dan Gavarrel mencoba untuk mencari kebahagiannya. Semua bermula dari insiden yang melibatkan CEO Brata's Company yang perlahan mengubah setengah hidupnya, rasa bencinya dan sikapnya. Ini semua...