19 | Protective

14 2 0
                                    

“Apa yang kamu lakukan, Gavarrel!,”

Varrel langsung menjauhkan ponselnya dari telinganya, dirinya kemudian memilih menatap pemandangan langit malam yang tidak cerah, tidak ada bintang maupun bulan yang terlihat.

“Dia sendiri yang memutuskannya, dan lagipula aku hanya menegurnya,” jawab Varrel dengan santai membuat Rey memijat dahinya dengan kelakuan keponakannya itu.

“Bisakah kamu menghalanginya? Paman tidak habis pikir dengan jalan pikiranmu,” ucap Rey yang membuat Varrel memutar bola matanya jengah

“Aku tidak menyuruh Paman untuk mengerti jalan pikiranku, salahnya sendiri yang menuruti paksaan orang lain. Jika—...,”

“Dengarkan aku! Kenapa kamu sebodoh ini? Vina itu perempuan! Dan aku tahu kalau disana sedang malam, apakah kamu pernah memikirkan apa yang akan terjadi kalau perempuan berjalan seorang diri tanpa tujuan malam-malam seperti itu?!,”

Rey memotong dengan cepat ucapan Varrel, membuat Varrel sedikit terhenyak dengan sikap pamannya itu dan Varrel tidak pernah mendengar Rey berbicara sepanjang itu, kecuali jika pria itu benar-benar sedang marah.

“Sejak awal aku tidak pernah setuju agar dia tinggal disini, apalagi sampai pindah ke Bhatari. Itu semua hanyalah ide Paman, Paman melakukan sesuka Paman dan akupun juga begitu,” balas Varrel yang kembali mengingat kejadian beberapa menit lalu ketika Vina berjalan keluar rumah itu dengan menggeret koper yang cukup besar miliknya.

“Aku akan mempercepat kepulanganku ke Indonesia,”

Sedetik setelah mengatakan itu, Rey pun langsung memutuskan panggilannya membuat Varrel tersenyum miring mendengar ucapan pamannya itu.

Sebenarnya kekesalan Varrel itu hanyalah bentuk kekhawatiran seorang kakak kepada adiknya, tapi karena Varrel orangnya seperti itu dan Vina yang baru saja bertemu dengan Varrel setelah beberapa tahun tidak bertemu. Membuat Vina salah paham.

Ketika melihat adiknya pulang dengan keadaan seperti itu, Varrel menjadi kembali teringat dengan kejadian tadi siang ketika dirinya keluar dari kafe dan melihat jika Vina sedang bersama seorang laki-laki. Yang membuatnya geram adalah, beraninya laki-laki itu menyentuh Vina ditempat umum. Membuat jiwanya sebagai seorang kakak langsung bangkit, apalagi Ian tidak berada dimanapun saat itu.

Mungkin Vina udah di rumah Papa nya, batin Varrel seraya menghela nafasnya.

.

.

.

“Lavina?,”

Gadis yang sedang memilih snack itupun menoleh ketika mendengar ada yang memanggil namanya, dan ia langsung mandapati seorang laki-laki bersurai coklat sedang menatapnya.

Vina menatap laki-laki itu dari atas ke bawah, siapa cowok ini? Dia tidak dengan cowok itu. Tapi, terlihat sekali kalau cowok di depannya itu mengenalnya.

“Siapa ya?,” tanyanya seraya mundur selangkah, takut-takut bahwa cowok itu akan berbuat jahat kepadanya

Oh, maaf. Gue bukan orang jahat, kok. Kenalin nama gue Vincent,” cowok itupun mengulurkan tangannya membuat Vina menatap cukup lama tangan itu

“Gue Vincent Catra Atharwa, tetangga lo dan Varrel ketika masih kecil, remember me?,”

Vina menggeleng ketika mendengar ucapan cowok di depannya. Emang dulu gue punya temen yang namanya Vincent?, batin Vina sambil menatap heran cowok berjaket abu-abu itu.

Padahal saat ini dirinya sedang bergegas keluar dari minimarket itu, karena ingin segera menuju apartemen.

“Mungkin lo nggak ingat, tapi kenapa lo keluar malam-malam kaya gini? Nggak baik perempuan keluar malam-malam begini,” ujar Vincent seraya tersenyum ketika melihat adik sahabat kecilnya itu, yang dulu juga ikut bermain bersama keduanya.

Varrel-Ga [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang