31 | Gurauan

10 1 0
                                    

“Kondisinya semakin memburuk, Rey. Cepat atau lambat itu pasti terjadi, dan itu kemungkinan terburuknya,”

Rey memijat dahinya, setelah mendengar penuturan dokter Kim yang merupakan teman baik kakaknya, Alina.

“Sejak kapan ini terjadi?,” Tanya Rey kepada lelaki berjas putih itu, membuat dokter Kim menurunkan kacamatanya yang sejak tadi membantu penglihatannya itu.

“Sudah lama, sejak Varrel baru saja lahir,” jawab dokter Kim dengan berat hati, ini adalah masalah yang sudah ditutupnya lama. Dan hari ini adalah saatnya ia mengatakan yang sebenarnya kepada Reynard.

Rey mengingat kembali hari itu, ketika keluarga Kahraman dan Bratadikara sedang berbahagia dengan lahirnya seorang cucu laki-laki yang didamba dikedua keluarga itu. Tapi, tidak ada yang tahu kalau ada masalah besar yang terjadi pada hari itu.


Flashback on

Rey yang ketika itu baru saja menyelesaikan S2 nya di Amerika, juga kali pertamanya memegang alih perusahaan keluarga Kahraman itupun ikut senang dengan berita kelahiran keponakannya itu. Ia berharap, kakaknya bisa lebih bahagia dengan kelahiran anak pertamanya itu.

Tolong saya, Tuan,”

Tiba-tiba seorang wanita tiba-tiba memegang kakinya, raut wajahnya menyiratkan kesakitan yang amat mendalam. Hingga membuatnya harus memohon di depan orang, yang mungkin tidak dikenalnya itu.

Rey yang saat itu hendak memasuki rumah kakaknya pun harus menghentikan langkahnya, lalu merendahkan tubuhnya untuk melihat wanita yang terlihat cukup kumal itu.

Maaf, tapi anda siapa?,”

Rey memegang bahu wanita itu, lalu membantunya berdiri. Perlakuan kecil yang mungkin bagi sebagian orang akan berat untuk melakukannya, tapi tidak dengan Reynard.

“To-tolong bawa saya ke dalam, Tuan. Saya ingin membawa keponakan saya,”

Dahi Rey pun berkerut, lalu menatap ke arah yang wanita itu tunjuk. “Keponakan anda bekerja disana?,” Tanyanya dengan nada bingung, karena tidak tahu dengan permintaan wanita dihadapannya itu.

Bukan, Tuan. Keponakan saya anak dari tuan rumah disana,”

Rey pun langsung menatap heran wanita itu, bagaimana bisa dia bicara seenaknya. Ia tahu betul siapa tuan rumah yang sedang wanita itu bicarakan. Apakah maksud anda...Rezvan Bratadikara?,” terka Rey dengan tidak yakin.

Netra wanita itupun melebar lalu mengangguk dengan antusias.

To-tolong tuan, bawa saya kesana,” pinta wanita itu.

Flashback off

“Kenapa kakak tidak pernah cerita kepadaku?,”

Rey menghela nafasnya, Kim yang melihat itupun hanya bisa bungkam ketika melihat adik sahabatnya itu terlihat frustasi.

“Maafkan aku, Rey. Kalau saja aku tidak berjanji dengan Alina, pasti kau sudah mengetahuinya sejak lama,” sesal Kim yang dibalas gelengan oleh Rey.

“Jangan menyesalinya, Kim. Aku juga akan melakukan hal yang sama jika berada di posisi kakak,” tukas Rey yang membuat Kim mengangguk mengerti.

Awalnya ketika Alina mulai berbicara kepadanya mengenai hal ini, dirinya merasa sangat terkejut dengan apa yang terjadi.

“Aku ingin mengetahui awal kejadian ini, tolong jelaskan kepadaku dengan detail, Kim,” pinta Rey yang langsung diangguki oleh pria di hadapannya.








-oOo-







“Karena Ujian Nasional akan diadakan satu bulan lagi, KBM untuk kelas dua belas hanya akan membahas materi untuk UN saja,” ucap bu Gita, guru kimia yang membuat sebagian murid bersorak senang dan yang lainnya mendesah kecewa.

Begitupula dengan Haidar yang mengikuti kelompok kedua, ia pun menenggelamkan kepalanya ditekukan tangannya yang berada di atas meja. Sedangkan Tristan dan Varrel hanya diam mendengar berita itu, hal itu merupakan hal yang biasa dilakukan oleh siswa tingkat akhir di SMA. Jadi, tidak ada hal yang harus membuat keduanya senang ataupun merasa sedih.

“Rel, lo bukannya ikut SNMPTN kan?,” Celetuk Fin, teman sebangku Haidar yang sedang menyangga kepalanya dengan satu tangan di meja itu. Menatap ke arah meja di depannya.

“Nggak,” jawab Varrel singkat membuat Fin menaikkan satu alisnya, kemudian menatap Haidar.

“Kadang yang dapat malah nggak diambil, dan ada yang mati-matian pengin ikut SNMPTN...hahh,”

Haidar pun ikut mengangguk, sambil menatap Fin. Tristan yang mendengar itupun kemudian membalik tubuhnya ke belakang, menatap ke arah cowok yang sedang memainkan pulpen berwarna merah mudanya.

“Lo ikut juga?,” Tanya Tristan yang dibalas senyuman kecut oleh cowok itu, lalu menatap pulpen merah mudanya.

“Nggak, lagian gue juga udah diatur sama mama. Percuma juga, kalau gue ngomong mau kemana,” jawab Fin, sambil tersenyum membuat Haidar menepuk bahu cowok itu.

“Terima aja, lagian nyokap lo pasti pengin yang terbaik buat lo,” celetuk Varrel yang membuat Fin mengangguk.

“Lo emangnya mau lanjut dimana, Rel?,” Tanya Fin yang membuat Tristan langsung menatap antusias Varrel dan Haidar yang langsung duduk tegap, ingin mendengar jawaban cowok yang beberapa hari ini terlihat murah senyum itu.

“Nggak tau, lihat aja nanti,” 

Kedua cowok yang sejak tadi menantikan jawaban Varrel pun mendesah kecewa, padahal mereka ingin kembali satu kampus dengan Varrel.

Yah, kan gue nggak tahu umur gue sampai berapa, Rel. Kalau gue mati besok gimana? Kan gue nggak tahu lo mau masuk dimana,” gerutu Haidar, yang membuat Varrel tersenyum miring.

“Lebay lo, nanti kalau lo mati beneran juga nggak akan mengubah keputusan gue, Dar.”

Haidar mendengus sebal, membuat Tristan dan Fin tertawa.

Ssst!,” Interupsi Zalka yang duduk tidak jauh dari mereka.

“Brisik lo! Tuh kan dimarahin calon gue,” ucap Haidar dengan nada rendah, membuat Tristan langsung memukul kepala Haidar dengan penggaris yang ada di hadapannya.

“Jangan kebanyakan halu, Dar.” cibir Varrel, membuat haidar melengkungkan bibirnya ke bawah.

Bucin lo,”

Haidar hanya mendengus sebal, ketika mendengar cibiran dari Fin juga.

“Itu siapa di belakang yang berisik?!,” Tegur bu Gita yang membuat keempatnya terlonjak.

Kemudian dengan cepat Tristan membalik tubuhnya, menjadi menghadap ke depan. Keempatnya langsung duduk dengan tegak, membuat para siswi yang melihat itupun terkekeh.

“Kalau mau berisik di luar saja, saya persilahkan,”

Tristan menelan salivanya dengan susah, lalu tersenyum kikuk. Impossible terjadi jika dirinya sampai tidak ikut pelajaran yang sangat disukainya itu dan mapel pilihannya untuk UN.

“Jangan dong, Bu.” pintanya dengan wajah yang memelas, membuat Varrel sebenarnya ingin tertawa melihat raut cowok disebelahnya itu.

“Kalau begitu jangan berisik lagi,” peringat bu Gita yang membuat wajah Tristan sumringah.

Tristan mengangguk, lalu menyenderkan punggungnya disandaran kursi seraya menghela nafas lega. “Hampir saja...”











Tbc...

Varrel-Ga [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang