30 | Maaf

17 1 0
                                    

“Lo nggak kasihan sama Devana yang namanya terus-terusan lo bawa, dia udah tenang disana, Dev! Dan sekarang atas nama dia lo nyiksa Lavina,” lanjut Varrel yang membuat Deven diam-diam mengepalkan tangannya.

Semua tentang Varrel, Deven membencinya. Apalagi saat nama adik kesayangannya itu diucapkannya, apa salahnya membalas kematian Devana? Di dalam ingatannya masih jelas terekam bagaimana adik satu-satunya itu, meregang nyawa dengan cara yang sangat menyakitkan menurutnya.

“Jangan nasihatin gue, lo itu kejam dan nggak punya perasaan. Lo nggak tahu gimana Devana sampai gantung diri dan Coba lo bayangin gimana rasanya lihat adek lo mati di depan mata lo,”

Satu air mata lolos dari mata Deven, membuat Semua yang ada disitu langsung tersentak.

“Ekspresi ketakutannya dan ekspresi senyuman terakhirnya itu masih gue inget sampai sekarang, lo nggak bakal ngerti,” tuturnya.

“Rel!,” Teriak Nean, membuat semuanya langsung menoleh kearah suara itu berasal.

“Sial!,” Umpat Varrel yang kemudian langsung berlari mendekati Nean yang sepertinya sudah menemukan Vina.

“Saatnya lo menderita, Gavarrel. Lo harus merasakan apa yang gue rasakan dulu,” gumam Deven seraya tersenyum tipis.

“Vina!,” teriak Varrel.

Varrel langsung masuk dan mendekati Vina yang sudah terbaring lemah di lantai, dengan darah yang mengalir dari kepalanya.

“Vin, bangun!,”

Varrel menepuk pelan pipi Lavina, kemudian memakaikan jaketnya untuk menutupi pakaian Lavina yang beberapa sudah terkoyak itu. Nean yang tadi menemukan Vina hanya bisa berdiri di ambang pintu tanpa berniat untuk mendekat, dirinya kaget begitu mendobrak pintu kamar yang ternyata ada Vina di dalamnya.

“Kita harus bawa dia ke rumah sakit secepatnya, Rel,” interupsi Haidar yang langsung diangguki oleh Varrel.

“Gimana rasanya, Gavarrel?,” Celetuk Deven ketika melihat Varrel yang sedang menggendong Lavina, keadaan gadis itu terlihat sangat mengkhawatirkan sekali.

Ssh....udah, Rel. Biar dia gue sama Tristan yang urus, lo tinggal bawa Lavina ke rumah sakit,” pungkas Vincent seraya menahan Varrel.

“Gue sama Nean ikut lo,” usul Haidar yang disetujui oleh Vincent

“Gue juga,”

Varrel langsung menatap tajam Elang, lalu tanpa ba bi bu lagi, Varrel pun langsung membawa adiknya menuju rumah sakit terdekat.






-oOo-






'Plak!'

Varrel tersungkur ke tanah ketika tamparan keras pamannya diarahkan ke pipi kanannya itu.

“Kali ini apa yang kamu lakukan, Gavarrel!,” Bentak Rey seraya menarik kerah kaos hitam milik Varrel.

“Maafkan aku,” sesal Varrel sambil menunduk, dirinya terlalu malu untuk menatap mata orang yang sudah dianggap sebagai ayahnya itu.

“Masalahmu itu hampir membuat nyawa adikmu melayang, kenapa kamu bisa seceroboh ini?!,”

Rey memalingkan wajahnya ke arah lain, lalu mengusap wajahnya dengan kasar. “Apakah kali ini tidak ada pembelaan lagi, Varrel? Aku ingin tanya, apakah kamu senang selalu membuat masalah seperti ini?!,” sarkas Rey dengan geram.

Varrel hanya bisa menghela nafasnya, lalu menatap manik hitam Rey yang menatap tajam dirinya itu. Ia melirik ke sekitar taman rumah sakit yang terlihat sepi disaat malam hari seperti ini.

Varrel-Ga [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang