"Haidar, cepat lempar bolanya!" ucap seorang bocah bersurai keriting itu dengan antusias, netra hitamnya yang besar itu terlihat berbinar ketika seorang bocah gempal di depannya hendak melemparkan bola itu kepadanya.
Namun, belum sempat di tangkap. Bola itu sudah menggelinding cukup jauh hingga menabrak bangku taman yang terletak cukup jauh dari tempat keduanya bermain.
"Aku ambil bolanya ya," ucap bocah keriting yang mendapat anggukan antusias oleh bocah gempal di depannya. Bocah itupun berlari untuk mengambil bolanya itu.
Tapi, tiba-tiba saja ia menghentikan langkahnya seraya memiringkan kepalanya, ketika melihat seorang bocah laki-laki yang sekiranya seumuran dengannya sedang memainkan bola miliknya itu.
"Itu, punyaku," lirih bocah keriting itu sambil menunjuk bola berwarna biru yang sedang dipegang oleh bocah bersurai hitam lurus itu, netra bocah itupun hanya menatap datar bola yang sedang dipegangnya.
Dalam hati, ia ingin juga bermain dengan teman-temannya. Tapi, pamannya melarang dan terus membiarkannya mendekam dirumah. Ia merasa bosan, tentu saja, apalagi setiap hari guru privat terus berdatangan ke rumahnya.
Untuk ke taman ini saja dia harus menyelinap diam-diam dari pengawasan pamannya itu.
"Tlistan!"
Kedua bocah itupun langsung menatap bocah gempal yang sedang berlari menghampiri keduanya itu.
"Kenapa nggak diambil bolanya? Ayo kita main lagi," ujarnya dengan lidah cadelnya itu, ketiga bocah berumur lima tahun itu terlihat sangat imut dengan berbagai ekspresi yang dikeluarkannya.
Bocah yang dipanggil Tristan itu pun hanya mengedipkan mata bulatnya menatap bocah yang tetap memeluk bola miliknya dan Haidar itu, tanpa ada niatan untuk mengembalikannya.
"Ayo kita main bareng!" seru Tristan kemudian, ia berpikir mungkin anak di depannya itu ingin bermain dengannya dan Haidar. Karena beberapa kali ia melirik kearah anak itu ketika dirinya bermain yang hanya menatap ke depan sambil duduk di bangku taman.
"Dia bisu ya?" Haidar pun membisikkan kalimat itu kepada Tristan membuat Tristan tertawa karena geli, kemudian menggeleng, ia sempat melihat anak laki-laki di depannya itu bergumam
"Aku lihat tadi dia bicara," balas Tristan dengan bisikan, membuat Haidar menganggukkan kepalanya dan mulut kecilnya itu membentuk huruf 'o'.
"Nih, punya kalian,"
Tiba-tiba saja, bocah itu melemparkan bolanya hingga menggelinding ke arah kaki Tristan, dan langsung diambil oleh Tristan.
Bocah itupun hanya menatap wajah Tristan dan Haidar secara bergantian, ia ingin sekali bermain seperti keduanya. Walau dulu ketika di rumah ayahnya ia memiliki teman bernama Vincent, yang memutuskan untuk pindah beberapa bulan lalu.
"Mau main bareng? Kenalin, namaku Tristan dan ini Haidar!"
Bocah yang sejak tadi cemberut itu pun menatap tangan Tristan yang terjulur di hadapannya, ia bingung harus melakukan apa. Karena selama ini ia tidak memiliki teman dan sekarang ada yang mengajaknya berteman.
Melihat bocah di depannya yang hanya diam, membuat Haidar langsung mengambil salah satu tangan bocah itu lalu mengaitkannya dengan tangan Tristan.
"Kata mama kita halus kaya gini kalau mau kenalan, iya nggak Tlis?"
Tristan pun tersenyum lebar mendengar ucapan Haidar, lalu tersenyum menatap bocah yang masih saja menampilkan raut datar di hadapannya itu.
"Terus, siapa nama kamu?," tanya Tristan kecil dengan senyuman yang masih ditampilkannya, membuat beberapa orang yang melihatnya memekik tertahan karena gemasnya anak itu.
"Varrel," jawabnya singkat, lalu menarik tangannya dari tangan Tristan, membuat Tristan tertawa dan Haidar tersenyum senang.
"Dia benelan nggak bisu, Tlis!" ucap Haidar dengan antusias, sedangkan Varrel-bocah itu hanya menatap keduanya, lalu tak lama kemudian bibirnya mulai membentuk suatu lengkungan.
"Mulai sekarang kita adalah teman!" pekik Tristan seraya memeluk Varrel, membuat Haidar juga mengikuti apa yang dilakukan oleh Tristan.
"Ayo kita main lagi!" ajak Haidar yang kemudian dibalas anggukan oleh Tristan seraya menarik tangan Varrel untuk bermain bersama keduanya.
-oOo-
"Tristan, Haidar. Ayo kita pulang sekarang," interupsi seorang wanita yang baru saja datang, membuat ketiga anak itu langsung menatapnya.
Tristan pun berlari ke arah wanita itu lalu memeluknya, keduanya pun tertawa.
"Itu mamanya Tlistan, namanya Tante Devi," celetuk Haidar seraya melihat keduanya, lalu berlari mendekati keduanya.
Mendengar ucapan Haidar, membuat hati Varrel kecil merasa sedih. Ia merindukan mamanya yang dulu selalu tersenyum dan selalu memujinya.
"Kenalin, Ma. Dia teman Tristan, namanya Varrel," tutur Tristan kecil seraya menunjuk Varrel yang hanya terdiam menatap interaksi keduanya.
"Oh ya? Dia tampan sekali, sama seperti Tristan," balas tante Devi dengan senyum yang sama seperti milik Tristan, lalu berjalan menggandeng Haidar dan Tristan mendekati Varrel.
"Dan Haidar juga," lanjutnya ketika melihat wajah cemberut Haidar, membuat wajah bocah itu langsung sumringah.
"Hai, Varrel. Nama kamu bagus, semoga kamu bisa berteman baik dengan Tristan dan Haidar ya,"
Devi pun mengelus puncak kepala Varrel sambil tersenyum, lalu memberikan sesuatu dibalik saku celanannya.
"Wah, coklat!" pekik Haidar yang membuat Devi terkekeh, lalu memberikannya kepada ketiga anak itu.
"Te-terimakasih," lirih Varrel seraya menerima cokelat itu.
Mamanya selalu berpesan untuk mengucapkan terimakasih setelah diberikan sesuatu oleh seseorang, dan itu terus dilakukannya.
"Sama-sama, sayang. Oh ya, kamu nggak pulang?" tanya Devi ketika melihat tidak ada tanda-tanda kalau Varrel dijemput untuk pulang.
"Nggak mau pulang," jawab Varrel yang membuat Devi menaikkan satu alisnya, sedangkan Tristan dan Haidar sedang asyik sendiri memakan cokelat.
"Varrel harus pulang, harinya udah mau malem. Nanti Varrel sendirian disini," jelas Devi dengan pelan-pelan.
"Kata papa, disini ada hantunya kalau malam-malam!" timpal Haidar yang membuat Devi terkekeh, dan raut Varrel memucat.
"Be-benarkah?" tanya Varrel yang membuat Devi mau tidak mau mengangguk, lalu mengajak Varrel untuk meninggalkan taman itu bersama ketiganya.
"Varrel!"
Ketiganya langsung menoleh ketika melihat pria berjas sedang berlari kearah mereka, pria itu terlihat sangat kelelahan.
"Paman!" teriak Varrel yang kemudian berlari menuju pria itu, membuat Devi tersenyum.
Melihat keponakannya baik-baik saja itu, membuat pria itu langsung memeluk dan menggendong Varrel kedalam pelukannya.
Ia kalap sendiri ketika tidak menemukan Varrel di rumahnya, dan itu membuatnya sangat khawatir.
"Astaga! Jangan keluar tanpa izin seperti tadi," peringat Pamannya sambil mengelus rambutnya, membuat Varrel mangangguk, lalu menatap Tristan dan Haidar yang sedang melambaikan tangan kepadanya.
"Dadah, Varrel!" ucap Tristan yang membuat Varrel juga melambaikan tangannya.
"Dadah juga Tristan, Haidar!" balasnya yang membuat Pamannya tersenyum menatap Mamanya Tristan, dan dibalas anggukan oleh Mamanya Tristan.
"Lain kali, jangan seperti ini. Paman takut kamu kenapa-kenapa,"
Usai mengucapkan itu, pamannya pun memeluknya erat seolah tidak ingin kehilangan dirinya, dan Varrel pun membalas pelukan pamannya itu tak kalah erat.
RadtZ
KAMU SEDANG MEMBACA
Varrel-Ga [COMPLETED]
Teen FictionSemua orang berhak bahagia, itu yang dikatakan Mamanya. Dan Gavarrel mencoba untuk mencari kebahagiannya. Semua bermula dari insiden yang melibatkan CEO Brata's Company yang perlahan mengubah setengah hidupnya, rasa bencinya dan sikapnya. Ini semua...