42 | Pembuktian

11 1 0
                                    

Pagi hari ini terlihat cerah, namun tidak terlalu panas dan cenderung hangat. Secara refleks Natha menatap awan yang terlihat mendominasi di langit hingga menutupi matahari, ia tanpa sadar tersenyum.

“Nath, jangan melamun!,” teriak Gevan dari arah sampingnya, gadis itu langsung menatap ke arah depan dan bertepatan dirinya berhadapan dengan Lea yang menjadi musuhnya kali ini.

“Nyebar semuanya, jangan bergerombol!,” Teriak Gevan yang membuat Natha langsung berlari menuju sudut batas lapangan.

Saat ini kelasnya sedang ada jam olahraga, dan karena pak Ayas sedang ada keperluan. Mereka pun sepakat untuk bermain bola beracun.

Pertama kali Natha mendengarnya, Ia kira itu berbahaya karena ada kata 'racun' di bola itu. Tapi, ternyata itu semua hanya pikirannya dan yang sebenarnya adalah permainan itu aman karena tidak ada 'racun' sama sekali seperti 'sianida' pada bola nya.

Khehehe...,” Lea menatap Natha diringi tawa bak nenek sihirnya itu, membuat Natha langsung mengangkat kepalan tangannya seolah mengatakan 'awas lo ya'

Lea mengambil ancang-ancang untuk melemparkan bola, lalu dengan sekuat tenaga bola itu dilemparkan ke arah Natha.

“Awas, Nath!,” Teriak Yuda—teman satu timnya, membuat Natha terkesiap. Karena waktunya terlalu cepat, dirinya tidak bisa menghindari bola itu dan hanya bisa menutup matanya.

'Dug!'

Bunyi suara bola beradu dengan tubuh, terdengar oleh Natha. Tapi, anehnya dirinya tidak merasakan kalau bola itu mengenai tubuhnya.

“Astaga!,” Pekik Lea, lalu berlari mendekati Natha.

Natha pun mulai membuka matanya, lalu menemukan kalau Keano yang terkena bola dari Lea. Ia sempat lupa kalau cowok itu satu tim dengannya.

Aduh, maaf ya, Ken. Gu-gue nggak sengaja,” ucap Lea dengan nada bersalah, membuat Natha langsung menatap tajam Lea.

“Lo lemparnya pake perasaan kek,” kesal Natha yang mendapat tatapan menyesal dari Lea, membuat Keano terkekeh.

“Lo nggak apa-apa kan, Ken? Lemparannya Lea mantul banget sih,” cibir Regan yang membuat Lea langsung memukul bahu cowok itu, yang membuatnya meringis kesakitan.

“Mending lo berdua minggir dulu dari lapangan,” interupsi Gevan yang langsung diangguki oleh keduanya.

Natha pun membawa Keano ke pinggir lapangan, ia pun menatap khawatir Keano yang memegangi bahu kirinya sesekali. “Sakit banget ya?,” tanyanya.

“Nggak apa-apa, lagian cuma kaya gitu doang,” balas Keano sambil tersenyum.

Membuat Natha sedikit kesal dengan sikap cowok itu, ia memang suka sekali tersenyum ketika ada masalah. Berbeda sekali dengan cowok yang pernah dikenalnya, huh!

“Makasih, karena udah jadi tameng gue tadi. Lea emang kaya gitu, biasa”

Keano mengangguk seolah memang tidak mempermasalahkan hal itu.
Lihat! Keano sangat berbanding terbalik dengan dia, dari segi tampang oke! Apalagi sikapnya yang menurut Natha romantis. Ia sempat menyesal kenapa dulu ia tidak menerima permintaan dari cowok itu dan malah menyetujui ide konyol Gavarrel.

“Masih pikirin Varrel ya?,” celetuk Keano yang membuat Natha salah tingkah lalu menggeleng dengan tegas.

“Nggak, buang-buang waktu,” jawab Natha ketus membuat Keano gemas lalu mengacak puncak kepala gadis itu.

“Kalau begitu lo udah sia-siain waktu satu menit lo,” kekeh Keano yang membuat Natha menghela nafasnya.

“Gue nggak mikirin dia,” kekeuh Natha yang hanya dibalas anggukan serta kekehan dari Keano.

Varrel-Ga [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang