“Kenapa ya? ...”
Varrel memasang raut seperti orang yang sedang berpikir dengan menaruh telunjuknya di dagu, membuat Natha terdiam sejenak melihat pose Varrel.
“Karena kita kan pacaran,”
Gadis itu terhenyak begitu mendengar bisikan Varrel, lalu langsung menjauhkan dirinya dari Varrel. “Jangan bicara omong kosong!” ucapnya, seraya mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“Lalu siapa yang memulai omong kosong ini, hah?!” Varrel menggebrak meja di samping Natha, membuat gadis itu terlonjak lagi.
“Bukankah Kakak sendiri yang memulainya?! Kalau dendam sama gue bukan kaya gini caranya, nyebar berita hoaks kaya gitu!” Natha berujar dengan raut wajah yang memerah karena marah, seraya menunjuk wajah Varrel.
Varrel menggenggam telunjuk Natha yang mengarah ke arahnya, “Jangan pernah nunjuk gue! Bukan gue pelakunya!”
“Dan asal lo tau, cara gue balas dendam nggak bakal kampungan kaya gitu. Gue bakal lakuin lebih dari itu,” lanjut Varrel sambil menatap datar Natha. Yang kemudian melepaskan genggamannya dari jari Natha.
“Cepat beresin buku lo, kita butuh bicara,” setelah mengatakan itu, Varrel pun langsung meninggalkan Natha yang misuh-misuh lalu berdiri di depan kelas 11 IPA 2.
-oOo-
Dua orang siswa itu terlihat sedang berusaha mengintimidasi seorang siswa, yang sedang duduk terikat dihadapan keduanya. Bahkan salah satu dari siswa itupun sudah terlihat sangat marah, dilihat dari raut wajahnya yang sedari tadi berusaha menahan dirinya agar tidak memukul wajah adik kelas dihadapannya itu.
“Makasih buat informasi tadi, dan Lo bisa pergi sekarang. Dia biar gue yang urus,”
Sedangkan satunya lagi yang sedari tadi hanya terdiam tak berkomentar pun hanya bisa terkejut dengan apa yang dikatakan temannya itu.
“Tapi, Rel,”
Varrel menatap cowok di sampingnya yang terlihat sedang mengkhawatirkannya. “Siapa yang lo kasihani sekarang?” tanyanya dengan nada sinis, membuat cowok itu langsung menundukkan kepalanya.
Cowok yang tadi menunduk itupun melirik adik kelasnya yang sudah tergeletak tak berdaya di kursi itu, Bahkan name tag bajunya sudah sedikit bercampur dengan darah.
“Jangan terlalu keras sama dia, pihak sekolah bisa curiga nanti,” ucapnya yang kemudian membuat Varrel tersenyum miring.
Curiga katanya? ia bahkan dalang dari semua kerusuhan yang dulu diperbuat oleh Matrix kepada sekolahnya. Apalagi, ditambah kejadian tadi pagi. Tapi, sekolah hanya menutup mata dengan prestasi miliknya dan juga sedikit bantuan dari pamannya tentu saja.
“Lebih baik kaya gitu, anggota OSIS nggak bertanggung jawab kaya dia juga yang buat kasus pembullyan disini makin banyak,” geram Varrel sambil melirik tajam pria yang sedikit demi sedikit membuka matanya itu.
“Dan sebaiknya lo pergi, gue nggak mau Vincent sampai tahu hal ini,” peringat Varrel sedari tadi yang tak kunjung diangguki oleh cowok itu.
“Hah, oke ... oke. Gue akan pergi dari sini, tapi ingat peringatan gue,”
Varrel memutar bola matanya malas, lalu mengangguk pelan. Biarkan dia pergi dulu, lalu dirinya bebas memperlakukan Adik kelas yang tidak tahu diri itu.
Mendengar ada dua orang yang sedang berdebat, siswa yang sedang terikat di kursinya itupun berusaha untuk melihat siapa yang tadi membuatnya pingsan ketika dirinya hendak pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Varrel-Ga [COMPLETED]
أدب المراهقينSemua orang berhak bahagia, itu yang dikatakan Mamanya. Dan Gavarrel mencoba untuk mencari kebahagiannya. Semua bermula dari insiden yang melibatkan CEO Brata's Company yang perlahan mengubah setengah hidupnya, rasa bencinya dan sikapnya. Ini semua...