Wada'an, Kairo

6K 116 6
                                    


Darrasah, 08 November 2015

Perempuan berkerudung syar'i itu menatap jauh kelap kelip keindahan lampu di malam hari dari jendela kamarnya yang berada di lantai tiga sebuah flat. Tatapannya amat jauh ke atas langit hitam bertaburan bintang-bintang yang sesekali mengintip memberikan keindahan tersendiri bagi setiap yang menatapnya. Perlahan, air matanya menetes membasahi pipi putihnya. Ternyata sudah lebih dari dua tahun, dirinya menghuni rumah tersebut bersama kelima temannya.

Suasana keindahan malam ketika musim panas di negara-negara subtropis memang tidak bisa dipungkiri. Begitupula Mesir. Malam hari adalah malam yang indah untuk dinikmati di tempat terbuka. Suhunya sedang, sesekali angin menyentuh kulit dengan kelembutannya, bintang-bintang malu-malu mengintip kita menjadikan suasana semakin nyaman dan menenangkan jiwa.

Terlebih matahari di siang hari membabi buta membakar isi bumi tanpa memberi toleransi sedikitpun.Maka sangat normal jika malam hari menjadi pilihan untuk melakukan banyak aktifitas di luar rumah atau hanya sekedar menikmati keindahan suasana alam itu ketimbang pada siang hari. Dan sangat wajar kelelah-capaian yang didapat ketika siang hari dilepaskannya ketika malam tiba.

Allisiya Arranaya Abdullah. Naya, teman-teman biasa memanggilnya. Salah satu mahasiswi Al-Azhar Banat tersebut sudah empat tahun menuntut ilmu di negeri Piramid tersebut. setelah lulus dari salah satu pondok pesantren modern di Jawa Timur, dia dan beberapa temannya mengikuti ujian seleksi tes untuk bisa belajar di Al-Azhar, Kairo. Universitas Islam tertua yang sangat melegenda dengan kehebatan dan kemahiran para alumninya.

Memang, Naya baru dua tahun tinggal di flat ini. Namun betapa banyak kenangan yang dia lalui bersama teman-teman barunya disini. Sebelumnya, Naya memilih tinggal di sebuah rumah sewa milik ikatan organisasinya di Ashir. Namun, karena beberapa pertimbangan, akhirnya dia memutuskan untuk pindah ke Darrasah bersama sepupunya, Hana Ramadhani.

Dan memutuskan untuk menyewa sebuah flat yang agak masuk gang bersama dua orang temannya yang berasal dari Sumatera Barat dan dua lagi berasal dari Malaysia.

Bicara tentang Darrasah. Merupakan salah satu tempat favorite mahasiswa Indonesia untuk tinggal. Disamping karena tempatnya yang strategis karena dekat dengan kampus juga dekat dengan beberapa masjid ternama di Mesir serta makam makam para awliya' seperti Imam Husein. Meskipun beberapa flat sengaja dibandrol mahal oleh pemiliknya karena kestrategisannya.

"Nay...."

Sapa Khaira dari balik pintu.

Dengan sigap, Naya langsung mengusap air matanya lalu segera mendorong koper yang telah berisikan barang-barangnya ke luar kamar.

"Kamu yakin dengan keputusan anti ini?"

Tanya Khaira seolah ragu.

Naya mengangguk mantap.

"Tapi kan anti tinggal satu tahun lagi disini? Kita Lc bareng disini..."

Khaira mulai terisak.

Sementara Hana dan ketiga temannya yang lain duduk lesu di shofa menyaksikan Naya dan Khaira.

"Iya, Khaira...sebenarnya,ana ingin terus bersama antunna sampai lulus, tapi kondisi Abah ana sedang kritis. Beliau meminta ana pulang. Egois sekali dan betapa durhakanya ana kalau tidak mengikuti apa kata Abah, Khaira..."

Kata Naya meyakinkan salah satu sahabat karibnya yang berasal dari Malaysia tersebut.

"Naayaaa...."

Tiba-tiba Khaira memeluk erat Naya dan menangis di pelukannya. Seketika,tanpa diperintah keempat temannya berhamburan memeluk Naya.

Ya. Malam itu, adalah malam terakhirnya menghirup udara Mesir. Dia harus kembali ke tanah air guna memenuhi panggilan Abahnya yang sudah sering keluar masuk rumah sakit. Puncaknya, yaitu ketika seminggu yang lalu, Abahnya dilarikan ke rumah sakit karena livernya kambuh. Keinginan untuk menuntaskan belajarnya di Al Azhar, harus ditepisnya.

Bagaimanapun juga orangtuanya adalah segala-galanya bagi Naya. Suasana haru tersebut harus berakhir, ketika Naya tersadar bahwa dia harus benar benar segera bergegas menuju bandara. Cairo International Airport.

"Yalla... Akhwat... nanti telat... tiket ana nanti hangus.."

Kelakar Naya, menghangatkan suasana. Dengan khasnya dia tersenyum memamerkan lesung pipinya. Lucu.

Naya memang memiliki wajah yang sangat optimal. Menjadi putri satu satunya dari abah yang memiliki darah keturunan arab dan ibu yang berasal dari suku sunda. Menghasilkan seorang Naya yang memiliki aura kecantikan yang luar biasa. Semua teman-teman angkatannya mengakui itu. Bahkan ada salah satu temannya yang pernah mengajukan proposal taaruf kepadanya.

Selain kecantikannya, Naya juga dikenal sebagai mahasiswi yang cerdas. Tak heran jika nilai ujiannya selalu mendapat taqdir mumtaz tiap semesternya. Dari segi sifat, dia sangat ramah, baik, sopan santun. Dia tidak pernah berlagak sok dan sombong di hadapan teman-temannya. Sehingga banyak sekali temannya dan adik kelas yang mengidolakannya.

"Hayya...Bapak kapten sudah menunggu dengan kereta kencananya dibawah"
Goda Hana sembari menyolek pipi Naya yang otomatis memerah.

"Ciyeeee....." sorak temannya.

Kecuali Khaira yang menyibukkan diri mengangkat koper Naya menuju lantai dasar.

Setelah izin dan perpisahan dengan Baba pemilik flat yang sangat baik, Naya dan teman-temannya berjalan menuju mobil yang sudah terparkir sejak maghrib di depan flatnya. Di balik kemudi, nampak seorang yang sangat dikenalinya. Hamash Rasyid. Salah seorang mahasiswa asal Malaysia yang diam-diam memendam rasa kepada Naya. Yang merupakan anak tokoh bangsawan Malaysia. Wajahnya sangat lesu. Wajah tampan khas melayunya tak dapat menyembunyikan betapa sedihnya dia pada malam itu.

"Sudah siap?"

Tanya Hamash seolah-olah memeriksa barang bawaan Naya.

Naya mengangguk sembari tersenyum.

"Tolong jangan tersenyum macem tu, Nay...senyummu itu buat hati ini tak rela"

Jerit Hamash dalam hati.

Tak lama, mobil yang dikemudikan Hamash meluncur menuju Cairo International Airport.

Cairo International Airport

Mereka sampai di Bandara pukul 22.00 waktu setempat. Naya segera menuju ke tempat pemeriksaan barang. Satu persatu temannya menyampaikan pesan kepadanya. Hingga pada akhirnya, waktu itu pun tiba. Naya harus segera masuk untuk cek in.

"Ila al liqo' Nayaa.... Maas Salamah..."

Ucap teman-temannya serempak.

Namun tiba-tiba, Hamash menghampiri Naya dan menyerahkan sebuah kotak kecil tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Lalu segera menjauh dari hadapannya.

"Maafkan ana, Hamash..."

Kata Naya lirih.

Pukul 23.05. Pesawat dengan maskapai Egypt air itu take off menuju Abu Dhabi. Transit kemudian menuju Bandara Juanda, Surabaya.

Wada'an, Kairo ku. Kenangan empat tahun itu, tidak akan pernah saya lupakan.

***

Bagaimana kelanjutan kisah Naya ketika perjalanan dan segala apa yang terjadi kepadanya, tetap swipe ya gaesss....

Untukmu, ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang