Menerima Sepenuhnya

1.6K 57 0
                                    

Seusai acara resepsi telah selesai. Naya dan Fatih kembali ke kamar Naya, yang telah dihiasi hiasan berwarna merah muda yang lembut, warna kesukaan Naya.

Jam sudah menunjukkan pukul 22.00.
Fatih dan Naya sangat gugup berada dalam satu kamar. Kini mereka sama sama duduk di sisi ranjang yang telah ditaburi bunga mawar merah.

Aroma lembut green tea yang memenuhi ruangan sangat menenangkan. Keduanya tidak ada yang membuka suara. Diam, suci, senyap.

Fatih menarik nafasnya dalam dalam, lalu menghembuskannya pelan tanpa sepengetahuan Naya yang tengah menunduk.

"Ehmm.. Saya ke kamar mandi dulu, Ustadz.."

Kata Naya memecah keheningan.

Fatih tersentak, lalu berkata dengan begitu kaku.

"Baik.. "

Dengan gaunnya Naya segera menuju kamar mandi yang berada di pojok ruangan kamar Naya.

Fatih mengelap keringatnya yang dingin. Mengatur nafas, mengarahkan pandangan ke seluruh penjuru sisi ruangan. Fatih butuh oksigen lebih. Dia mulai berjalan mondar mandir dekat jendela. Sesekali dia menutup mukanya dengan kedua tangannya. Malu.

Hal yang sama tengah di lakukan oleh Naya di depan cermin wastafel kamar mandinya. Hiasan wajahnya masih utuh, belum terhapus.

Berulang kali dia mencubiti pipinya, menguji coba, apakah dia sedang bermimpi? Oh tidak. Ternyata dia sedang berada di dunia nyata, sakit ternyata.

Naya mencoba merilekskan suasana hatinya dengan berganti pakaian yang telah disediakan di kamar mandinya. Sebuah gamis putih dan selendang berwarna krem.

Kemudian Naya membilas mukanya dengan air dan mengambil wudhu. Setelah dibilas air, wajah cantik natural Naya, terpancar di cermin. Naya kembali mengatur nafasnya.

Sementara itu, Fatih mencoba duduk di sisi kasur sembari mengambil sebuah buku tentang teologi yang tidak sengaja terletak di atas meja dekat kasur Naya. Ketika akan mulai membuka buku tersebut, tiba tiba, Naya keluar dari kamar mandi dengan gamis putihnya dan kerudung yang dibuat dari selendang kremnya.

Fatih shock. Kaget minta ampun. Dan langsung menaikkan kakinya selonjoran di atas kasur sambil membuka halaman buku yang tidak sengaja terbalik seolah olah dia sedang membaca buku tersebut.

Naya pun menahan tawa melihat tingkah konyol Fatih. Sedikit hal yang baru diketahuinya tentang Fatih pasca akad hari itu.

Konyol sekali.

Dengan wajah seriusnya, Fatih membenamkan wajahnya di balik buku teologi Naya.

Naya menutup mulutnya, menahan tawa.

Fatih mengintip dari celah buku, menyaksikan Naya berusaha menahan tawanya.

"Kenapa?"

Naya menggeleng lemah, tangannya tetap menutup mulutnya, menahan tawa tepatnya.

Merasa ada hal yang aneh, Fatih segera bangkit dari duduknya lalu berniat untuk ke kamar mandi.

Melihat tingkah Fatih selanjutnya yang berjalan ke arah jendela. Refleks, Naya bertanya.

"Loh, mau kemana? "

Fatih membelakkan matanya. Kebingungan.

"Ke Kamar mandi"

Jawabnya polos.

Akhirnya, Naya sudah tidak bisa membendung tawanya lagi, Naya pun tertawa terpingkal pingkal.

Fatih pun masih tidak sadar atas apa yang telah dibuatnya sehingga membuat Naya tertawa.

"Kamar mandinya di sebelah sana Ustadz.."

Kata Naya sembari menunjuk ke arah pojok kamar.

"Astaghfirullah... "

Respon Fatih menepuk dahinya, lalu segera berlari menahan malu menuju kamar mandi.

Tok tok tok...

"Nay, ini mama.. Bisa keluar sebentar?"

Suara Mama Naya dari balik pintu. Naya bergegas untuk membuka pintu.

"Iya Ma... ?" Tanya Naya setelah pintu terbuka, mamanya berdiri dihadapannya.

"Ada teman kamu, ingin ketemu, menghubungi nomormu tidak aktif katanya.. "

Naya mengernyitkan alis.

"Siapa ma?"

Mama Naya mengangkat kedua tangannya sejajar dengan diangkat kedua bahunya. Tidak tahu.

Naya mengangguk, lalu keluar kamar. Menuju tempat yang telah diarahkan oleh mamanya.

Sampainya di ruang tamu, seorang perempuan memakai gamis bunga bunga dan scarf berwarna ungu muda tengah menunggu kedatangan Naya. Dan betapa kagetnya Naya setelah melihat siapa yang datang.

"Khaira... " Teriak Naya lalu berlari memeluk sahabatnya tersebut.

"Barakallah ya Ukhtii... "

Ucap Khaira memeluk erat sahabatnya tersebut.

"Ih.. Kamu kok gak ngasih kabar kalau bisa datang? "

"Masyaallah.. Kamu sih yang nikahnya dadakan... "

Bantah Khaira.

Naya mengajaknya untuk duduk.

"Kebetulan ana lagi liburan di KL pulang sejak seminggu kemarin, eh lihat status teman teman, anti nikah.. Cuss deh langsung mampir kesini.. "

"Masyaallah Syukron ya.. Terharu deh"

Kata Naya menyimak pernyataan sahabatnya tersebut.

"Tapi ana buru buru nih, sebentar lagi nak balik ke KL take off cus balik ke Mesir.. Coba anti ngabarin lebih awal kan bisa ke Indo dari kemarin.. "

Papar Khaira.

Naya cemberut.

"Yah.. Maaf ya.. Ukhti.. Ana aja gak tau.. Ini prosesnya cepat.. Hehehe"

"Ya sudah deh, ana pamit dulu, sampaikan ke abah dan ummi ya, maaf mengganggu malam malam hehehe"

"Oke... Siap.. Makasih banget ya Khaira.. "

Untuk terakhir kalinya dan menutup perjumpaan mereka, mereka berpelukan. Dan Khaira segera menuju bandara Juanda untuk segera kembali ke KL karena Besok malam sudah harus take off menuju Kairo.

Jam sudah menunjukkan pukul 22.45. Tak terasa sekali berbincang bincang dengan Khaira ternyata cukup memakan waktu yang agak lama. Naya pun kembali ke kamar.

Ketika Naya memasuki kamar, Naya pun kaget ketika melihat Fatih kini tengah tertidur di atas shofa dengan buku teologi miliknya. Naya menepuk dahinya, menyesal.

Pelan dengan tidak berniat untuk mengganggu tidur Fatih, Naya mencoba memanggil namanya.

"Ustadz... Ustadz Fatih.. "

Ucap Naya berusaha membangunkan Fatih yang terlelap begitu nyenyak.

Naya mencoba membangunkannya sekali lagi. Setelah mengumpulkan keberanian, Naya memberanikan diri untuk sedikit menggerakkan bahu Fatih, dengan hati hati.

"Ustadz.. Bangun... "

Tapi, nihil. Tak ada respon apapun dari Fatih. Dari raut wajahnya, sangat nampak sekali keletihan.

Mungkin beliau sedang lelah

Akhirnya, malam itu Fatih tertidur di atas shofa, dan untuk menghormati Fatih, Naya juga memilih tidur di seberang shofa.

Ekhem...

Untukmu, ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang