Fatih Hizbullah Syadzili

1.5K 64 4
                                    

Hujan deras melanda Surabaya dan sekitarnya. Saat itu jam menunjukkan pukul 03.00. Dinginnya suasana malam dan derasnya hujan, tak mengurungkan niat Fatih untuk melaksanakan rutinitasnya setiap sepertiga malam. Ya, Tahajjud.

Seperti biasa, sebelum dia pergi menjadi imam sholat witir di pondok putra yang diasuh oelh abahnya,  KH. Ahmad Syadzili, biasanya Fatih memilih untuk tahajjud sendiri di rumahnya. Mengingat jarak dari rumah ke masjid putra begitu dekat, maka hal tersebut merupakan suatu hal yang sangat mudah yang bisa Fatih lakukan.

Dibawah sinar lampu kamarnya, di atas sajadah panjangnya, Fatih berdoa sangat khusyuk. Entah mengapa, dia begitu sangat yakin, ketika tahu dengan siapakah dia akan dijodohkan.

Ya. Allisiya Arranaya Abdullah.

Perempuan yang telah memikatnya sejak pertama kali dijumpainya ketika Semester terakhir dalam penyelesaian lc nya di Mesir. Ketika itu, Naya masih baru  menginjakkan kakinya di Mesir dan Fatih adalah senior yang ketika itu mengadakan acara halal bihalal yang mengundang mahasiswa baru konsulat jawa timur, ketika itu.

Dan kedua kalinya, Allah mempertemukannya di Indonesia, setelah kurang lebih 4 tahun tak bertemu. Tepatnya ketika seminar tentang al Qur'an seminggu yang lalu.

Dan qodarullah, ketika beberapa minggu yang lalu, ketika abahnya memberitahu dengan siapa di akan dijodohkan, Fatih sangat mantap menerima perjodohan tersebut.

Malam itu begitu syahdu.

Seorang perempuan bermukenah putih kini bersimpuh di atas sajadahnya. Sejak acara pertemuan keluarga beberapa hari yang lalu, Naya memilih untuk serius beristikharah tiap malam.

Kadang, dia menangis. Entah apa yang membuatnya meneteskan air mata. Naya kini mulai dibutakan oleh cinta Fatan. Ya, dia benar benar menaruh hati kepada orang yang berbeda agama dengannya. Orang yang tidak diketahui, sekarang keberadaannya dimana.

Ternyata, jahat sekali Fatan. Jasadnya pergi dan meninggalkan hatinya untuk Naya. Dan sekarang, Naya lah yang harus tersiksa dengan perasaannya.

Di sisi lain, Naya bingung. Apalagi kedua orangtua nya sangat mengharapkan perjodohan ini. Orang tua mereka sudah sangat akrab dan sudah sama mengenal satu sama lain. Terus, apa yang harus diragukan.

Fatih Hizbullah Syadzili.

Mungkin nama tersebut pernah Naya dengar dulu waktu di Al Azhar. Tapi Naya tidak tahu pasti bagaimana kepribadian sang empunya nama. Kenapa serumit ini sih, Nay?

Batas waktu yang Naya pinta sudah habis.
Pagi pagi sekali, Abah Naya mengajak Naya dan Mamanya untuk berdiskusi di ruang keluarga.

"Bagaimana nak, sudah ada jawabannya? "

Tanya Mama Naya.

"Abah dan Mama, sangat menghormati keluarga beliau. KH. Ahmad bukan sekedar teman tapi juga kakak bagi abah. Istri beliau adalah sepupu abah. Abah dan Mama harap dengan perjodohan ini, silaturrahmi kita semakin kuat, abah sangat mengharap ananda bisa memahami itu"

Papar abah Naya.

Mama Naya menggenggam tangan Naya.

"Kami sudah tua nduk, jatah waktu kami hidup di dunia sudah berkurang, kita tidak pernah tahu kapan kita akan dipanggil, abah dan mama ingin, menitipkan Naya ke orang yang sholih, Mama ingin Naya memiliki keturunan yang sholih dan Sholihah, haafidzul Qur'an... Rumah ini sangat sepi tanpa hadirnya anak kecil Nay.. "

Tambah Mama Naya, mulai terisak.

Hati Naya bergemuruh. Naya memeluk Mamanya erat.

"Abah.. Mama.. Naya faham apa yang abah dan mama harapkan... Naya sudah memikirkan dengan matang akan jawaban ini, Naya sangat faham. Ridho Allah berada pada ridho kedua orangtua. Jadi kalau Abah mama ridho menikahkan Naya dengan Ustadz Fatih, Insyaallah Naya siap abah Ma... "

Jawab Naya dengan sedikit terisak.

"Alhamdulillah... Terimakasih anakku"

Abah Naya bertahmid bahagia. Wajahnya lega dan begitu bahagia. Begitu pula Mama Naya, tak henti hentinya beliau menciumi pipi anak semata wayangnya tersebut.

Abah Naya lalu bergegas menuju ruang tengah dan menghubungi keluarga KH. Ahmad Syadzili. Dan mengabarkan jawabannya Naya perihal diterimanya pinangan dari keluarga beliau.

Tak perlu waktu lama, sore pada hari itu juga keluarga Fatih bertolak ke kediaman keluarga Naya untuk melaksanakan lamaran secara resmi.

Beberapa mobil mewah pun beriringan membawa bawaan dari Pasuruan menuju Surabaya.

Acara pun berlangsung sederhana namun khidmat. Fatih tampil dengan gamis dan jas dan celana hitam. Wajahnya yang begitu teduh nan tampan, benar benar menyihir.

Sepanjang acara, Naya mengikuti segenap rentetan acara. Karena tempat acara dan tempat tamu terpisah antara putra dan putri, maka Naya dan Fatih pun tetap tidak bisa bertemu.

Naya dihampiri oleh adik Fatih, Ning Raisa yang sangat senang sekali bisa duduk bersama calon kakak iparnya yang cantik.

"Kak.. Perkenalkan saya Raisa, adik kandung mas Fatih"

Naya tersenyum ramah. Entah apa yang dirasakan Naya saat ini. Tak ada pilihan lain. Inilah cara membahagiakan kedua orangtua nya. Walaupun sebenarnya Naya belum begitu sepenuhnya membuka hati untuk orang lain selain Fatan. Tapi ya sudahlah...

"Kak, Mas Fatih suka sekali loh sama kakak.. Setiap kali, kami sebut nama kakak, pasti wajahnya memerah kayak kepiting rebus heheeh... "

Ucap Raisa lalu diiringi gelak tawanya yang lucu.

Naya tersentak.

"Iyakah? "

Ekspresi Naya, tak percaya. Lalu pada akhirnya Naya pun tersipu.

"Raisa senang.. Akan punya kakak ipar secantik dan sholihah seperti kakak.. "

"Masyaallah... Raisa juga cantik dan sholihah Insyaallah... "

Tak butuh waktu lama, mereka berdua mengobrol akrab.

Tiba tiba, Ibu Nyai Shofiya datang dan begitu bahagia mendapati keakraban antara Naya dan Raisa.

"Wah, Raisa sudah akrab sekali dengan kak Naya ya.. "

"Iya Ummi, cepatlah nikahkan kak Naya sama Mas Fatih, biar Raisa ada teman curhat.. Iya kan kak? "

Kata Raisa yang begitu aktif mulai bergelayut dengan tangan Naya.

Ibu Nyai Shofiya tersenyum.

"Nak, Fatih menanyakan mahar yang Nak Naya minta, sekarang dia sedang menunggu bersama abah disana"

Ucapnya lalu menunjuk ke sebuah ruangan dimana terdapat Abah Naya, K. Ahmad, Fatih dan beberapa para tamu undangan disana.

Naya menghela nafas. Lalu mulai mengangkat suara.

"Maaf ibu Nyai, Naya minta hafalan Al Qur'an 30 juz ibu Nyai.. "

Ibu Nyai tersenyum.

"Sebentar, Ummi sampaikan dulu ya.. "

Ibu Nyai Shofiya menyuruh salah seorang khodimnya untuk menyampaikan jawaban Naya perihal mahar.

Sepuluh menit kemudian sang khodim kembali menemui ibu Nyai Shofiya dan menyampaikan bahwa Gus Fatih, siap dan menerima mahar yang dipinta Naya.

Naya tersentak. Lalu menghela nafas.

"Alhamdulillah... Kami akan segera menentukan tanggal yang tepat untuk akad dan resepsi... Terimakasih ya nak.. Ummi sangat senang.. "

Ucap Ibu Nyai Shofiya lalu memeluk calon menantunya tersebut.

Naya terharu. Begitu banyak yang dia bahagiakan sebab atas pilihannya. Abah, Mama, keluarga Fatih dan semuanya.

Mungkin ini adalah takdir Allah. Insyaallah Naya akan menerima dengan sebaik baiknya. Dan tidak akan membuat kedua orangtua yang sangat dicintainya kecewa.

Insyaallah.

**************************************

Untukmu, ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang